Minggu, 07 Agustus 2016

BAHASA NASIONAL DAN PERENCANAAN BAHASA

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Ada asumsi dasar dalam sosiolinguistik bahwa para individu harus dilihat sebagai anggota kelompok sosial dimana mereka memainkan peran sosial di dalam domain yang bermacam-macam dan dengan melakukan itu mereka memanfaatkan dan menggunakan bentuk tingkah laku yang cocok, yang satu di antaranya adalah tingkah laku bahasa. Sebagai anggota kelompok sosial, individu-individu itu akan diikat oleh bahasa menjadi komunitas suatu bahasa. Bahasa kemudian akan menjadi identitas dari komunitasnya.
Bahasa sebagai sarana penyerap/pengikat individu-individu dalam satu komunitas bahasa (speech community) pada saatnya akan mem-bangun solidaritas kelompok yang disebut nasionalisme. Solidaritas nasional itu kemudian diungkapkan dalam bentuk tanda yang dapat diindera, seperti: bahasa nasional. Bahasa nasional ini akan menjadi identitas dirinya yang membedakan dari bangsa lainnya.
Pembahasan tentang bahasa sebagai identitas komunitas dan bahasa sebagai lambang nasionalisme akan kami sajikan berikut ini. Pembahasan akan dibagi menjadi dua pokok bahasa, yakni: (1) Bahasa Nasional dan (2) Perencanaan Bahasa. Dua pokok bahasan tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa sub-subpokok bahasan. Dengan pembahasan ini, kami berharap adanya pengembangan wawasan pemahaman kita tentang bahasa nasional dan perencanaan bahasa baik di Indonesia dan wilayah dunia lainnya dalam sudut pandang sosiolinguistik.
A.     Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan tujuan penulisan makalah ini, sebagai berikut:
1.     Mendeskripsikan hakikat Bahasa Nasional.
2.     Mendeskripsikan hakikat Kebijakan Bahasa.
3.     Mendeskripsikan hakikat Perencanaan bahasa.

B.    Manfaat Penulisan
            Secara umum makalah ini dapat bermanfaat untuk para pemerhati pendidikan seperti, dosen, mahasiswa, guru, instruktur dan peneliti di bidang pendidikan. Sedangkan secara khusus, makalah ini diperuntukkan untuk mahasiswa S3 pendidikan bahasa agar mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang: pengertian bahasa nasional, kebijakan bahasa dan perencanaan bahasa.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Bahasa Nasional
            Menurut Holmes Bahasa nasional merupakan sebuah bahasa dalam politik, budaya dan unit-unit sosial. Itu secara umum dikembangkan sebagai sebuah simbol dari persatuan nasional dan mempunyai fungsi untuk mengidentifikasi sebuah negara dan mempersatukan rakyatnya. Suatu bahasa resmi sebaliknya  adalah  suatu bahasa sederhana yang mungkin di gunakan dalam pemerintahan. Fungsinya terutama berfaedah dan tidak hanya simbolik dan tentu untuk sebuah bahasa mempunya peran untuk melayani kedua fungsinya.[1]
            Tidak mengherankan jika pemerintah tidak selalu mengakui sebuah perbedaan yang dibuat oleh seorang ahli bahasa. Mereka menggunakan bentuk  “official” resmi dan “National” nasional untuk memenuhi tujuan politik mereka. Seperti orang Paraguay yang mengubah situasi sejak tahun 1992 ketika Guarani diberikan status sebagai bahasa resmi Paraguay disamping bahasa spanyol. Jadi sekarang paraguay mempunyai dua bahasa resmi dan satu bahasa nasional yaitu ‘Guarani’. Pola yang sama ditemukan pada Tanzania yang memiliki multibahasa dengan satu bahasa nasionalnya ‘Swahili’ tetapi memiliki dua bahasa resmi negaranya yaitu ‘Swahili’ dan ‘English (Bahasa Inggris)’. demikian pula di Vanuatu sebagai bahasa nasionalnya adalah ‘Bislama’ yang merupakan sebuah kreol pasifik dan itu juga di gunakan sebagai bahasa resmi disamping bahasa Prancis dan bahasa Inggris, yang sebelumnya merupakan bahasa administrator kolonial. Banyak negara tidak membedakan diantara bahasa nasional dan bahasa resmi. Di sebuah negera yang menganggap sebagai satu bahasa nasioanal, mempunyai bahasa yang sama dalam melayani kedua tujuannya. Di dalam sebuah komunitas multibahasa bagaimanapun semua jenis perubahan susunan sudah digunakan untuk memenuhi tujuan politik dan sosial. Disisilain  itu akan lebih praktis dan berfaedah.
            Pemerintah pada suatu Negara-negara dengan multibahasa sering menyatakan sebuah bahasa tertentu untuk menjadi bahasa nasional dengan alasan yang sifatnya politis. Suatu pernyataan menjadi langkah awal dalam proses menegaskan suatu kedudukan sebagai negara merdeka, negara baru merdeka atau mendirikan seebuah bangsa contohnya seperti kasus bahasa Swahili di Tanzania dan bahasa Hebrew di Israel, bahasa Malay di Malaysia dan  bahasa Indonesia di Indonesia. Dimana bahasa nasional ini tidak dapat melayani fungsi internal dan external dalam pemerintahan, bagaimanapun itu perlu untuk mengidentifikasi satu atau lebih bahasa resmi. Jadi bahasa Prancis yang merupakan bahasa resmi di beberapa negara seperti di pantai gading dan Chad, dimana sebelumnya Prancis merupakan sebuah negara kolonial., dan bahasa arab sebagai bahasa resmi di israel disamping bahasa Hebrew.
            Mengidentifikasi bahasa resmi merupakan suatu hal yang sangat penting ketika pilihan bahasa nasional bermasalah. India yang merupakan negara multibahasa, sebagai contoh India telah mencoba untuk menjadikan ‘Hindi’ sebagai satu-satunya bahasa nasional tetapi itu tidak berhasil dikarenakan empat belas bahasa regional dari masyarakat india mengakui sebagai bahasa resmi mereka adalah bahasa inggris dan Hindi yang menyebar di seluruh India. Sebagai tambahan dinegara bagian yang berbeda masing-masing sudah mempunyai bahasa resmi mereka. Contohnya seperti ‘Telugu’ yang merupakan bahasa resmi yang digunakan di negara bagian Andhra Pradesh. Beberapa negara dengan multibahasa sudah mengangkat lebih dari satu bahasa nasional. Seperti Negara Republik Demoktatis Kongo-Zaire mempunyai empat bahasa nasional yang digunakan oleh masyarakatnya yaitu Lingala, Swahili, Tshiluba, dan kikongo disamping bahasa prancis sebagai suatu bahasa resminya. Lingala adalah bahasa resmi bagi tentaranya di Haiti, pata tahun 1983 konstituen mendeklarasikan Haitian Kreol sebagai bahasa nasional disamping bahasa Prancis, tetapi itu tidak sampai tahun 1987 dimana kreol di jamin sebagai bahasa resmi negara tersebut.
1. Status Bahasa Resmi dan Bahasa Minoritas
            Dikarenakan sejarah kolonial atau penjajahan, seperti sebuah nilai bahasa di dunia dan bahasa pergaulan, bahasa Inggris merupakan bahasa resmi dan banyak negara di dunia menggunakannya. Seperti Pakistan, Fiji, Vanuatu, Jamaica, dan Bahamas. Itu membagi status bahasa resmi ini dengan sebuah bahasa asli seperti bahasa melayu di malaysia, swahili di Tanzania dan Gilbertese di Kiribati tetapi menariknya bahasa Inggis tidak legal sebagai sebuah bahasa resmi di Inggris, USA, atau New Zeland. Dinegara ini, itu tidak dianggap penting untuk diatur sebagai mayoritas sebuah bahasa resmi. Di New Zeland  ironisnya walaupun bahasa Inggris secara de facto (pada kenyataannya) merupakan sebuah bahasa resmi dalam pemerintahan dan pendidikan.  Maori dan New Zeland menandai bahasa dengan dua bahasa yang statusnya dilegalkan atau de jure.
            Maori di deklarasikan sebagai bahasa resmi di New Zeland pada tahun 1987. Tetapi secara terang-terangan memberikan bahasa sebuah status yang tidak dimiliki sebelumnya. Pemahaman atau pengetahuan mengenai pentingnya sebuah simbol (bahasa) pada sebuah negara secara keseluruhan. Seperti orang-orang Maori yang mempunyai adat istiadat tertentu. Itu juga dapat dianggap sebagai pernyataan positif yang dimaksudkan sebagai langkah awal pada sebuah proses yang dapat mendorongbahasa maori lebih banyak ditingkatkan dalam domain institusi resmi seperti, Hukum, acara-acara resmi pemerintahan dan transaksi sertas dalam pendidikan.
            Aktifis Maori mengkapanyekan bahasa maori yang dianggap layak digunakan sebgai bahasa resmi pada konteks kenegaraan dalam kurun waktu tertentu. Cara yang digunakan dengan menggunakan cara damai tetapi kelompok minoritas sudah sering melakukan aksi radikal untuk mendapatkan pengakuan resmi dari bahasa mereka. Di Wales, bahasa wales merupakan bahasa yang diakui sebagai bahasa resmi pada pemerintahan dan pendidikan. Tetapi bukan merupakan status bahasa resmi di Britania. Pada abad ke duapuluh aktivis Welsh menggunakan bahasa inggris sebagai bentuk protes yang paling dominan, dan presiden pada Plaid Cymru (Perayaan Nasional Welsh) berjanji cepat atau mati akan segera membuat chanel televisi berbahasa welsh.
Di tempat lain sudah pernah terjadi kerusuhan yang disebabkan karena isu-isu mengenai bahasa. Hal ini terjadi seperti di India dimana bahasa minoritas di india sudah dirusuhkan ketika tuntutan mereka gagal untuk di dengarkan.di Belgia bahasa Prancis dan Flemish sudah di legalkan sejak tahun 1963, tetapi kerusuhan bahasa pada tahun 1986 dikarenakan karena kegagalan pemerintah ketika mengusulkan untuk memperjuangkan bahasa Prancis di Universitas Louvain. Sedangkan pada tahun  1968 bahasa resmi di deklarasikan di antara bahasan prancis dan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di kanada dan memberikan mereka status yang sama pada semua aspek dalam ruanglingkup administrasi federal. Pemerintahan Quebec sudah lebih jauh puas dengan kenyataan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa yang mendominasi, dan sudah terancam untuk memisahkan diri dengan isu-isu yang berhubungan dengan bahasa. Sejak dekade tahun 1969 telah terjadi gesekan antara bahasa prancis dan bahasa Inggris pada komunitas bahasa hal itu tercermin dengan adanya aksi menginjak-injak bendera Quebec dan petisi umum pada tanda jalan besar yang harus menggunakan dua bahasa (Bilingual).
Banyak masyarakat minoritas akan mendapatkan status resmi dengan bahasa yang digunakan oleh mereka, tetapi itu membutuhkan biaya yang besar untuk proses pelayanan dan informasi dari semua bahasa resmi. Dan pemerintah menjumlah biaya tersebut dengan hati-hati. Contohnya seperti di Kanada, pengguna bahasa prancis dan orang-orang kanada asli seperti Cree dan Mohawk, ada banyak minoritas penduduk kanada yang lain seperti orang italia, portugis, cina dan ukraina yang mempunyai sekitar 27 persen dari  jumlah populasi dari keseluruha orang kanada. Banyak pernyataan yang bermakna kebencian dengan menggunakan bahasa prancis dimana itu memiliki 23 persen dari jumlah populasi. Menyediakan pelayanan, informasi, hukum dan di beberapa tempat pendidikan dengan menggunakan dua bahasa resmi merupakan bisnis yang mahal. Itu tampaknya tidak mungkin terdapat pada minoritas lainnya yang akan mendapatkan hak-hak tersebut dengan mudah.  
2. Berapa haga bahasa nasional?
Banyak negara yang menganggap pengembangan satu bahasa nasional seperti sebuah jalan simbolisme pada negara kesatuan. ‘satu negara’ ‘satu bahasa’ sudah menjadi sebuah slogan yang terkenal dan efektif. Pada abad yang lalu bahasa nasional sering muncul dan digunakan sebagai bahasa politik secara alami dan secara keseluruhan tidak terkontrol atau sadar diri pada waktu-waktu tertentu. Bahasa Inggris di Inggris , bahasa Prancis di prancis bahasa jepang di jepang, dan bahasa spanyol di spanyol merupakan contoh yang terlihat nyata. Ada beberapa bahasa dengan jenis ini mempunyai status sekitar 1500. Kemudian jumlahnya meningkat secara dramatis tepatnya pada abad ke sembilan belas sebagai bahasa nasional yang berkembang di Eropa. Itu sudah hampir dua kalilipat pada abad ke dua puluh dengan munculnya negara-negara jajahan dengan menggunakan aturan kolonial terhadap sebuah negara dan bangsa.
            Lebih dari seratus tahun yang lalu, negara merdeka sudah menjadi isu politik yang sangat penting di seluruh dunia. Perjuangan untuk membangun dan mendirikan identitas nasional yang berbeda dan terjamin dari kebebasan terlepas dari aturan kolonial. Pengembangan bahasa nasional sering di terapkan pada bagian-bagian yang penting. Nilai simbol dari bahasa nasional yang menggalang untuk mempersatukan kekuatan demi kemerdekaan secara cepat di apresisi diberbagai negara, seperti di tanzania ada lebih dari 120 bahasa di ucapkan. Disisi lain sebuah negara dengan multibahasa seperti cina, philipina dan Indonesia yang mempunyai ratusan populasi bahasa daerah disini sebuah bahasa nasional tidak hanya berguna sebagai bahasa pergaulan  dan bahasa resmi tetapi itu juga memberikan simbol bagi negaranya.
            Dimana suatu kelompok yang dominan memunculkan sebuah isu bagi bangsa yang memilih bahasa resmi itu merepresentasikan bangsanya secara umum tidak berkembang. Somali adalah bahasa yang digunakan sekitar 90 persen oleh penduduk somalia dan merupakan bahasa resmi nasional bagi negaranya. Danish adalah bahasa nasional Denmark dan ini dugunakan hampir 98 persen penduduk Denmark.  Bagaimanapun dominasi numerik tidak selalu dapat dihitung. Kekuatan politik merupakan faktor yang sangat krusial.
Pada negara dengan multibahasa, kekuatan politik dalam menentukan bahasa nasional sudah sangat jelas. Ada ratusan bahasa daerah yang digunakan di philipina. Ketika mereka mendapatkan kemerdekaan pada tahun 1946. Filipino di deklarasikan sebagai bahasa nasional. Itu begitu erat dengan bahasa tagalog yang merupakan bahasa ethnic pada kelompok tertentu dan itu tidak pernah diterima secara utuh. bahasa tagalog sudah mempunyai sekitar duabelas juta penutur asli tetapi Cebuana contohnya sudah mempunyai sepuluh juta penutur dan ilocano bahasa asli lainnya yang digunakan oleh lebih dari lima juta penutur. Pemilihan bahasa tagalog tercermin pada kekuatan politik dan ekonomi yang di kosentrasikan pada wilayah ibukota, Manila. Penandaan bahasa filipina sudah mencoba untuk mendapatkan keuntungan secara luas, tetapi kemarahan pada ethnic tertentu masih sangat di rasakan.
            Di Indonesia sebaliknya pemerintah tidak memilih bahasa politik dan bahasa pada kelompok masyarakat elit, dimana jawa sebagai bahasa nasional. Sebagai gantinya mereka mengembangkan sebuah vareasi bahasa melayu standar yang secara luas digunakan di Indonesia sebagai bahasa perdagangan. Sejak bahasa jawa mempunyai aturan kebahasaan yang sangat kompleks berdasarkan kesantunan dan nilai-nilai status yang relatif. Dan ini sungguh merupakan keputusan yang bijaksana. Sesungguhnya kesuksesan dalam penyebaran bahasa Indonesia berhutang banyak pada fakta yaitu mengenai  pemilihan bahasa yang netral pada banyak situasi.
            Seperti yang dijelaskan oleh Sneddon tercapainya status ini erat sekali hubungannya dengan kebijakan pemerintahan Orde Baru (1968-1998) dalam bidang bahasa, khususnya, dan bidang pembangunan ekonomi secara umum. Landasan dasar kebijakan pemerintah Orde Baru dalam perencanan bahasa nasional didasarkan pada keyakinan bahwa standarisasi, modernisasi dan intelektualisasi bahasa Indonesia memainkan peranan yang penting dalam menciptakan inovasi dan komunikasi informasi sebagai komponen dari pembangunan ekonomi Indonesia. Pusat Bahasa memiliki peranan yang sangat sentral dalam mengimplementasikan undang-undang tentang pembakuan bahasa Indonesia sehingga penguasaan pada bahasa Indonesia yang benar identik dengan bahasa orang yang terdidik dan profesional. Kebijakan bahasa pemerintah yang menjadikan bahasa sebagai simbol nasionalisme telah membawa bahasa Indonesia ke status yang tinggi dan fungsi komunikatif sebagai bahasa bangsa di dunia modern, dan yang sekaligus juga memperoleh nilai-nilai sebagai simbol dari sesuatu yang dapat disebut identitas, yaitu Indonesia asli. [2]
Seperti India dan beberapa negara afrika sudah menghindari untuk menyeleksi hanya satu bahasa nasional, sejak kesalahan memilih dapat dengan mudah memunculkan konflik dan lebih lagi kedalam peperangan. Tanzania sukses mengadopsi Swahili sebagai bahasa nasionalnya dan ini diterima ketika sebuah negara akan lebih terlibat dalam mengembangkan bahasa asli mereka menjadi bahasa nasional. Para ahli bahasa sering terlibat dalam proses perencanaan bahasa.
B. Kebijakan Bahasa
            Kebijakan bahasa dapat diartikan sebagai suatu pertimbangan konseptual dan politis yang dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional. Jadi, kebijakan bahasa itu merupakan satu pegangan yang bersifat nasional, untuk kemudian membuat perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan satu bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh negara, dan dapat diterima oleh segenap warga yang secara lingual, etnis, dan kultur berbeda.
            Tujuan kebijakan bahasa adalah dapat berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi intra bangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan gejolak sosial yang dapat mengganggu stabilitas bangsa. Oleh karena itu, kebijakan bahasa yang telah di ambil Indonesia dari perkataan diatas bisa dilihat bahwa kebijaksanaan bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut, agar komunukasi kenegaraan dan kebangsaan dapat berlangsung dengan baik. Selain memberi keputusan mengenai status, kedudukan, dan fungsi suatu bahasa, kebijakan bahasa harus pula memberi pengarahan terhadap pengolahan materi bahasa itu yang biasa disebut sebagai korpus bahasa.
            Kebijakan bahasa juga merupakan hal yang utama sebelum memasuki perencanaan bahasa, seperti kata Ronald Wardhaugh and Janet M. Fuller. dalam An Introduction to Sociolinguistics.
Upaya untuk mengubah bahasa, baik dalam hal bentuk atau fungsinya, biasanya digambarkan di dalam perencanaan bahasa. Karena 'rencana' yang terlibat dalam mengubah bahasa sering (meskipun tidak berarti selalu) melibatkan keputusan kebijakan pada perencanaan bahasa sering terkait dengan pembuatan pada kebijakan bahasa, seperti di dalam LPP (Language Policy and Planning).  (Kebijakan Bahasa dan Perencanaan Bahasa). Hornberger menunjukkan bahwa hubungan antara kebijakan dan perencanaan yang kompleks; perencanaan tidak selalu menyebabkan terciptanya suatu kebijakan.[3]
Contoh kebijakan bahasa di  Negara jajahan Uni Soviet sebelum terpecah belah,
               Di bekas jajahan Uni Soviet ada sejumlah besar perencanaan bahasa berasal dari kebijakannya. Salah satu kebijakan yang paling penting adalah Russification Rusiafikasi bahasa. Tak perlu dikatakan, dalam keadaan seluas Uni Soviet, terdiri dari penutur sekitar 100 varietas linguistik yang berbeda, ada beberapa aspek yang berbeda untuk kebijakan tersebut. Salah satunya adalah elevasi dialek regional dan lokal menjadi 'bahasa,' kebijakan 'divide et impera. "Tujuannya adalah untuk mencegah pembentukan blok bahasa besar dan juga untuk memungkinkan pemerintah pusat bersikeras bahwa Bahasa Rusia akan digunakan sebagai sebuah lingua franca[4].
Contoh selanjutnya kebijakan bahasa warga perancis dalam menetapkan nilai kesuksesan yaitu dengan belajar dialek Kota Paris.
          Masa lalu (dan sampai batas tertentu di masa sekarang), warga negara Perancis dari provinsi yang ingin berhasil dalam masyarakat Prancis hampir selalu harus belajar  dialek Perancis Paris karena bergengsi. padahal, beberapa dekade yang lalu, anggota gerakan otonomi daerah menuntut hak untuk menggunakan bahasa mereka sendiri di sekolah mereka dan untuk bisnis resmi.[5]

            Masalah-masalah kebahasaan yang dihadapi setiap bangsa tidaklah sama, sebab tergantung pada situasi kebahasaan yang ada di dalam negara itu. Negara-negara yang sudah memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ada satu bahasa saja cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Tetapi di negara-negara yang terbentuk dan memiliki sekian banyak bahasa daerah akan memiliki persoalan kebahasaan yang cukup serius, dan mempunyai kemungkinan timbulnya gejolak sosial dan politik akibat persoalan bahasa itu.
            Berkenaan dengan itu dalam kebijakan bahasa dikenal dengan adanya negara tipe endoglosik, seperti Indonesia Malaysia, Thailand, Belgia, R.R China; tipe eksoglosik-endoglosik, seperti Filipina; dan tipe eksoglosik, seperti Somalia. Endoglosik adalah Negara yang menjadikan bahasa asli pribumi sebagai bahasa resmi kenegaraan. Eksoglosik-endoglosik adalah Negara yang mempunyai 1 bahasa nasional ( pribumi ) dan beberapa bahasa resmi (pribumi, bahasa luar ) .Eksoglosik adalah Negara yang mempunyai bahasa resmi bukan dari pribumi.
Berdasarkan dari Sumber Moeliono dalam Chaer & Agustina, pembagian Negara berdasarkan tipe endoglosik, eksoglosik-endoglosik dan eksoglosik terletak pada bagan di bawah ini,
Negara Tipe Endoglosik
No
Negara
Bahasa Nasional
Bahasa Resmi Kenegaraan
Bahasa Resmi Kedaerahan
1
Indonesia
Indonesia
Indonesia
-
2
Malaysia
Malaysia
Malaysia
-
3
Thailand
-
Thai
-
4
Belgia
-
Belanda & Prancis
-
5
R.R Cina
Putunghua
Putunghua (2)
-


Keterangan:
1.    Antara tahun 1957, tahun proklamasi kemerdekaan persekutuan Tanah Melayu, sampai tahun 1967 bahasa Melayu dan bahasa Inggris kedua-duanya merupakan bahasa resmi di Malaysia. Sejak tahun 1967 hanya bahasa Malaysia yang menjadi bahasa resmi.
2.    Putunghua (atau pu-tung-hua)’bahasa bersama’ adalah bahasa nasional Cina sejak tahun 1955. Di Taiwan disebut Guoyu ‘bahasa nasional’ Putunghua berdasar pada bahasa-bahasa Cina Utara dan bahasa Cina dialek kota Beijing.

Negara Tipe Eksoglosik-Endoglosik
No
Negara
Bahasa Nasional
Bahasa Resmi Kenegaraan
Bahasa Resmi Kedaerahan
1
Filipina
Pilipino 1
Pilipino, Inggris & Spanyol 2
-
2
India
Hindi
Hindi & Inggris
(sebelas bahasa berdasarkan konstituasi, a.l. Telugu, Tamil, dan Benggali)
3
Singapura
Melayu
Melayu, Mandarin, Tamil, Inggris
-
4
Tanzania
Swahili
Swahili, Inggris
-
5
Ethiopia
Amhar
Amhar, Inggris
-
Keterangan:
1.    Antara tahun 1946-1972 nama bahasa nasional Filipina adalah Pilipino (dengan huruf P) yang berdasarkan bahasa Tagalog lalu setelah itu diubah menjadi Filipino (dengan huruf F) yang akan diusahakan berdasarkan unsur semua bahasa daerah yang ada di Filipina.
2.    Bahasa Spanyol di Filipina hanya menjadi bahasa resmi antara tahun 1946 sampai 1972, setelah itu tidak lagi.



Negara Tipe Eksoglosik
No
Negara
Bahasa Nasional
Bahasa Resmi Kenegaraan
Bahasa Resmi Kedaerahan
1
Somalia
Somalia
Inggris
-
2
Haiti
Arab
Italia
-
3
Senegal
Kreol
Prancis
-
4
Liberia
-
Inggris
-
5
Mauritania
Arab
Prancis
-
6
Sudan
Arab
Inggris (lalu diganti Arab)
-
7
Papua Nugini
Tok Pisin, Hiri Mott
Ingggris
-
8
Nigeria
-
Inggris
Hausa
9
Ghana
Prancis
Inggris

10
R.R Kongo
-
Prancis
Kituba, Luba, Lingala, Swahili
Moeliono (1983) dalam Abdul Chaer & Leonie Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal (PT Rineka Cipta: Jakarta, 2004), h. 180-181.

            Pembahahasan secara rinci fakta di Indonesia mempunyai tiga buah bahasa, yaitu bahasa nasional, bahasa daerah tidak, dan bahasa asing. Jauh sebelum kebijaksanaan bahasa diambil untuk menetapkan fungsi ketiga bahasa itu, para pemimpin perjuangan Indonesia berdasarkan kenyataan bahwa bahasa Melayu telah sejak berabad-abad yang lalu telah digunakan secara luas sebagai lingua franca di seluruh Nusantara dan sistemnya cukup sederhana, telah menetapkan dan mengangkat bahasa Melayu itu menjadi bahasa persatuan untuk seluruh Indonesia dan memberinya nama Bahasa Indonesia.
            Proses pengangkatan kebijakan bahasa sudah terjadi sejak peristiwa pengangkatan bahasa Indonesia yang terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam satu ikrar yang disebut Sumpah pemuda itu tidak pernah menimbulkan protes atau reaksi negatif dari suku-suku bangsa lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebih banyak.
                        Dalam Risalah Simposium Moeliono, berdasarkan fakta di    Indonesia, ada beratus-ratus bahasa dan dialek suku etnis. Hingga      kini tidak ada pihak yang tahu jumlahnya dengan pasti. Dugaan para ahli berkisar antara 550 dan 700 bahasa. Makin ke timur makin banyak jumlah bahasa dengan penutur yang makin kecil. Ada empat belas bahasa daerah dengan jumlah penutur di atas satu juta: bahasa Jawa (75), Sunda (27), Madura (9), Minang (6,5), Bugis (3,6) Bali (3,0) Aceh (2,4), Banjar (2,1) Sasak (2,1) Batak Toba (2,0) Makassar (1,6), Lampung (1,5), Batak Dairi (1,2), Rejang (1,0).[6]

            Berdasarkan jumlah keragaman suku-suku di Indonesia di atas maka untuk menyatukannya dilakukan penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 pun tidak menimbulkan masalah. Oleh karena itu, para pengambil keputusan dalam menentukan kebijaksanaan bahasa yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dapat melakukannya dengan mulus. Bahasa Indonesia telah ditetapkan sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, sebagai lambang kebanggaan nasional, dan sebagai alat komunikasi nasional kenegaraan atau intrabangsa. Hal seperti ini telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar, Pasal 36, tentang bahasa Negara, atau Undang-Undang Nomor 24, Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

C.  Perencanaan Bahasa
Perencanaan bahasa merupakan kegiatan yang harus dilakukan setelah melakukan kebijaksanaan bahasa. Perencanaan bahasa disusun berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam kebijaksanaan bahasa. Siapa pun sebenarnya dapat menjadi pelaku perencanaan, dalam arti peseorangan maupun lembaga pemerintahan atau lembaga swasta. Dalam sejarahnya, tampaknya yang banyak menjadi pelaku perencanaan ini adalah lembaga kebahasaan, baik yang merupakan instansi pemerintahan maupun bukan.

1.    Bidang-bidang Kajian Perencanaan Bahasa

Suatu bentuk perencanaan bahasa tentunya harus diikuti dengan langkah-langkah pelaksanaan, ada tiga dimensi langkah-langkah perencanaan bahasa yang meliputi, corpus planning, status planning, dan acquisition planning. Penjelasan mengenai ketiga dimensi tersebut adalah sebagai berikut.

a.    Corpus Planning

Corpus planning mengacu pada intervensi terhadap suatu bahasa. Hal ini mungkin diperoleh dengan cara menciptakan kosakata baru, memodifikasi yang lama, atau menyeleksi bentuk-bentuk alternatif. Corpus planning bertujuan untuk mengembangkan sumber-sumber suatu bahasa, sehingga bahasa tersebut dapat menjadi media yang tepat untuk suatu komunikasi untuk suatu bentuk dan topik wacana yang baru, dengan dilengkapi dengan istilah-istilah yang diperlukan untuk suatu urusan adminsitrasi, pendidikan, dan lain-lain.
Corpus planning seringkali berhubungan dengan standardisasi sebuah bahasa yang meliputi persiapan untuk sebuah ortografi, tatabahasa, dan kamus yang normatif sebagai panduan bagi penulis dan pembicara dalam suatu komunitas bahasa. Usaha dalam pemurnian bahasa dan penghilangan kosakata asing dalam suatu bahasa juga termasuk dalam corpus planning, seperti juga pembaruan pelafalan dan pengenalan sistem tulisan yang baru. Untuk bahasa-bahasa yang sebelumnya tidak memiliki bahasa tulis, langkah pertama yang harus diambil dalam corpus planning adalah pengembangan sistem penulisan.

b.    Status Planning

Status planning mengacu pada usaha-usaha untuk mempengaruhi pengalokasian fungsi-fungsi suatu bahasa di dalam suatu komunitas bahasa. Biasanya pengalokasian fungsi-fungsi bahasa tersebut terjadi secara spontan, tetapi tentu saja ada beberapa yang terjadi sebagai hasil dari sebuah perencanaan. Beberapa usaha yang termasuk ke dalam status planning, misalnya pemilihan status, pembuatan sebuah bahasa yang khusus, menentukan berbagai bahasa resmi, bahasa nasional, dan lain-lain. Seringkali usaha ini akan menaikkan derajat sebuah bahasa atau dialek menjadi suatu ragam yang bergengsi dalam suatu persaingan antardialek.
Penentuan status bahasa dalam status planning disesuaikan dengan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa tersebut, misalnya sebagai alat komunikasi masyarakat, sebagai bahasa nasional, dan lain-lain. Daftar fungsi-fungsi bahasa yang cukup terkenal adalah daftar yang dibuat oleh Stewart dalam diskusinya mengenai multibahasa nasional yang meliputi official, provincial, wider communication, international, capital, group, educational, school subject, literary, dan religious.[7]
Menurut Cooper, suatu bahasa dapat dikatakan berfungsi sebagai bahasa resmi (official) jika bahasa tersebut; 1) ditetapkan secara hukum oleh pemerintah sebagai bahasa resmi, 2) dipergunakan oleh suatu pemerintahan untuk aktivitas sehari-harinya, dan 3) dipergunakan oleh pemerintah untuk tujuan simbolis.[8] Secara singkat ketiga hal tersebut secara berurutan dapat dikatakan sebagai bahasa resmi dengan tipe statutory, working simbolyc.
Fungsi provincial menunjukkan bahwa suatu bahasa berfungsi sebagai bahasa resmi dalam tingkat propinsi atau regional. Fungsi bahasa tidak lagi meliputi tingkat nasional, melainkan terbatas hanya pada suatu daerah geografi yang lebih kecil.
Wider communication menunjukkan fungsi sebuah bahasa (selain yang sudah memiliki fungsi official dan provincial) yang dominan sebagai sebuah media komunikasi yang melewati batas-batas bahasa dalam suatu bangsa.
International mengacu pada fungsi suatu bahasa (selain yang sudah memiliki fungsi official dan provincial) sebagai suatu alat komunikasi utama dalam tingkat internasional, misalnya untuk hubungan diplomatik, perdagangan luar negeri, pariwisata, dan lain-lain.
Capital mengacu pada fungsi suatu bahasa (selain yang sudah memiliki fungsi official dan provincial) sebagai suatu alat komunikasi yang umumnya digunakan dalam suatu wilayah ibu kota negara.
Group fungsi suatu bahasa utama sebagai suatu alat komunikasi yang biasa digunakan di antara anggota suatu kebudayaan atau kelompok etnik seperti suku bangsa, kelompok imigran dari luar negeri, dan lain-lain.
Educational mengacu pada fungsi suatu bahasa (selain yang sudah memiliki fungsi official dan provincial) sebagai suatu media pendidikan primer atau sekunder baik dalam tingkat regional maupun nasional.
School subject adalah suatu bahasa (selain yang sudah memiliki fungsi official  dan provincial) yang umumnya diajarkan sebagai suatu mata pelajaran dalam pendidikan tingkat menengah dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Literary adalah penggunaan suatu bahasa yang utama untuk tujuan penulisan ilmiah.
Religious  adalah  penggunaan  suatu  bahasa  yang  utamanya  digunakan   dalam hubungannya dengan suatu ritual atau suatu agama tertentu.

c.    Acquisition Planning

Acquisition planning menitikberatkan pada pengajaran dan pembelajaran bahasa, baik itu bahasa nasional, bahasa kedua atau bahasa asing. Hal ini meliputi usaha-usaha untuk mempengaruhi jumlah pengguna dan distribusi suatu bahasa dan aksaranya yang didapatkan dengan membuat suatu kesempatan dan insentif untuk mempelajari bahasa yang bersangkutan. Acquisition planning berhubungan langsung dengan penyebaran  suatu bahasa. Hal ini biasanya dilakukan oleh suatu badan yang bertanggung jawab terhadap pengembangannya baik dalam tingkat nasional, regional, atau lokal seperti British Council, Alliance Francaise, Goethe Institut, Japan Foundation, dan lain-lain.

2.    Proses Pembakuan Bahasa

Pembakuan atau standardization adalah satu proses yang berlangsung secara bertahap; tidak sekali jadi. Pembakuan adalah juga sikap (attitude) masyarakat terhadap satu ragam bahasa, dan dari psikologi sosial kita mengetahui bahwa sikap masyarakat akan selalu berproses tidak sebentar.
Pada proses standardisasi ada empat tahap yang perlu dilalui, meliputi; a) Pemilihan (selection), b) Kodifikasi (codification), c) Penjabaran fungsi (elaboration of  function), d) Persetujuan (acceptance).[9]

a.     Pemilihan
Satu variasi atau dialek tertentu akan dipilih untuk kemudian dikembangkan menjadi bahasa baku. Ragam atau variasi tersebut bisa berupa satu ragam yang telah ada, misalnya yang dipakai dalam kegiatan-kegiatan politik, sosial atau perdagangan; dan bisa merupakan campuran dari berbagai ragam yang ada. Bisa saja yang dipilih itu adalah ragam yang belum merupakan bahasa pertama bagi masyarakat ujaran di negeri itu. Israel memilih bahasa klasik (clasical Hebrew), seperti halnya Indonesia memilih satu variasi pidgin bahasa Melayu.

b.     Kodifikasi

Memberlakukan suatu kode atau aturan kebahasaan untuk dijadikan norma dalam berbahasa oleh masyarakat sangatlah penting. Kodifikasi ini meliputi; 1) ortografi (ortography), 2) pengucapan atau lafal (pronunciation), 3) tata bahasa (grammar) dan 4) peristilahan (terminology). Badan atau lembaga tertentu biasanya ditunjuk untuk terlaksananya kodifikasi ini. Lembaga ini menyusun kamus, buku tata bahasa dengan berpedoman pada kode atau variasi yang akan digunakan masyarakat, sehingga setiap orang mempunyai acuan aturan bahasa yang benar. Setelah kodifikasi ini dibentuk, maka warga negara yang berpendidikan akan mempelajari atau ingin mempelajari bentuk bahasa yang benar dan menghindari yang tidak benar, walaupun yang tidak benar kadang-kadang ragam bahasanya sendiri.

c.     Penjabaran Fungsi
Apa yang dikodifikasikan itu tidak akan memasyarakat tanpa adanya penjabaran (elaboration) fungsi ragam yang sudah standar itu. Peran pemerintah sangat luar biasa dalam penjabaran fungsi ini. Pemakaian bahasa di parlemen, pengadilan, lembaga- lembaga pemerintah, dokumen-dokumen pemerintah, pendidikan dan berbagai literatur lainnya sangat menunjang proses dimaksud. Demikian pula para pawang, guru, pengarang, wartawan, penyiar dan sebangsanya mempunyai andil penting dalam pemasyarakatan bahasa baku. Pada kenyataannya proses elaborasi fungsi ini akan melibatkan pemasyarakatan hal-hal ekstralinguistik seperti pembiasan format atau bentuk surat, atau dalam penyusunan tes dan lain sebangsanya.

d.     Persetujuan
Ini adalah tahap akhir dalam proses pembakuan bahasa. Pada akhirnya ragam bahasa ini mesti disetujui oleh anggota masyarakat ujaran sebagai bahasa nasional mereka. Kalau sudah sampai pada tahap ini, maka bahasa standar itu mempunyai kekuatan untuk mempersatukan bangsa dan menjadi simbol kemerdekaan negara dan menjadi ciri pembeda dari negara-negara lain. Di Indonesia dengan lahirnya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 dan ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada Pasal 36 UUD 1945 yang berbunyi: Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia, maka semakin kuatlah kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa –sebagai lingua franca yang menjembatani berbagai vernacular di tanah air ini.



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

            Kebijakan bahasa merupakan ketetapan sebuah negara agar terus  berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi intra bangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan gejolak sosial yang dapat mengganggu stabilitas bangsa. Oleh karena itu, kebijakan bahasa dan selanjutnya perencanaan bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut, agar komunikasi kenegaraan dan kebangsaan dapat berlangsung dengan baik. Selain memberi keputusan mengenai status, kedudukan, dan fungsi suatu bahasa, kebijakan bahasa harus pula memberi pengarahan terhadap pengolahan materi bahasa itu yang biasa apakah ingin ditetapkan sebagai bahasa resmi, nasional atau bahasa daerah, seperti pada negara dengan tipe Endoglosik, Eksoglosik-Endoglosik dan Eksoglosik
            Perencanaan bahasa merupakan sebuah bahasa dalam politik kenegaraan. Maka, secara umum dikembangkan sebagai sebuah simbol dari persatuan nasional dan mempunyai fungsi untuk mengidentifikasi sebuah negara dan mempersatukan rakyatnya. Sehingga perencanaan bahasa harus bijak dalam menentukan pilihannya, agar mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi terhadap rakyatnya.



DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaerdar. 1990. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Bickerton dalam Ronald Wardhaugh and Janet M. Fuller. An Introduction                          To Sociolinguistics, Seventh Edition. UK: Blackwell Publishing:                                     2015.
Cooper, Robert L. 1989. Language Planning and Social Change. Cambridge:  Cambridge University Press.
Fromkin, Victoria, Robert Rodman & Nina Hyams. An Introduction to                                   Language, 9th edition  Cengage Learning International Offices:                                 Canada, 2011.

Holmes, Janet. An Introduction to Sociolingustic. New York: Rouledge,       2013.

Moeliono, Anton M. “Kebijakan Bahasa dan Perencanaan Bahasa di                                 Indonesia: Kendala         dan Tantangan”.  Perencanaan Bahasa pada                           Abad Ke-21: Kendala dan Tantangan. Badan Pengembangan                                 dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan                                         Kebudayaan: Jakarta, 2011.


Sneddon, J.N. The Indonesia Language: its History and Role in Modern     Society. Australia: University of South Wales, 2003.












[1] Janet Holmes. An Introduction to Sociolingustic (New York : Rouledge, 2013). H. 102-103
[2] Sneddon, J.N. The Indonesia Language: its History and Role in Modern Society (Australia: University of South Wales, 2003), h. 140-147

[3] Bickerton dalam Ronald Wardhaugh and Janet M. Fuller. An Introduction To       Sociolinguistics, Seventh Edition (UK: Blackwell Publishing: 2015), h. 367-368.
[4] Ronald Wardhaugh and Janet M. Fuller. op.cit., h. 375.
[5] Victoria Fromkin, Robert Rodman & Nina Hyams. An Introduction to Language, 9th edition          (Cengage Learning International Offices: Canada, 2011) h. 442.


[6] Anton M. Moeliono “Kebijakan Bahasa dan Perencanaan Bahasa di Indonesia: Kendala dan Tantangan”.  Perencanaan Bahasa pada Abad Ke-21: Kendala dan Tantangan           (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan             Kebudayaan: Jakarta, 2011) h. 130.
[7] Robert Cooper. Language Planning and Social Change. (Cambridge: Cambridge University Press. 1989). h. 99.
[8] Ibid., h. 112
[9] A. Chaedar Alwasilah. Sosiologi Bahasa. (Bandung: Angkasa. 1990).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar