Minggu, 07 Agustus 2016

PENDIDIKAN INTEGRATIF

BAB I

PENDAHULUAN




A.   Latar Belakang Masalah

Pendidikan yang berkualitas untuk semua anak merupakan tantangan yang paling berat dan sekaligus merupakan isu sangat penting dalam dunia pendidikan. Di Indonesia secara tegas telah dikemukakan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, salah satu tujuan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga dapat diartikan  bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada semuan anak di Indoneisa, termasuk anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang sama dan bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (reguler) dalam memperoleh pendidikan.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan secara inklusif dan integratif. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan peraturan pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.                      
Pendidikan integratif, bertujuan untuk mendidik anak berkebutuhan khusus bersama– sama anak lainnya (reguler) untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki dalam satu lingkup pembelajaran. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak reguler dan anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak reguler untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah (SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat tersebut perlu disiapkan segala sesuatunya.
            Namun, pelaksanaan konsep pendidikan integratif di lapangan masih ditemukan beberapa kendala, terutama oleh pendidik seperti pemahaman pengertian pendidikan integratif, sistem pendidikan integratif, jenis pendidikan integratif, ciri-ciri pendidikan integratif, kelebihan dan kelemahan pendidikan integratif, pendidikan integrative / terpadu diterapkan di tingkat sekolah dasar dalam membangun watak persatuan, dan hambatan pelaksanaan pendidikan integratif.
             Jika pemahaman–pemahaman di atas belum dipahami secara lugas oleh pendidik maka implementasi di lapangan akan menemukan kendala yang berkelanjutan. Oleh karena itu berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis mengkaji secara mendalam terkait “PENDIDIKAN INTEGRATIF”, agar pemahaman pengertian tersebut dapat dipahami secara meluas bagi semua pemangku bidang kependidikan.

B.   Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan tujuan penulisan makalah ini, sebagai berikut.
1.    Mendeskripsikan pengertian pendidikan integratif.
2.    Menjelaskan sistem pendidikan integratif.
3.    Mengklasifikasikan jenis pendidikan integratif.
4.    Mengklasifikasikan ciri-ciri pendidikan integratif.
5.    Mengklasifikasikan kelebihan dan kelemahan pendidikan integratif.
6.    Menjelaskan pentingnya pendidikan integratif/terpadu diterapkan di tingkat sekolah dasar dalam membangun watak persatuan.

7.    Menjelaskan hambatan pelaksanaan pendidikan integratif.



BAB II
PEMBAHASAN



A.   Pengertian Pendidikan Intergratif

Istilah integratif berasal dari bahasa Inggris integrate yang dapat diartikan mengintegratifkan, menyatupadukan, menggabungkan, mempersatukan. Berdasarkan pengertian istilah  tersebut, maka pendidikan integratif di Indonesia dikenal dengan pendidikan terpadu. Sekalipun ada tiga bentuk keterpaduan yang dapat ditemukan di Indonesia, yaitu keterpaduan antara berbagai jenis keluarbiasaan, keterpaduan antara anak luar biasa dengan anak normal, dan keterpaduan tersamar (sejumlah anak luar biasa yang berada di sekolah-sekolah umum, tetapi tidak memperoleh layanan pendidikan yang layak).[1] Pendidikan integratif merupakan model lain bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), dimana pendidikan penyandang cacat diintegrasikan bersama anak normal disekolah regular.[2] Pendidikan integratif merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan bagi ABK untuk mendapatkan pembelajaran dengan ruang lingkup pembelajaran yang sama dengan anak normal.
Pendidikan integratif di Indonesia muncul atas dasar beberapa pemikiran: pertama, pada saat itu ABK masih menyebar di daerah-daerah sampai di pedesaan seluruh pelosok tanah air, sedangkan SLB yang ada hanya di kota-kota tertentu dan hanya dapat menampung sebagian kecil ABK, sehingga relatif masih kecil dibandingkan dengan populasi ABK. Akibatnya belum banyak ABK yang menikmati pendidikan. Kedua, sarana dan prasarana yang ada masih terbatas, belum memungkinkan penyediaan SLB yang dapat menampung dan menangani seluruh ABK. Ketiga, melalui system pendidikan integratif, diperkirakan akan mampu memberikan pelayanan pendidikan terhadap ABK dengan biaya yang relatif tidak terlalu mahal. Keempat, melalui sistem integratif, ABK akan berintegratif dengan anak-anak pada umumnya, sehingga dapat menghilangkan rasa rendah dirinya dan sikap pesimistisnya. Diharapkan tumbuh rasa kepercayaan dan keyakinan pada dirinya sendiri bahwa ia mampu belajar bersama-sama dengan teman lainnya dan ia mampu menjadi warga negara yang produktif. Kelima, melalui pendidikan integratif, pengertian masyarakat terhadap ABK tidak menimbulkan perkiraan yang salah bahwa ABK tidak mungkin dapat berproduksi, sehingga hanya menjadi beban masyarakat. Diharapkan pula agar para orang tua ABK akan senantiasa optimis terhadap pelayanan pendidikannya.
Selanjutnya Mulyono Abdurahman mengemukakan bahwa pendidikan integratif paling sedikit harus memenuhi 4 (empat) kriteria, yaitu: (1) mengintegratifkan peserta didik luar biasa (penyandang ketunaan maupun yang memiliki keunggulan) dengan peserta didik normal dalam suatu lingkungan belajar, mencakup suatu komitmen dari integratif lokasi hingga integratif penuh; (2) mengintegratifkan dan mengoptimalkan pengembangan potensi yang mencakup kognitif, afektif, psikomotor dan interaktif; (3) mengintegratifkan hakikat manusia sebagai makhluk sosial ke dalam suatu bentuk strategi pembelajaran; (4) mengintegratifkan apa yang dipelajari peserta didik saat ini dengan tugas yang harus diemban di masa mendatang.[3] Selain itu dalam melaksanakan program pendidikan integratif suasana kompetitif yang biasa mendominasi pendidikan kita harus diubah terlebih dahulu menjadi kooperatif. Dengan demikian, peserta didik yang berkelainan dan tergolong menyandang ketunaan diharapkan dapat lebih mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya.


B.   Sistem Pendidikan Integratif / Terpadu

Menurut keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992, pendidikan integratif merupakan program pendidikan bagi anak berkelainan yang diselenggarakan bersama-sama anak normal di jalur pendidikan sekolah. Melalui program pendidikan integratif tersebut, para peserta didik dimungkinkan untuk: (1) saling menyesuaikan diri; (2) saling belajar tentang sikap, perilaku dan keterampilan; (3) saling berimitasi dan mengidentifikasi; (4) menghilangkan sifat menyendiri; (5) menimbulkan sikap saling percaya; (6) meningkatkan motivasi untuk belajar; (7) meningkatkan harkat dan harga diri.
Sehingga dapat diartikan bahwa konsep dari sistem pendidikan integratif terfokus pada persoalan menyatukan atau menggabungkan antara pendidikan luar biasa dengan pendidikan reguler. Konsep pendidikan integratif berorientasi mengubah anak untuk menyesuaikan sistem yang ada. Berbeda dengan pendidikan inklusif yang berorientasi pada perubahan sistem untuk mengakomodasi anak dalam segala keadaan.
Integratif merupakan proses menuju  inklusi. Seperti menuju bentuk yang sekarang ini, inklusi berkembang melalui tahapan-tahapan. Meskipun masih dalam proses mencari, khususnya negara yang paling banyak mengembangkan yaitu Norwegia, perkembangan inklusi terus digalakkan dan dioptimalkan dengan bekerjasama penuh antara pemerintah, sekolah, masyarakat dan pihak-pihak terkait.[4]
Menurut David persamaan pendidikan integrasi dan pendidikan inklusi meliputi:
1.    Integratif dan inklusi merupakan pendekatan yang berusaha menempatkan anak dalam keterbatasan lingkungan seminimal mungkin (The least restricted environment).
2.    Integrasi dan inklusif memandang anak luar biasa bukan karena kecacatannya, melainkan menganggap mereka sebagai anak yang memiliki kebutuhan khusus.
3.    Integrasi dan inklusif lebih mementingkan pembauran bersama-sama anak lain seusianya dalam sekolah regular.
4.    Integratif dan inklusif menuntut pendidikan melalui pembelajaran individual. Proses belajar lebih bersifat kebersamaan dari pada persaingan.[5]

C.   Jenis Pendidikan Intergratif / Terpadu
Adapun jenis program pendidikan integratif untuk Anak Berkebutuhan Khusus pada dasarnya ada tiga, yaitu: integratif lokasi fisik, integratif dalam aspek sosial, dan  integratif fungsional atau integratif penuh.

1.    Integratif lokasi fisik
Penyelenggaraan integratif lokasi fisik menekankan bahwa ABK mendapatkan pelayanan khusus dalam kelas / sekolah khusus dengan kurikulum PLB tetapi lokasi gedung berada dalam satu areal dengan sekolah umum,  atau dengan perkataan lain SLB dan sekolah biasa menempati suatu lokasi yang sama, akan tetapi kurikulum dan program pendidikannnya berbeda, sehingga kontak antara ABK dan anak normal tidak diatur dan tidak dilakukan dengan suatu program tertentu. Namun kontak antara anak normal dengan ABK dapat ditingkatkan dengan membuat perencanaan yang baik dan matang, baik dalam penampungan maupun dalam penempatan ABK tersebut, sehingga keterpaduan dapat berjalan lebih efektif.

2.    Integratif dalam aspek sosial
Integratif dalam aspek sosial dimaksudkan bahwa tidak semua kegiatan dalam proses belajar mengajar melibatkan ABK, mereka dilibatkan dalam kegiatan tertentu saja, misalnya dalam kegiatan bermain, berolah raga, bernyanyi, makan, rekreasi dan sebagainya, sehingga dari segi kurikulum sebagian menggunakan kurikulum SLB dan sebagian lagi menggunakan kurikulum sekolah umum. Hal ini terjadi mengingat pertimbangan kondisi dan kemampuan ABK. Oleh karena itu program pendidikan ini sering juga dikategorikan sebagai program pendidikan integratif sebagian.

3.    Integratif fungsional atau integratif penuh
Di dalam program ini termasuk integratif lokasi dan sosial, di mana ABK  dan normal mengarah pada aktivitas bersama dalam seluruh kegiatan atau proses belajar mengajar. Artinya mereka menggunakan kurikulum yang sama, guru dan kelas yang sama pula. Integratif jenis ini sering disebut sebagai integratif penuh. Dalam hal-hal tertentu ABK mendapat bimbingan apabila mendapat kesulitan yang berkaitan dengan kecacatannya, seperti membaca, menulis Braille, pemahaman geometri bagi anak tunanetra, bimbingan komunikasi total atau bahasa isyarat bagi anak tunarungu, bina bicara dan fisio terapi bagi anak tunadaksa dan sebagainya.

Program pendidikan integratif fungsional merupakan bentuk pengintegratifan yang paling mendekati kewajaran, di mana ABK dan anak normal dengan usia sebaya secara bersama-sama menjadi murid pada satu sekolah biasa (reguler) dengan full time dan full kegiatan dari kegiatan sekolah dan mereka secara bersama pula mendapat pelayanan yang sama dari guru kelas yang bersangkutan tanpa dibeda-bedakan. Sekolah biasa yang digunakan untuk menyelenggarakan program pendidikan integratif fungsional atau integratif penuh dituntut mampu memberikan pelayanan secara menyeluruh. Untuk itu perlu disusun perencanaan kelas maupun program pembelajaran secara teliti dan memperhatikan kemampuan anak masing-masing, sehingga anak dapat belajar dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA



 A. C. H Munawir Yusuf, Salim dan Munzayanah, Model Pendidikan Inklusi di Indonesia dan Implementasinya di Propinsi Jawa Tengah. Laporan Seminar Nasional, Surakarta: PPRR, LPPM, UNS. 2003

Abdurrahman, Mulyono. Implikasi Pendidikan Inklusi Dalam Penyiapan dan Pembinaan Tenaga Kependidikan, Jurnal Rehabilitasi Remidiasi. 2006.

Smith, J. David. Inklusi, Sekolah Ramah Anak. Edisi terjemahan oleh : M. Sugiarmin, MIF. Baihaqi. Bandung: Nuansa. 2006

Sunardi. “Pendekatan Inklusif Implikasi Managerialnya” Jurnal Rehabilitas Remidiasi. 2003.



[1]  Sunardi, “Pendekatan Inklusif Implikasi Managerialnya” Jurnal Rehabilitas Remidiasi.  
   (2003), hlm. 110
[2]  Salim, A. C.H, Munawir Yusuf dan Munzayanah, Model Pendidikan Inklusi di Indonesia dan
   Implementasinya di Propinsi Jawa Tengah. (Laporan Seminar Nasional, Surakarta: PPRR,
   LPPM, UNS. 2003), hlm. 10

[3]  Mulyono Abdurrahman. Implikasi Pendidikan Inklusi Dalam Penyiapan dan Pembinaan
  Tenaga Kependidikan, Jurnal Rehabilitasi Remidiasi. (2006), hlm. 7

[4]  Smith, J. David. Inklusi, Sekolah Ramah Anak. (Edisi terjemahan oleh : M. Sugiarmin, MIF.
   Baihaqi. Bandung: Nuansa. 2006), hlm. 222

[5]  Ibid., hlm. 223

Tidak ada komentar:

Posting Komentar