Minggu, 07 Agustus 2016

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
            Pengembangan instrumen penelitian merupakan  suatu penentuan sampai berapa jauh sesuatu berharga, bermutu, atau bernilai instrumen penelitian tersebut. Pengembangan memusatkan perhatian pada produk atau efek yang dihasilkan oleh siswa, sesuai dengan semua tujuan intruksional yang seharusnya dicapai.
            Dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan instrumen penelitian belajar sangat penting dan ikut menentukan mutu belajar ketika alat instrumen disusun atau diciptakan, misalnya sebuah daftar observasi, suatu pedoman interview, dan suatu naskah tes: pilihan ganda, esai, isian singkat dan menjodohkan.
            Kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan keberhasilan siswa, pengembangan instrumen memegang peranan penting. Melalui pengembangan instrumen guru atau peneliti dapat menentukan apakah siswa yang diajarnya sudah memiliki kompetensi yang telah dikembangkan sesuai dengan peningkatan kompetensi secara bertahap.
            Pengembangan instrumen mempunyai beberapa tahapan seperti menentukan konstruk, variabel, karakteristik jenis pengukuran, jenis instrumen pengukuran, validitas dan reabilitas dalam mengukur penilaian  instrumen.
            Dengan demikian makalah ini membahas tentang bagaimana pengembangan instrumen itu dibentuk, yang dimulai dari tahapan  menentukan konstruk, variabel, karakteristik jenis pengukuran, jenis instrumen pengukuran, validitas dan reabilitas
B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.    Bagaimana menentukan kostruk?
2.    Bagaimana menetapkan variabel?
3.    Apa saja karakteristik instrumen pengukuran?
4.    Bagaimana menentukan valditas dan reabilitas?








BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konstruk
            Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus membangun sebuah konstruk yang dapat diamati dan diukur. Contohnya jika ingin meneliti tingkat kecerdasan maka kecerdasan hanya terletak pada sebuah konstruk dan belum dapat diukur, agar bisa konstruk bisa diukur maka kecerdasan tersebut dibatasi  menjadi kecerdasan diatas rata-rata yang memperoleh IQ diatas 120 sehingga dapat dibatasi dan diukur, maka disebut konstruk. Ketika konstruk tersebut sudah jelas dan dapat dilakukan dalam sebuah penelitian, maka bisa disebut sebagai variabel
            Selanjutnya, letak konstruk dalam penelitian menurut Creswell,

                        Perbedaan konstruk dan variabel menurut Creswell, misalnya dalam atribut seperti "sosialisasi," tidak dapat diukur karena   mereka terlalu abstrak. Beberapa karakteristik, seperti "apakah anak-anak terlibat dalam berpikir dalam kelas, "tidak dapat dibedakan. Tentu semua anak   berpikir;  bagaimana perbedaan cara  mereka   berpikir dibuat secara spesifik yaitu kemampuan berpikir siswa dalam menulis.
                        Sebuah konstruk adalah atribut atau karakteristik diungkapkan dalam cara yang umum atau abstrak; sedangkan variabel adalah atribut atau karakteristik secara spesifik, dan dapat diteliti. Misalnya, prestasi siswa adalah konstruk, sedangkan yang lebih spesifik rata-rata kelas adalah variabel. Kecenderungan        dalam penelitian pendidikan adalah dengan menggunakan istilah variabel daripada konstruk dalam menulis laporan tujuan, pertanyaan penelitian, dan hipotesis. [1]



            Selanjutnya, pengertian konstruk menurut Lorraine R. Gay et. all.,
           
                        Konstruk merupakan sebuah abstrasi yang tidak dapat diamati secara langsung; konstruk adalah sebuah konsep yang diciptakan untuk menjelaskan perilaku behaviour.    Contoh konstruk dalam bidang pendidikan seperti inteligensi, kepribadian, keaktifan guru, kreatifitas, kemampuan, prestasi dan motivasi. Konstruk agar bisa diamati dan diukur  harus didefinisikan  proses pengoperasiannya.
                        Selain itu, untuk mengukur konstruk, perlu mengidentifikasi nilai-nilai yang dapat mengasumsikan. Misalnya, konstruk "kepribadian" dapat dibuat terukur dengan mendefinisikan dua tipe kepribadian, introvert dan ekstrovert, yang diukur dengan nilai pada kuesioner 30-item, skor tinggi menunjukkan kepribadian yang lebih introvert dan skor rendah menunjukkan lebih ekstrovert kepribadian. Demikian pula, konstruk "efektivitas guru" dapat didefinisikan secara operasional dengan mengamati guru dalam pengajaran dan menilai efektivitas berdasarkan empat tingkatan: tidak memuaskan, marjinal, memadai, dan sangat baik. Ketika konstruk secara operasional ditetapkan, konstruk menjadi variabel.[2]

Kemudian dalam buku Understanding the Introduction Sections of Research Reports Clark & Creswell memberi contoh bahwa menentukan konstruk dalam penelitian prestasi akademik dan kesehatan mental. Peneliti kuantitatif harus menelaahnya secara spesifik variabel-variabel yang dibangun agar konstruk  sesuai dengan indikator dan dapat diukur.[3]
Berdasarkan teori-teori para pakar di atas, maka dapat disimpukan bahwa konstruk merupakan tahapan dalam spesifikasi konsep agar bisa diukur yang sesuai dengan teori yang dibangun. Ketika konstruk tersebut telah terukur dan dapat ditelaah maka dalam istilah penelitian “konstruk”  bisa dikatakan sebuah variabel.
B.    Variabel
            Dalam melakukan sebuah peneitian di tahap awal, penetapan variabel sangat perlu dicermati, sehingga maksud dan tujuan penelitian itu jelas dan terukur. Variabel yang baik harus didukung teori yang memadai sehingga ketepatan informasi yang diambil dari subjek bisa sedetail mungkin, sehingga mampu memberikan data dalam menguji  hipotesis.
            Pengertian variabel  menurut Lorraine R. Gay et. all., Variabel harus mampu mengambil setidaknya dua nilai atau skor, misanya dalam hal gender, etnis, status sosial ekonomi, nilai tes, usia, dan pengalaman mengajar guru.[4]  Sejalan dengan Sugiyono, variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.[5]
            Selanjutnya, pengertian variabel dalam menurut Creswell.

            Variabel adalah karakteristik atau atribut dari individu atau organisasi dimana (a) peneliti dapat mengukur atau mengamati dan (b) membedakan antara individu-individu atau organisasi. Variable  merupakan ide kunci dimana peneliti berusaha untuk mengumpulkan informasi yang sesuai tujuan penelitian mereka.[6]

            Creswell menetapkan bagaimana proses pembentukan variabel seperti gambar di bawah ini.[7]
Berdasarkan gambar di atas, maka penentuan variabel dari sisi kanan harus bisa diukur, diamati dan direkam dari hasil data instrumen. Kemudian dari sisi kiri, harus  mendapatkan  skor yang berbeda dari masing-masing individual yang berbeda pula. 
            Berdasarkan teori-teori variabel di atas maka dapat disimpulkan, variabel mempunyai ciri-ciri:  mempunyai nilai yang bervariasi, membedakan satu objek dengan objek lainnya, dan dapat diukur, direkam dan diobservasi data sampelnya.
1. Jenis-jenis Variabel
            Menurut Gay, variabel terdiri dari Variabel Nominal, Variabel  Ordinal, Variabel Skala, Variabel Interval, Variabel Rasio, Variabel Terikat (Dependent Variabel), Variabel Bebas (Independent Variabel).


a.    Variabel Nominal juga disebut sebagai variabel kategoris karena nilai termasuk dua atau lebih kategori  Misalnya, kategori "laki-laki" dapat diwakili oleh nomor 1 dan "perempuan" dengan jumlah 2. Sangat penting untuk memahami bahwa penomoran seperti variabel nominal tidak menunjukkan bahwa satu kategori lebih tinggi atau lebih baik daripada yang lain.

b.    Variable Ordinal, tidak hanya mengklasifikasikan orang atau benda, tetapi juga peringkat mereka. Dengan kata lain, ordinal merupakan nilai-nilai peringkat dalam urutan dari tertinggi ke terendah. Misalnya, jika 50 siswa ditempatkan ke dalam lima kelompok membaca terdiri dari masing-masing 10 orang. Kelompok ke-1 merupakan kelompok dengan kemampuan membaca tertinggi, dan kelompok ke-5 dengan kemampuan membaca terendah.

c.    Variabel Interval memiliki semua karakteristik dari variabel nominal dan ordinal, tetapi nilai-nilainya juga mewakili interval yang sama. Skor pada tes yang digunakan dalam penelitian pendidikan, seperti prestasi, aptitude tes, motivasi, dan sikap tes, diperlakukan sebagai variabel interval. Ketika variabel memiliki interval yang sama, diasumsikan bahwa perbedaan antara skor 30 dan skor 40 pada dasarnya sama dengan perbedaan antara nilai 50 dan skor 60, dan perbedaan antara 81 dan 82.

d.    Variabel Rasio terletak dalam tiga variabel sebelumnya mempunyai arti dalam skala pengukuran sehingga nilai nol mempunyai arti. Nilai nol dalam mengukur tinggi, berat, waktu, jarak, dan kecepatan mempunyai  arti.

e.    Variabel Terikat (Dependent Variabel) penelitian eksperimental adalah variabel dihipotesiskan tergantung pada atau disebabkan oleh variabel independen. Contoh pertanyaan,  Apakah ada pengaruh penguatan reinforcement   yang diberikan pada sikap siswa terhadap sekolah?. Sikap merupakan variabel terikat.

f.     Variabel Bebas (Independent Variabel) memberikan pengaruh terhadap variabel terikat dalam menguji hipotesis, selain itu variabel bebas bisa juga disebut variabel kriteria, pengaruh, hasil, atau hasil post-tes) dalam penelitian eksperimental.[8]


Menurut Widoyoko, perbedaan variabel Nominal, Ordinal, Interval dan Rasio dideskripsikan dalam tabel di bawah ini.[9]
NAMA VARIABEL
ATRIBUT VARIASI
Beda
Tingkat
Jarak
Perbandingan
Nominal
V
-
-
-
Ordinal
V
v
-
-
Interval
V
v
v
-
Rasio
V
v
v
V

            Selain variabel di atas, menurut Creswel yaitu Variabel Terukur (Measured Variabel), Variabel Moderator, Variabel Antara (Intervening Variabel), dan Variabel Kontrol (Control Variabel).
a.    Variabel Terukur (Measured Variabel)adalah variabel independen yang diukur atau diamati oleh peneliti dan terdiri dari berbagai skor terus menerus atau kategoris. Sebagai contoh, perhatikan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana kemampuan matematika infl prestasi pengaruh pada kuis akhir di kelas?

b.    Variabel Moderator merupakan variabel yang memperkuat atau memperlemah pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang dibangun oleh peneliti dengan mengambil satu kali variabel lain untuk menentukan dampak gabungan dari kedua variabel bersama-sama. Dampak ini disebut efek interaksi. Efek interaksi adalah salah satu bentuk khusus dari variabel independen.

c.    Variabel Antara (Intervening Variabel) adalah atribut atau karakteristik yang "berdiri di antara" variabel independen dan dependen, dan pengaruh pada variabel dependen terlepas dari variabel independen. Intervensi variabel mengirimkan (atau menengahi) efek dari variabel independen terhadap variabel dependen.

d.     Variabel Kontrol (Control Variabel) variabel yang dibatasi atau     dikendalikan pengaruhnya sehingga tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel yang diteliti. Dengan kata lain, agar tidak terganggu variabel inti daam penelitian, maka peneliti perlu menetapkan variabel kontrol  agar tidak mempengaruhi variabel bebas yang diteliti.


            Jenis-jenis variabel selanjutnya yaitu berdasarkan perlu tidaknya pembakuan instrument untuk mengumpukan data.  Menurut Purwanto variabel dapat dibedakan antara variabel faktual dan konseptual. 
a.    Variabel Faktual, merupakan variabel yang terdapat didalam faktanya. Contoh variabel faktual antara lain: jenis kelamin, agama, pendidikan, usia, asal sekolah, dan pekerjaan. Instrumen untuk mengumpulkan data variabel factual tidak perlu dibakukan. Tidak perlu dilakukan uji validitas dan reabilitas.
b.    Variabel Konseptual, merupakan variabel yang tidak terlihat dalam fakta tetapi tersembunyi dalam konsep. Variabel konsep hanya diketahui berdasarkan indikator yang tampak. Contoh variabel konsep antara lain: prestasi belajar, minat, kecerdasan, bakat, kenerja, konsep diri, dan sebagainya. Karena tersembunyi dalam konsep, maka keakuratan data dari variabel konsep tergantung pada keakuratan indikator dari konsep-konsep yang dikembangkan oleh peneliti.[10]

C. KARATERISTIK INSTRUMEN PENELITIAN
Pada prinsipnya melakukan sebuah penelitian sama dengan melakukan sebuah pengukuran, oleh karenanya dalam melakukan penelitian harus memiliki alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya diartikan sebagai instrumen  penelitian. Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Menurut Suharsimi Arikunto, instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis.[11] Dalam penelitian kuantitaif, peneliti akan menggunakan instrumen untuk mengumpulkan data. Instrumen dalam penelitian kuantitaif dapat berupa tes, pedoman wawancara, pedoman observasi, dan kuesioner[12], sedangkan dalam penelitian kualitatif penelitikan lebih banyak menjadi instrumen, karena dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen kunci (key instruments).
Dalam proses penelitian kuantitaif, jumlah instrumen yang digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti tergantung pada jumlah variabel penelitian yang telah ditetapkan. Misalnya pada penelitian berjudul “Hubungan antara kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan tenses bahasa Inggris dengan keterampilan menulis eksposisi bahasa Inggris”. Dalam hal ini ada tiga instrumen yang perlu dibuat, yaitu :
1.    Instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif
2.    Instrumen untuk mengukur penguasaan tenses bahasa Inggris
3.    Instrumen untuk mengukur keterampilan menulis eksposisi bahasa Inggis.

Prinsip dasar dari penyusunan instrumen penelitian kuantitaif ada pada variabel penelitian yang sudah ditetapkan untuk diteliti dan setelah melalui beberapa tahapan, yang meliputi: 1) mengkaji teori atau konsep yang bertalian dengan masing-masing variabel, 2) mengidentifikasi indikator-indikator bagi masing-masing variable, 3) menyusun definisi oprasional, 4) menyususn indikator instrumen, 5) menyusun butir-butir soal lengkap dengan skala pengukurannya, 6) menguji cobakan instrumen, dan 7) melakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen.
Hal ini juga didukung oleh pendapat Djaali yang mengambarkan alur tahapan penyusunan dan pengembangan instrumen sebagai berikut[13] :
Variabel
Teori atau Konsep
Konstruk
Definisi Konseptual
Definisi Operasional
Penetapan Jenis Instrumen
Menyusun Butir Instrumen
 








Untuk dapat menetapkan indikator-indikator dari setiap variabel yang diteliti, maka diperlukan wawasan yang luas dan mendalam tentang variabel yang diteliti, dan teori-teori yang mendukungnya. Penggunaan teori untuk menyusun instrumen harus secermat mungkin agar diperoleh indikator yang valid. Caranya dapat dilakukan dengan membaca berbagai referensi dan mengunakan “matrik pengembangan instrumen” atau kisi-kisi instrumen”.
Dalam penelitian kualitatif, instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.[14] Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah peneltian, pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam berbagai setting, sumber dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah. Bila dilihat dari sumber datanya, dapat menggunakan sumber data primer. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data pada pengumpul data. Kemudian bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), dokumentasi dan gabungan (triangulasi). 




Observasi
Dokumentasi
Teknik Pengumpulan Data Kualitatif
Triangulasi/gabungan
Wawancara
 






Instrumen penelitian merupakan salah satu komponen penting yang diperlukan dalam proses penelitian. Instrument memegang peranan penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas dari instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengukuran data yang ditempuh. Instrument berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika instrument yang digunakan mempunyai kualitas memadai (valid dan realibel) maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan.
D.  JENIS INSTRUMEN DAN PENGUKURAN
1.    Instrumen Tes dan Non Tes
Jenis instrumen dalam penelitian terbagi atas dua jenis yakni instrumen tes dan non tes. Instrumen yang termasuk kelompok tes meliputi tes prestasi belajar, tes intelegensi, tes bakat, dan tes kemampuan akademik, sedangkan tes yang termasuk dalam kelompok non tes meliputi skala sikap, skala penilaian, pedoman observasi, pedoman wawancara, angket, pemeriksaan dokumen.
a.    Tes
Tes dapat diartikan sebagai alat ukur yang digunakan untuk mengukur pengetahuan atau penguasaan obyek ukur terhadap seperangkat konten dan materi tertentu. Menurut Djaali ada empat fungsi tes di dalam dunia pendidikan.[15] Pertama, tes dapat berfungsi sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar siswa. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai siswa setelah menempuh proses belajar-mengajar dalam jangka waktu tertentu. Kedua, tes dapat berfungsi sebagai motivator dalam pembelajaran. Ini diartikan hasil tes dapat dijadikan umpan balik yang positif untuk meningkatkan intensitas kegiatan belajar. Ketiga, tes dapat berfungsi untuk upaya perbaikan kualitas pembelajaran. Dan keempat, tes yang dimaksudkan untuk menentukan berhasil atau tidaknya siswa sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Tes yang digunakan dalam hal ini dikenal dengan istilah tes sumatif (Summative test) yang diartikan sebagai tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan materi pembelajaran sudah selesai diberikan. Kategori bentuk tes dalam Instrumen penelitian meliputi:
1)    Tes kepribadian yaitu tes yang digunakan untuk mengungkap kepribadian seseorang. Yang diukur bisa self-concept, kreativitas, disiplin, kemampuan khusus,dll.
2)    Tes bakat yaitu tes yang digunakan untuk mengukur atau mengetahui bakat seseorang.
3)    Tes intelegensi yaitu tes yang digunakan untuk mengadakan estimasi atau perkiraan terhadap tingkat intelektual seseorang dengan cara memberikan berbagai tugas kepada orang yang akan diukur intelegensinya.
4)    Tes sikap yaitu alat yang digunakan untuk mengadakan pengukuran terhadap berbagai sikap seseorang.
5)    Tes minat yaitu alat untuk menggali minat seseorang terhadap sesuatu.
6)    Tes prestasi yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu.
b.    Non Tes
1)    Pedoman Observasi
Pedoman observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenoma yang dijadikan objek pengamatan. Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu, dengan dilakukan baik secara partisipatif (participant observation) maupun non-partisipasi (non-participant observation). Dimana pada observasi partisipan, observer melibatkan diri ditengah-tengah kegiatan observasi, sedangkan observasi non-partisipasi, observer berada diluar kegiatan, seolah-olah hanya sebagai penonton.
Observasi dapat pula berbentuk observasi eksperimental (experimental observation) dimana observasi dilakukan dalam situasi yang dibuat dan observasi non-experimental (non-experimental observation) adalah observasi yang dilakukan dalam situasi wajar. Diartikan bahwa dalam observasi eksperimental tingkah laku diharapkan muncul karena peserta didik dikenai perlakuan, maka observasi perlu persiapan yang benar-benar matang, sedangkan pada observasi non-eksperimental pelaksanaanya lebih sederhana dan dapat dilakukan secara sepintas.
2)    Pedoman Wawancara
Wawancara dapat diartikan sebagai cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan tanya jawab baik secara lisan, sepihak, behadapan muka, maupun dengan arah dan tujuan yang telah ditentukan. Ada dua jenis wawancara yang dapat digunakan sebagai alat evaluasi yaitu:
v  Wawancara terpimpin (guided interview), wawancara yang dilakukan tersetruktur dan sistematis.
v  Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview), wawancara yang dilakukan dengan sederhana tanpa ada struktur yang diterapkan.
Salah satu kelebihan yang dimiliki wawancara adalah pewawancara sebagai evaluator dapat melakukan kontak langsung dengan responden yang akan dinilai, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.
3)    Angket (Kuesioner)
Angket pada umumnya dipergunakan untuk menilai hasil belajar pada ranah efektif, selain itu bisa digunakan untuk mengungkapkan latar belakang responden. Angket dapat disajikan dalam bentuk pilihan ganda atau bentuk skala sikap, misalnya sekala likert yang banyak digunakan orang untuk meneliti aspek-aspek psikologis dari responden.  Kelemahan dari angket yang mungkin terjadi adalah kemungkinan adanya jawaban yang diberikan dalam angket tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, apalagi pertanyaan dalam angket tidak dirumuskan dengan jelas sehingga dapat membingungkan responden. 
4)    Pemeriksaan Dokumen
Untuk melakukan kegiatan pengukuran seperti kemajuan belajar siswa dapat juga dilakukan dengan tanpa pengujian tetapi dengan cara melakukan pemeriksaan dokumen-dokumen. Pemeriksaan dokumen bisa dapat diperoleh melalui berbagai informasi yang direkam melalui angket yang dilakukan sebelumnya.
Dengan demikian, maka dalam pelaksanaan pengukuran seperti hasil belajar tidak semata-mata dilakukan dengan menggunakan tes, tetapi juga dapat dilakukan dengan menggunakan non-tes terutama terkait masalah kejiwaan, tingkah laku, dan persepsi terhadap guru yang tidak mungkin hanya bisa diukur dengan tes.

2.    Bentuk Skala Pengukuran
Dilihat dari bentuk instrumen dan pernyataan yang dikembangkan dalam instrumen, maka terdapat berbagai bentuk skala yang dapat dipergunakan dalam pengukuran bidang pendidikan yaitu:
a.    Skala Likert
Skala likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang sesuatu gejala atau fenomena pendidikan. Ada dua bentuk pentanyaan yang menggunakan skala likert yakni berbentuk positif untuk mengukur sikap positif dengan pemberian skor 5, 4, 3, 2, dan 1. Sedangkan bentuk pentanyaan negatif untuk sikap negatif diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5 atau -2, -1, 0, 1, 2. Bentuk jawaban skala likert ialah sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. contoh penggunaan skala likert berbentuk pilihan ganda.
1. Kurikulum 2013 akan segera diterapkan di lembaga pendidikan anda?
a. Sangat setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat Setuju

b.    Skala Guttman
Skala Guttman adalah sekala yang menginginkan tipe jawaban tegas, seperti jawaban benar-salah, ya-tidak, penah-tidak pernah, positif-negatif, dan seterusnya. Pada skala guttman hanya ada interval yaitu setuju dan tidak setuju. Selain dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, juga dibuat dalam bentuk daftar checklist. Untuk jawaban positif seperti setuju, benar diberi skor 1 dan untuk jawaban negatif seperti tidak setuju, salah diberi skor 0. contoh penggunaan skala guttman.
1. Bagaimana pendapat anda, bila A menjabat sebagai Kepala Sekolah di sini?
a. Setuju
b. Tidak Setuju

2. Apakah Anda mempunyai Ijazah Sarjana?
a. Tidak
b. Punya

c.    Sematik Differensial
Skala differensial yaitu sekala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda atau checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum di mana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh berupa data interval.  Biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap atau karateristik tertentu yang dimiliki seseorang. Sebagai contoh penggunaan skala sematik differensial ialah menilai gaya kepemimpinan kepala sekolah.

Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
Demokrasi                           5 4 3 2 1        Otoretir
Betanggung Jawab             5 4 3 2 1        Tidak Bertanggung Jawab
Memberi Kepercayaan        5 4 3 2 1        Mendominasi
Menghargai Bawahan         5 4 3 2 1        Tidak Menghargai Bawahan

d.    Rating Scale
Data yang diperoleh rating scale adalah data kuantitatif (berbentuk angka) yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Seperti halnya skala lainnya, dalam rating scale responden akan memilih salah satu jawaban kuantitaif yang telah disediakan. rating scale lebih fleksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi dapat juga digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala status sosial, ekonomi, pengetahauan, kemampuan dan lain-lain. contoh penggunaan rating scale.
No.Item
Pertanyaan tentang tata ruang kelas
Inteval jawaban
1.
2.
3.
Kebersihan ruangan
Sirkulasi udara setiap ruangan
Pencahayaan alam tiap ruangan
4    3    2   1
4    3    2   1
4    3    2   1

D. VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Validitas dan reliabilitas merupakan dua unsur yang tak terpisahkan dari suatu alat ukur. Suatu alat ukur yang telah memenuhi unsur validitas dapat dikatakan bahwa alat ukur tersebut juga memenuhi unsur-unsur reliabilitas. Namun demikian, suatu alat ukur yang telah memenuhi unsur-unsur reliabilitas belum tentu alat ukur tersebut juga memenuhi unsur-unsur validitas. Reliabilitas sendiri belum merupakan kriteria yang cukup untuk menyimpulkan bahwa alat ukur tersebut sudah valid. Kalau reliabilitas mengacu pada konsistensi dari hasil pengukuran, validitas suatu alat ukur mengacu pada sejauh mana hasil pengukurannya dapat menggambarkan kenyataan yang sesungguhnya.
1.    VALIDITAS
Suatu instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut dapat menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran. Sehingga ketepatan validitas pada suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat diartikan bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan yang lain
Konsep pengujian validitas instrument atau tes dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
a.    Validitas Isi (Content validity)
Validiats isi adalah validitas yang melakukan kajian terkait seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan pengajaran. Menurut Gay validitas isi adalah Validitas yang mengacu pada sejauh mana suatu tes dapat mengukur apa yang seharusnya untuk diukur dan memungkinkan interpretasi yang tepat dari skor.[16] Artinya tes mampu mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional dengan hasil interpretasi nilai yang empiris.
Secara teknis pengujian validitas isi dan validitas konstrak dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen, atau matrik pengembangan instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pentanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator. Dengan kisi-kisi instrumen itu maka pengujian validitas dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis. Oleh karena itu, validitas isi suatu tes tidak mempunyai besaran tertentu yang dihitung secara statistika, tetapi dipahami bahwa tes itu sudah valid berdasarkan telaah kisi-kisi tes.
Untuk memperbaiki validitas suatu tes, maka isi suatu tes harus diusahakan agar mencakup semua pokok atau subpokok bahasan yang hendak diukur. Kriteria untuk menentukan proporsi masing-masing pokok atau subpokok bahasan yang tercakup dalam suatu tes ialah banyaknya isi (materi) masing-masing pokok atau subpokok bahasan, yang dapat dilihat dari jumlah halaman isi dan jumlah jam pertemuan untuk masing-masing pokok bahasan atau subpokok bahasan. Seperti tercantum dalam kurikulum atau silabus. Selain itu penentuan proporsi tersebut dapat pula berdasarkan pendapat (judgement) para ahli dalam bidang yang bersangkutan. Jadi, suatu tes akan mempunyai validitas isi yang baik jika tes tersebut terdiri dari item-item yang mewakili semua materi yang hendak diukur.
b.    Validitas Konstruk  (Construct validity)
    Validitas konstruk (Construk Validity) adalah validitas yang melakukan kajian tentang seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa yang benar-benar dimaksudkan hendak diukur sesuai dengan konstruk atau konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan. Untuk menguji validitas konstrak, dapat digunakan pendapat dari ahli (judgment experts). Tentu dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori.  
   Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal seperti instrument untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, d.l.l., maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrument untuk mengukur bakat (tes bakat), intelegensi kecerdasan emosional d.l.l. Untuk menentukan validitas konstruk suatu instrument harus dilakukan proses penelaahaan teoritis terhadap suatu konsep dari variable yang hendak diukur. Penentuan perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variable yang hendak diukur melalui proses analisis dan komparasi yang logis dan cermat.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menjabarkan dimensi dan indikator dari konstruk yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut:
1)    Seberapa jauh indikator tersebut merupakan indikator yang tepat dari konstruk yang telah dirumuskan.
2)    Indikator-indikator dari suatu konstruk harus homogen, konsisten, dan konverbel untuk mengukur konstruk dari variabel yang hendak diukur.
3)     Indikator-indikator tersebut harus lengkap untuk mengukur suatu konstruk secara utuh.

c.    Validitas Eksternal
Validitas eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan antara kriteria yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di lapangan.[17] Pengujian perbandingan ini perlu dilakukan untuk dapat mengetahui hasil yang benar sesuai dengan keadaan sebenarnya. Karena instrumen penelitian yang mempunyai validitas ekternal yang tinggi akan mengakibatkan hasil penelitian mempunyai validitas eksternal yang tinggi pula. Penelitian mempunyai validitas eksternal bila hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada sampel lain dalam populasi yang diteliti.  Misalnya instrumen untuk mengukur kinerja sekelompok pegawai, maka kriteria kinerja pada instrumen itu dapat dibandingkan dengan catatan-catatan di lapangan (empiris) tentang kinerja pegawai yang baik. Bila telah terdapat kesamaan antara kriteria dalam instrumen dengan fakta di lapangan, maka dapat dinyatakan instrumen tersebut mempunyai validitas yang tinggi.

d.     Validitas Prediktif  (Predictive validity)
Validitas alat ukur yang terkait dengan kemampuan memprediksi fenomena di masa mendatang disebut validitas prediktif. Validitas ini mengambarkan sejau mana hasil tes dari suatu alat ukur mempunyai korelasi dengan suatu keberhasilan belajar di masa mendatang. Dengan kata lain, suatu alat ukur yang mempunyai validitas prediktif dapat digunakan untuk memprediksi apakah seseorang akan lebih berhasil atau kurang berhasil dalam belajar sesuatu. Validitas prediktif sangat penting digunakan untuk tes yang ingin mengklasifikasikan atau melakukan pemilihan individu. Bentuk Validitas prediktif  dapat bervariasi tergantung pada sejumlah factor, dalam pendidikan termasuk faktor kurikulum, buku teks yang digunakan, dan lokasi geografis. Dalam menetapkan validitas prediktif tes langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi dan mendefinisikan dengan hati-hati  kriteria atau variable prediksi, yang harus menjadi ukuran valid untuk diprediksi.[18] Dengan dihasilkanya validitas variabel yang valid dan koefisien tinggi, akan menunjukan jika tes memiliki prediksi yang baik.

2.    RELIABILITAS
            Reliabilitas adalah konsistensi dari suatu alat ukur, atau sejauh mana alat ukur tersebut dapat mengukur subjek yang sama dalam waktu yang berbeda namun menunjukkan hasil yang relatif sama. Artinya instrumen dikatakan reliabel bila pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.
            Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest, equivalent, dan gabungan keduannya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu.
a.    Test-retest
Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrumen beberapa kali pada responden. Dalam hal ini bentuk instrumenya sama, respondennya sama, dan waktunya yang berbeda. Reliabilitasnya diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan percobaan yang berikutnya. Bila koefisien positif dan signifikan maka instrumen tersebut dapat dinyatakan reliabel.
b.    Ekuivalen
Pengujian instrumen reliabilitas dengan cara hanya dilakukan dengan sekali uji coba, dengan menggunkan dua instrumen yang berbeda, pada responden yang sama, waktu yang sama. Reliabilitas instrumen ini dihitung dengan cara mengkorelasikan antara data instrumen yang satu dengan data instrumen yang dijadikan equivalent. Bila korelasi positif dan signifikan, maka instrumen dapat dinyatakan reliabel.

c.    Gabungan
Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencobakan dua instrumen yang equivalent itu beberapa kali, kepada responden yang sama. Pengujian ini mengabungkan antara cara pertama dan kedua. Reliabilitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrumen, jika dengan dua kali pengujian dalam waktu yang berbeda, akan dianalisis koefisien reliabilitas. Bila koefisien korelasinya positif dan signifikan, maka dapat dinyatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.

d.    Internal Consistency
Pengujian reliabilitas dengan cara ini, dilakukan dengan cara mencobakan instrumen penelitian sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen. Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan teknik belah dua dari Spearman Brown (Split half), KR-20, KR 21 dan Anova Hoyt.
           


BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
 Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian yang berasal dari tahapan bentuk  konsep, konstruk dan variabel  sesuai dengan kajian teori yang mendalam .
            Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia dan dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk mengumpulkan data variabel-variabel tertentu.
Instrumen penelitian memiliki kualitas yang baik bila memenuhi dua kriteria pokok instrument yaitu validitas dan reliabilitas. Validitas diartikan sejauh mana suatu instrumen melakukan fungsinya atau mengukur apa yang seharusnya diukur. Artinya sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam melakukan fungsinya. Sedangkan Reliabilitas menunjukkan sejauh mana instrumen dapat dipercaya. Makin cocok dengan sekor sesungguhnya makin tinggi reliabilitasnya. Reliabilitas juga merupakan derajat kepercayaan dimana skor yang didapat pada setiap individu relatif konsisten terhadap tes yang dilakukan secara berulang.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.  Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 2000.

Creswell, J.W. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating         Quantitative and Qualitative Reesearch. New Jersey: Pearson    Education, Inc, 2008.

Djaali dan Muljono, Pudji. Pengukuran dalam Bidang pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo, 2008.

Eko Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.Yogyakarta           :Pustaka Pelajar, 2013.
Gay, L. R., Mills, G. E., &Airasian, P. W. Educational research: Competencies for analysis and application, 10th Edition. Boston: Pearson Education. 2013.

Purwanto, Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan: Pengembangan dan Pemanfaatan .Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.

Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan :Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2012.




[1] John.W. Creswell. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating   Quantitative and Qualitative Reesearch, 4th Edition. (New Jersey: Pearson Education, Inc,     2008), h. 114.
[2]  Gay. L.r., Mills. G. E., Airasian. P., Educational Research: Competencies for Analysis and           Applications. Ninth Edition. (New Jersey: Pearson Education, 2009), h. 150.
[3]  Vicki L. Plano Clark & John W. Creswell.,Understanding Research: A Consumer’s Guide.           Second Edition. (New Jersey: Pearson Education, 2015), h. 166.
[4] Gay. L.r., Mills. G. E., Airasian. P, op. cit., h. 16.
[5] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D       (Bandung: Alfabeta, 2010) h. 38.
[6] John.W. Creswell. op. cit., h. 112.
[7] Ibid h.113.
[8] Gay. L.r., Mills. G. E., Airasian. P, op. cit., hh. 151-153.
[9] Eko Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian (Yogyakarta :Pustaka     Pelajar, 2013), h. 12.
[10] Purwanto, Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan: Pengembangan dan Pemanfaatan           (Yogyakarta: Pustaka Pelajar ,2007), h. 9.
[11] Suharsimi Arikunto. Manajemen Penelitian. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 134.
[12] Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: CV.alfabeta, 2009), h. 305
[13] Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan (Jakarta: PT Gramedia  Widiasarana Indonesia, 2008), h. 63.
[14] Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: CV.alfabeta, 2009), hal.305
[15] Djaali dan Pudji Muljono, op. cit., h.. 7
[16] Gay, L. R., Mills, G. E., & Airasian, P. W. op. cit., h. 161.
[17] Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan. op. cit., h. 183.
[18] Gay, L. R., Mills, G. E., & Airasian, P. W. op. cit., h. 163.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar