PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan instrumen penelitian
merupakan suatu penentuan sampai berapa
jauh sesuatu berharga, bermutu, atau bernilai instrumen penelitian tersebut. Pengembangan
memusatkan perhatian pada produk atau efek yang dihasilkan oleh siswa, sesuai
dengan semua tujuan intruksional yang seharusnya dicapai.
Dalam perencanaan dan pelaksanaan
pengembangan instrumen penelitian belajar sangat penting dan ikut menentukan
mutu belajar ketika alat instrumen disusun atau diciptakan, misalnya sebuah
daftar observasi, suatu pedoman interview, dan suatu naskah tes: pilihan ganda,
esai, isian singkat dan menjodohkan.
Kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan
keberhasilan siswa, pengembangan instrumen memegang peranan penting. Melalui pengembangan
instrumen guru atau peneliti dapat menentukan apakah siswa yang diajarnya sudah
memiliki kompetensi yang telah dikembangkan sesuai dengan peningkatan
kompetensi secara bertahap.
Pengembangan instrumen mempunyai
beberapa tahapan seperti menentukan konstruk, variabel, karakteristik jenis
pengukuran, jenis instrumen pengukuran, validitas dan reabilitas dalam mengukur
penilaian instrumen.
Dengan demikian makalah ini membahas
tentang bagaimana pengembangan instrumen itu dibentuk, yang dimulai dari
tahapan menentukan konstruk, variabel,
karakteristik jenis pengukuran, jenis instrumen pengukuran, validitas dan
reabilitas
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana
menentukan kostruk?
2. Bagaimana
menetapkan variabel?
3. Apa
saja karakteristik instrumen pengukuran?
4. Bagaimana
menentukan valditas dan reabilitas?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konstruk
Dalam sebuah
penelitian, seorang peneliti harus membangun sebuah konstruk yang dapat diamati
dan diukur. Contohnya jika ingin meneliti tingkat kecerdasan maka kecerdasan
hanya terletak pada sebuah konstruk dan belum dapat diukur, agar bisa konstruk
bisa diukur maka kecerdasan tersebut dibatasi
menjadi kecerdasan diatas rata-rata yang memperoleh IQ diatas 120
sehingga dapat dibatasi dan diukur, maka disebut konstruk. Ketika konstruk
tersebut sudah jelas dan dapat dilakukan dalam sebuah penelitian, maka bisa
disebut sebagai variabel
Selanjutnya, letak konstruk dalam penelitian menurut
Creswell,
Perbedaan konstruk dan variabel menurut Creswell,
misalnya dalam atribut seperti "sosialisasi," tidak dapat diukur
karena mereka terlalu abstrak. Beberapa karakteristik,
seperti "apakah anak-anak terlibat dalam berpikir dalam kelas, "tidak
dapat dibedakan. Tentu semua anak berpikir;
bagaimana perbedaan cara mereka berpikir
dibuat secara spesifik yaitu kemampuan berpikir siswa dalam menulis.
Sebuah konstruk adalah atribut atau
karakteristik diungkapkan dalam cara yang umum atau abstrak; sedangkan variabel adalah atribut atau karakteristik secara
spesifik, dan dapat diteliti. Misalnya, prestasi siswa adalah konstruk,
sedangkan yang lebih spesifik rata-rata kelas adalah variabel. Kecenderungan dalam penelitian pendidikan adalah dengan
menggunakan istilah variabel daripada konstruk dalam menulis laporan tujuan,
pertanyaan penelitian, dan hipotesis. [1]
Selanjutnya, pengertian konstruk menurut
Lorraine R. Gay et. all.,
Konstruk merupakan sebuah abstrasi yang
tidak dapat diamati secara langsung; konstruk adalah sebuah konsep yang
diciptakan untuk menjelaskan perilaku behaviour. Contoh konstruk dalam bidang pendidikan seperti inteligensi,
kepribadian, keaktifan guru, kreatifitas, kemampuan, prestasi dan motivasi. Konstruk
agar bisa diamati dan diukur harus didefinisikan
proses pengoperasiannya.
Selain itu, untuk mengukur konstruk,
perlu mengidentifikasi nilai-nilai yang dapat mengasumsikan. Misalnya, konstruk
"kepribadian" dapat dibuat terukur dengan mendefinisikan dua tipe
kepribadian, introvert dan ekstrovert, yang diukur dengan nilai pada kuesioner
30-item, skor tinggi menunjukkan kepribadian yang lebih introvert dan skor
rendah menunjukkan lebih ekstrovert kepribadian. Demikian pula, konstruk
"efektivitas guru" dapat didefinisikan secara operasional dengan
mengamati guru dalam pengajaran dan menilai efektivitas berdasarkan empat tingkatan:
tidak memuaskan, marjinal, memadai, dan sangat baik. Ketika konstruk secara operasional ditetapkan, konstruk menjadi
variabel.[2]
Kemudian dalam buku Understanding the Introduction Sections of
Research Reports Clark & Creswell memberi contoh bahwa menentukan
konstruk dalam penelitian prestasi akademik dan kesehatan mental. Peneliti
kuantitatif harus menelaahnya secara spesifik variabel-variabel yang dibangun
agar konstruk sesuai dengan indikator
dan dapat diukur.[3]
Berdasarkan teori-teori para pakar
di atas, maka dapat disimpukan bahwa konstruk merupakan tahapan dalam
spesifikasi konsep agar bisa diukur yang sesuai dengan teori yang dibangun.
Ketika konstruk tersebut telah terukur dan dapat ditelaah maka dalam istilah penelitian
“konstruk” bisa dikatakan sebuah
variabel.
B.
Variabel
Dalam
melakukan sebuah peneitian di tahap awal, penetapan variabel sangat perlu
dicermati, sehingga maksud dan tujuan penelitian itu jelas dan terukur.
Variabel yang baik harus didukung teori yang memadai sehingga ketepatan
informasi yang diambil dari subjek bisa sedetail mungkin, sehingga mampu
memberikan data dalam menguji hipotesis.
Pengertian
variabel menurut Lorraine R. Gay et.
all., Variabel harus mampu mengambil setidaknya dua nilai atau skor, misanya
dalam hal gender, etnis, status sosial ekonomi, nilai tes, usia, dan pengalaman
mengajar guru.[4]
Sejalan dengan Sugiyono, variabel
penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai orang, objek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.[5]
Selanjutnya, pengertian variabel dalam menurut Creswell.
Variabel adalah
karakteristik atau atribut dari individu atau organisasi dimana (a) peneliti
dapat mengukur atau mengamati dan (b) membedakan antara individu-individu atau organisasi.
Variable merupakan ide kunci dimana
peneliti berusaha untuk mengumpulkan informasi yang sesuai tujuan penelitian
mereka.[6]
Creswell
menetapkan bagaimana proses pembentukan variabel seperti gambar di bawah ini.[7]
Berdasarkan
gambar di atas, maka penentuan variabel dari sisi kanan harus bisa diukur,
diamati dan direkam dari hasil data instrumen. Kemudian dari sisi kiri,
harus mendapatkan skor yang berbeda dari masing-masing
individual yang berbeda pula.
Berdasarkan
teori-teori variabel di atas maka dapat disimpulkan, variabel mempunyai
ciri-ciri: mempunyai nilai yang
bervariasi, membedakan satu objek dengan objek lainnya, dan dapat diukur,
direkam dan diobservasi data sampelnya.
1.
Jenis-jenis Variabel
Menurut
Gay, variabel terdiri dari Variabel Nominal, Variabel Ordinal, Variabel Skala, Variabel Interval,
Variabel Rasio, Variabel Terikat (Dependent
Variabel), Variabel Bebas (Independent
Variabel).
a. Variabel
Nominal juga disebut
sebagai variabel kategoris karena nilai termasuk dua atau lebih kategori Misalnya, kategori "laki-laki" dapat
diwakili oleh nomor 1 dan "perempuan" dengan jumlah 2. Sangat penting
untuk memahami bahwa penomoran seperti variabel nominal tidak menunjukkan bahwa
satu kategori lebih tinggi atau lebih baik daripada yang lain.
b. Variable
Ordinal, tidak hanya
mengklasifikasikan orang atau benda, tetapi juga peringkat mereka. Dengan kata
lain, ordinal merupakan nilai-nilai peringkat dalam urutan dari tertinggi ke
terendah. Misalnya, jika 50 siswa ditempatkan ke dalam lima kelompok membaca
terdiri dari masing-masing 10 orang. Kelompok ke-1 merupakan kelompok dengan
kemampuan membaca tertinggi, dan kelompok ke-5 dengan kemampuan membaca
terendah.
c. Variabel
Interval memiliki semua karakteristik dari variabel nominal dan ordinal, tetapi
nilai-nilainya juga mewakili interval yang sama. Skor pada tes yang digunakan
dalam penelitian pendidikan, seperti prestasi, aptitude tes, motivasi, dan
sikap tes, diperlakukan sebagai variabel interval. Ketika variabel memiliki
interval yang sama, diasumsikan bahwa perbedaan antara skor 30 dan skor 40 pada
dasarnya sama dengan perbedaan antara nilai 50 dan skor 60, dan perbedaan
antara 81 dan 82.
d. Variabel
Rasio terletak dalam tiga
variabel sebelumnya mempunyai arti dalam skala pengukuran sehingga nilai nol
mempunyai arti. Nilai nol dalam mengukur tinggi, berat, waktu, jarak, dan
kecepatan mempunyai arti.
e. Variabel
Terikat (Dependent Variabel) penelitian
eksperimental adalah variabel dihipotesiskan tergantung pada atau disebabkan
oleh variabel independen. Contoh pertanyaan, Apakah ada pengaruh penguatan reinforcement yang
diberikan pada sikap siswa terhadap sekolah?. Sikap merupakan variabel terikat.
f. Variabel
Bebas (Independent Variabel)
memberikan pengaruh terhadap variabel terikat dalam menguji hipotesis, selain
itu variabel bebas bisa juga disebut variabel kriteria, pengaruh, hasil, atau
hasil post-tes) dalam penelitian eksperimental.[8]
Menurut Widoyoko, perbedaan variabel Nominal,
Ordinal, Interval dan Rasio dideskripsikan dalam tabel di bawah ini.[9]
NAMA VARIABEL
|
ATRIBUT VARIASI
|
|||
Beda
|
Tingkat
|
Jarak
|
Perbandingan
|
|
Nominal
|
V
|
-
|
-
|
-
|
Ordinal
|
V
|
v
|
-
|
-
|
Interval
|
V
|
v
|
v
|
-
|
Rasio
|
V
|
v
|
v
|
V
|
Selain variabel di atas, menurut Creswel yaitu Variabel Terukur
(Measured Variabel), Variabel
Moderator, Variabel Antara (Intervening
Variabel), dan Variabel Kontrol (Control
Variabel).
a. Variabel
Terukur (Measured Variabel)adalah
variabel independen yang diukur atau diamati oleh peneliti dan terdiri dari
berbagai skor terus menerus atau kategoris. Sebagai contoh, perhatikan
pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana kemampuan matematika infl
prestasi pengaruh pada kuis akhir di kelas?
b. Variabel
Moderator merupakan variabel yang memperkuat atau memperlemah pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat yang dibangun oleh peneliti dengan mengambil
satu kali variabel lain untuk menentukan dampak gabungan dari kedua variabel
bersama-sama. Dampak ini disebut efek interaksi. Efek interaksi adalah salah
satu bentuk khusus dari variabel independen.
c. Variabel
Antara (Intervening Variabel) adalah
atribut atau karakteristik yang "berdiri di antara" variabel
independen dan dependen, dan pengaruh pada variabel dependen terlepas dari
variabel independen. Intervensi variabel mengirimkan (atau menengahi) efek dari
variabel independen terhadap variabel dependen.
d. Variabel
Kontrol (Control Variabel) variabel
yang dibatasi atau dikendalikan
pengaruhnya sehingga tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel yang diteliti.
Dengan kata lain, agar tidak terganggu variabel inti daam penelitian, maka
peneliti perlu menetapkan variabel kontrol agar tidak mempengaruhi variabel bebas yang
diteliti.
Jenis-jenis
variabel selanjutnya yaitu berdasarkan perlu tidaknya pembakuan instrument untuk
mengumpukan data. Menurut Purwanto
variabel dapat dibedakan antara variabel faktual dan konseptual.
a. Variabel
Faktual, merupakan variabel yang terdapat didalam faktanya. Contoh variabel
faktual antara lain: jenis kelamin, agama, pendidikan, usia, asal sekolah, dan
pekerjaan. Instrumen untuk mengumpulkan data variabel factual tidak perlu
dibakukan. Tidak perlu dilakukan uji validitas dan reabilitas.
b. Variabel
Konseptual, merupakan variabel yang tidak terlihat dalam fakta tetapi
tersembunyi dalam konsep. Variabel konsep hanya diketahui berdasarkan indikator
yang tampak. Contoh variabel konsep antara lain: prestasi belajar, minat,
kecerdasan, bakat, kenerja, konsep diri, dan sebagainya. Karena tersembunyi
dalam konsep, maka keakuratan data dari variabel konsep tergantung pada
keakuratan indikator dari konsep-konsep yang dikembangkan oleh peneliti.[10]
C. KARATERISTIK INSTRUMEN PENELITIAN
Pada prinsipnya melakukan sebuah penelitian sama
dengan melakukan sebuah pengukuran, oleh karenanya dalam melakukan penelitian
harus memiliki alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya
diartikan sebagai instrumen penelitian.
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
Menurut Suharsimi Arikunto, instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang
dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar
kegiatan tersebut menjadi sistematis.[11]
Dalam penelitian kuantitaif, peneliti akan menggunakan instrumen untuk
mengumpulkan data. Instrumen dalam penelitian kuantitaif dapat berupa tes,
pedoman wawancara, pedoman observasi, dan kuesioner[12],
sedangkan dalam penelitian kualitatif penelitikan lebih banyak menjadi
instrumen, karena dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen
kunci (key instruments).
Dalam proses penelitian kuantitaif,
jumlah instrumen yang digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti
tergantung pada jumlah variabel penelitian yang telah ditetapkan. Misalnya pada
penelitian berjudul “Hubungan antara
kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan tenses bahasa Inggris dengan
keterampilan menulis eksposisi bahasa Inggris”. Dalam hal ini ada tiga
instrumen yang perlu dibuat, yaitu :
1. Instrumen
untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif
2. Instrumen
untuk mengukur penguasaan tenses bahasa Inggris
3. Instrumen
untuk mengukur keterampilan menulis eksposisi bahasa Inggis.
Prinsip dasar dari penyusunan instrumen penelitian kuantitaif ada pada
variabel penelitian yang sudah ditetapkan untuk diteliti dan setelah
melalui beberapa tahapan, yang meliputi: 1)
mengkaji teori atau konsep yang bertalian dengan masing-masing variabel, 2)
mengidentifikasi indikator-indikator bagi masing-masing variable, 3) menyusun
definisi oprasional, 4) menyususn indikator instrumen, 5) menyusun butir-butir
soal lengkap dengan skala pengukurannya, 6) menguji cobakan instrumen, dan 7)
melakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen.
Hal ini juga didukung oleh pendapat Djaali yang
mengambarkan alur tahapan penyusunan dan pengembangan instrumen sebagai berikut[13]
:
Variabel
|
Teori
atau Konsep
|
Konstruk
|
Definisi
Konseptual
|
Definisi
Operasional
|
Penetapan
Jenis Instrumen
|
Menyusun
Butir Instrumen
|
Untuk dapat menetapkan indikator-indikator dari setiap
variabel yang diteliti, maka diperlukan wawasan yang luas dan mendalam tentang
variabel yang diteliti, dan teori-teori yang mendukungnya. Penggunaan teori
untuk menyusun instrumen harus secermat mungkin agar diperoleh indikator yang
valid. Caranya dapat dilakukan dengan membaca berbagai referensi dan mengunakan
“matrik pengembangan instrumen” atau kisi-kisi instrumen”.
Dalam penelitian kualitatif,
instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti
sebagai instrumen juga harus divalidasi. Validasi terhadap peneliti sebagai
instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif,
penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk
memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya.[14]
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah
peneltian, pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam
berbagai setting, sumber dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data
dapat dikumpulkan pada setting alamiah. Bila dilihat dari sumber datanya, dapat
menggunakan sumber data primer. Sumber
data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data pada pengumpul
data. Kemudian bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data dapat
dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), dokumentasi dan
gabungan (triangulasi).
Observasi
|
Dokumentasi
|
Teknik
Pengumpulan Data Kualitatif
|
Triangulasi/gabungan
|
Wawancara
|
Instrumen penelitian merupakan salah satu komponen penting yang diperlukan
dalam proses penelitian. Instrument
memegang peranan penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena
validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh
kualitas dari instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengukuran data
yang ditempuh. Instrument berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga
jika instrument yang digunakan mempunyai kualitas memadai (valid dan realibel)
maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di
lapangan.
D. JENIS INSTRUMEN DAN
PENGUKURAN
1.
Instrumen Tes dan Non Tes
Jenis
instrumen dalam penelitian terbagi atas dua jenis yakni instrumen tes dan non
tes. Instrumen yang termasuk kelompok tes meliputi tes prestasi belajar, tes
intelegensi, tes bakat, dan tes kemampuan akademik, sedangkan tes yang termasuk
dalam kelompok non tes meliputi skala sikap, skala penilaian, pedoman
observasi, pedoman wawancara, angket, pemeriksaan dokumen.
a. Tes
Tes dapat
diartikan sebagai alat ukur yang digunakan untuk mengukur pengetahuan atau
penguasaan obyek ukur terhadap seperangkat konten dan materi tertentu. Menurut
Djaali ada empat fungsi tes di dalam dunia pendidikan.[15]
Pertama, tes dapat berfungsi sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar
siswa. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan
yang telah dicapai siswa setelah menempuh proses belajar-mengajar dalam jangka
waktu tertentu. Kedua, tes dapat berfungsi sebagai motivator dalam
pembelajaran. Ini diartikan hasil tes dapat dijadikan umpan balik yang positif
untuk meningkatkan intensitas kegiatan belajar. Ketiga, tes dapat berfungsi
untuk upaya perbaikan kualitas pembelajaran. Dan keempat, tes yang dimaksudkan
untuk menentukan berhasil atau tidaknya siswa sebagai syarat untuk melanjutkan
pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Tes yang digunakan dalam hal ini
dikenal dengan istilah tes sumatif (Summative
test) yang diartikan sebagai tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah
sekumpulan materi pembelajaran sudah selesai diberikan. Kategori bentuk tes
dalam Instrumen penelitian meliputi:
1) Tes
kepribadian yaitu tes yang digunakan untuk mengungkap kepribadian seseorang.
Yang diukur bisa self-concept, kreativitas, disiplin, kemampuan khusus,dll.
2) Tes bakat
yaitu tes yang digunakan untuk mengukur atau mengetahui bakat seseorang.
3) Tes
intelegensi yaitu tes yang digunakan untuk mengadakan estimasi atau perkiraan
terhadap tingkat intelektual seseorang dengan cara memberikan berbagai tugas
kepada orang yang akan diukur intelegensinya.
4) Tes sikap
yaitu alat yang digunakan untuk mengadakan pengukuran terhadap berbagai sikap
seseorang.
5) Tes minat
yaitu alat untuk menggali minat seseorang terhadap sesuatu.
6) Tes prestasi
yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah
mempelajari sesuatu.
b.
Non Tes
1) Pedoman Observasi
Pedoman observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap fenomena-fenoma yang dijadikan objek pengamatan. Observasi
sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu,
dengan dilakukan baik secara partisipatif (participant
observation) maupun non-partisipasi (non-participant
observation). Dimana pada observasi partisipan, observer melibatkan diri
ditengah-tengah kegiatan observasi, sedangkan observasi non-partisipasi,
observer berada diluar kegiatan, seolah-olah hanya sebagai penonton.
Observasi dapat pula berbentuk observasi eksperimental (experimental observation) dimana
observasi dilakukan dalam situasi yang dibuat dan observasi non-experimental
(non-experimental observation) adalah
observasi yang dilakukan dalam situasi wajar. Diartikan bahwa dalam observasi
eksperimental tingkah laku diharapkan muncul karena peserta didik dikenai
perlakuan, maka observasi perlu persiapan yang benar-benar matang, sedangkan
pada observasi non-eksperimental pelaksanaanya lebih sederhana dan dapat
dilakukan secara sepintas.
2) Pedoman Wawancara
Wawancara dapat diartikan sebagai cara menghimpun
bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan tanya jawab baik secara lisan,
sepihak, behadapan muka, maupun dengan arah dan tujuan yang telah ditentukan.
Ada dua jenis wawancara yang dapat digunakan sebagai alat evaluasi yaitu:
v Wawancara terpimpin (guided
interview), wawancara yang dilakukan tersetruktur dan sistematis.
v Wawancara tidak terpimpin (un-guided interview), wawancara yang dilakukan dengan sederhana
tanpa ada struktur yang diterapkan.
Salah satu kelebihan yang dimiliki wawancara adalah
pewawancara sebagai evaluator dapat melakukan kontak langsung dengan responden yang
akan dinilai, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan
mendalam.
3) Angket (Kuesioner)
Angket pada umumnya dipergunakan untuk menilai hasil
belajar pada ranah efektif, selain itu bisa digunakan untuk mengungkapkan latar
belakang responden. Angket dapat disajikan dalam bentuk pilihan ganda atau
bentuk skala sikap, misalnya sekala likert yang banyak digunakan orang untuk
meneliti aspek-aspek psikologis dari responden.
Kelemahan dari angket yang mungkin terjadi adalah kemungkinan adanya
jawaban yang diberikan dalam angket tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya,
apalagi pertanyaan dalam angket tidak dirumuskan dengan jelas sehingga dapat
membingungkan responden.
4) Pemeriksaan Dokumen
Untuk melakukan kegiatan pengukuran seperti kemajuan belajar
siswa dapat juga dilakukan dengan tanpa pengujian tetapi dengan cara melakukan
pemeriksaan dokumen-dokumen. Pemeriksaan dokumen bisa dapat diperoleh melalui
berbagai informasi yang direkam melalui angket yang dilakukan sebelumnya.
Dengan demikian, maka dalam pelaksanaan pengukuran
seperti hasil belajar tidak semata-mata dilakukan dengan menggunakan tes,
tetapi juga dapat dilakukan dengan menggunakan non-tes terutama terkait masalah
kejiwaan, tingkah laku, dan persepsi terhadap guru yang tidak mungkin hanya
bisa diukur dengan tes.
2.
Bentuk Skala Pengukuran
Dilihat dari bentuk instrumen dan pernyataan yang
dikembangkan dalam instrumen, maka terdapat berbagai bentuk skala yang dapat
dipergunakan dalam pengukuran bidang pendidikan yaitu:
a.
Skala Likert
Skala likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
sesuatu gejala atau fenomena pendidikan. Ada dua bentuk pentanyaan yang
menggunakan skala likert yakni berbentuk positif untuk mengukur sikap positif
dengan pemberian skor 5, 4, 3, 2, dan 1. Sedangkan bentuk pentanyaan negatif
untuk sikap negatif diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5 atau -2, -1, 0, 1, 2. Bentuk
jawaban skala likert ialah sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan
sangat tidak setuju. contoh penggunaan skala likert berbentuk pilihan ganda.
1. Kurikulum 2013 akan segera diterapkan di lembaga
pendidikan anda?
a. Sangat setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu-ragu
d. Setuju
e. Sangat Setuju
|
b. Skala Guttman
Skala Guttman adalah sekala yang menginginkan tipe
jawaban tegas, seperti jawaban benar-salah, ya-tidak, penah-tidak pernah,
positif-negatif, dan seterusnya. Pada skala guttman hanya ada interval yaitu
setuju dan tidak setuju. Selain dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan pilihan
ganda, juga dibuat dalam bentuk daftar checklist.
Untuk jawaban positif seperti setuju, benar diberi skor 1 dan untuk jawaban
negatif seperti tidak setuju, salah diberi skor 0. contoh penggunaan skala
guttman.
1. Bagaimana pendapat
anda, bila A menjabat sebagai Kepala Sekolah di sini?
a. Setuju
b. Tidak Setuju
2. Apakah Anda
mempunyai Ijazah Sarjana?
a. Tidak
b. Punya
|
c. Sematik
Differensial
Skala differensial yaitu sekala untuk mengukur sikap,
tetapi bentuknya bukan pilihan ganda atau checklist,
tetapi tersusun dalam satu garis kontinum di mana jawaban yang sangat positif
terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak
dibagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh berupa data interval. Biasanya skala ini digunakan untuk mengukur
sikap atau karateristik tertentu yang dimiliki seseorang. Sebagai contoh
penggunaan skala sematik differensial ialah menilai gaya kepemimpinan kepala
sekolah.
Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah
|
Demokrasi 5 4 3 2 1 Otoretir
Betanggung Jawab 5 4 3 2 1 Tidak Bertanggung Jawab
Memberi
Kepercayaan 5 4 3 2 1 Mendominasi
Menghargai Bawahan 5 4 3 2 1 Tidak Menghargai Bawahan
|
d. Rating Scale
Data yang diperoleh rating scale adalah data kuantitatif
(berbentuk angka) yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.
Seperti halnya skala lainnya, dalam rating scale responden akan memilih salah
satu jawaban kuantitaif yang telah disediakan. rating scale lebih fleksibel,
tidak saja untuk mengukur sikap tetapi dapat juga digunakan untuk mengukur
persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala status sosial,
ekonomi, pengetahauan, kemampuan dan lain-lain. contoh penggunaan rating scale.
No.Item
|
Pertanyaan tentang tata ruang kelas
|
Inteval jawaban
|
1.
2.
3.
|
Kebersihan ruangan
Sirkulasi udara setiap
ruangan
Pencahayaan alam tiap
ruangan
|
4 3 2
1
4 3 2
1
4 3 2
1
|
D. VALIDITAS DAN
RELIABILITAS
Validitas dan reliabilitas merupakan dua unsur yang tak terpisahkan dari
suatu alat ukur. Suatu alat ukur yang telah memenuhi unsur validitas dapat
dikatakan bahwa alat ukur tersebut juga memenuhi unsur-unsur reliabilitas.
Namun demikian, suatu alat ukur yang telah memenuhi unsur-unsur reliabilitas
belum tentu alat ukur tersebut juga memenuhi unsur-unsur validitas.
Reliabilitas sendiri belum merupakan kriteria yang cukup untuk menyimpulkan
bahwa alat ukur tersebut sudah valid. Kalau reliabilitas mengacu pada
konsistensi dari hasil pengukuran, validitas suatu alat ukur mengacu pada
sejauh mana hasil pengukurannya dapat menggambarkan kenyataan yang
sesungguhnya.
1.
VALIDITAS
Suatu instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai
validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut dapat menjalankan fungsi
ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan
menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran. Sehingga
ketepatan validitas pada suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur
tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. Sisi lain
dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur
yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga
harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat diartikan
bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan yang
sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan yang lain
Konsep
pengujian validitas instrument atau tes dapat dibedakan menjadi empat macam,
yaitu:
a. Validitas Isi (Content
validity)
Validiats isi
adalah validitas yang melakukan kajian terkait seberapa jauh suatu tes mengukur
tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang seharusnya dikuasai
sesuai dengan tujuan pengajaran. Menurut Gay validitas isi adalah Validitas
yang mengacu pada sejauh mana suatu tes dapat mengukur apa yang seharusnya
untuk diukur dan memungkinkan interpretasi yang tepat dari skor.[16] Artinya tes mampu mencerminkan
keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai
secara proporsional dengan hasil interpretasi nilai yang empiris.
Secara teknis pengujian validitas isi
dan validitas konstrak dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen,
atau matrik pengembangan instrumen. Dalam kisi-kisi itu terdapat variabel yang
diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pentanyaan atau
pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator. Dengan kisi-kisi instrumen itu
maka pengujian validitas dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis. Oleh karena itu, validitas isi suatu
tes tidak mempunyai besaran tertentu yang dihitung secara statistika, tetapi
dipahami bahwa tes itu sudah valid berdasarkan telaah kisi-kisi tes.
Untuk memperbaiki validitas suatu
tes, maka isi suatu tes harus diusahakan agar mencakup semua pokok atau
subpokok bahasan yang hendak diukur. Kriteria untuk menentukan proporsi
masing-masing pokok atau subpokok bahasan yang tercakup dalam suatu tes ialah
banyaknya isi (materi) masing-masing pokok atau subpokok bahasan, yang dapat
dilihat dari jumlah halaman isi dan jumlah jam pertemuan untuk masing-masing
pokok bahasan atau subpokok bahasan. Seperti tercantum dalam kurikulum atau
silabus. Selain itu penentuan proporsi tersebut dapat pula berdasarkan pendapat
(judgement) para ahli dalam bidang
yang bersangkutan. Jadi, suatu tes akan mempunyai validitas isi yang baik jika
tes tersebut terdiri dari item-item yang mewakili semua materi yang hendak
diukur.
b.
Validitas
Konstruk (Construct validity)
Validitas konstruk (Construk Validity) adalah validitas yang melakukan kajian tentang
seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa yang benar-benar dimaksudkan
hendak diukur sesuai dengan konstruk atau konsep khusus atau definisi
konseptual yang telah ditetapkan. Untuk menguji validitas konstrak, dapat
digunakan pendapat dari ahli (judgment
experts). Tentu dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang
aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori.
Validitas konstruk biasa digunakan untuk
instrumen-instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep, baik
yang sifatnya performansi tipikal seperti instrument untuk mengukur sikap,
minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi,
d.l.l., maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrument untuk
mengukur bakat (tes bakat), intelegensi kecerdasan emosional d.l.l. Untuk
menentukan validitas konstruk suatu instrument harus dilakukan proses
penelaahaan teoritis terhadap suatu konsep dari variable yang hendak diukur.
Penentuan perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari
teori-teori mengenai konsep variable yang hendak diukur melalui proses analisis
dan komparasi yang logis dan cermat.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam
menjabarkan dimensi dan indikator dari konstruk yang telah dirumuskan adalah
sebagai berikut:
1) Seberapa jauh indikator tersebut
merupakan indikator yang tepat dari konstruk yang telah dirumuskan.
2) Indikator-indikator dari suatu
konstruk harus homogen, konsisten, dan konverbel untuk mengukur konstruk dari variabel
yang hendak diukur.
3) Indikator-indikator tersebut harus lengkap
untuk mengukur suatu konstruk secara utuh.
c.
Validitas
Eksternal
Validitas
eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan antara kriteria yang ada
pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di lapangan.[17]
Pengujian perbandingan ini perlu dilakukan untuk dapat mengetahui hasil yang
benar sesuai dengan keadaan sebenarnya. Karena instrumen penelitian yang
mempunyai validitas ekternal yang tinggi akan mengakibatkan hasil penelitian
mempunyai validitas eksternal yang tinggi pula. Penelitian mempunyai validitas
eksternal bila hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada
sampel lain dalam populasi yang diteliti.
Misalnya instrumen untuk mengukur kinerja sekelompok pegawai, maka
kriteria kinerja pada instrumen itu dapat dibandingkan dengan catatan-catatan
di lapangan (empiris) tentang kinerja pegawai yang baik. Bila telah terdapat
kesamaan antara kriteria dalam instrumen dengan fakta di lapangan, maka dapat
dinyatakan instrumen tersebut mempunyai validitas yang tinggi.
d.
Validitas
Prediktif (Predictive validity)
Validitas
alat ukur yang terkait dengan kemampuan memprediksi fenomena di masa mendatang
disebut validitas prediktif. Validitas
ini mengambarkan sejau mana hasil tes dari suatu alat ukur mempunyai korelasi
dengan suatu keberhasilan belajar di masa mendatang. Dengan kata lain, suatu
alat ukur yang mempunyai validitas prediktif dapat digunakan untuk memprediksi
apakah seseorang akan lebih berhasil atau kurang berhasil dalam belajar
sesuatu. Validitas
prediktif sangat penting digunakan untuk tes yang ingin mengklasifikasikan atau melakukan pemilihan individu. Bentuk Validitas prediktif dapat bervariasi tergantung pada sejumlah
factor, dalam
pendidikan termasuk faktor kurikulum,
buku teks yang digunakan, dan lokasi geografis. Dalam menetapkan validitas
prediktif tes langkah
pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi dan
mendefinisikan dengan hati-hati kriteria atau variable prediksi, yang harus menjadi ukuran
valid untuk diprediksi.[18] Dengan dihasilkanya validitas
variabel yang valid dan koefisien tinggi, akan menunjukan jika tes memiliki
prediksi yang baik.
2.
RELIABILITAS
Reliabilitas
adalah konsistensi dari suatu alat ukur, atau sejauh mana alat ukur tersebut
dapat mengukur subjek yang sama dalam waktu yang berbeda namun menunjukkan
hasil yang relatif sama. Artinya instrumen dikatakan reliabel bila pengukuran
dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek
dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila
memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa
diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang
berbeda-beda.
Pengujian reliabilitas instrumen
dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal pengujian
dapat dilakukan dengan test-retest, equivalent, dan gabungan keduannya. Secara
internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi
butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu.
a. Test-retest
Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrumen beberapa kali pada responden. Dalam hal ini bentuk instrumenya sama, respondennya sama, dan waktunya yang berbeda. Reliabilitasnya diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan percobaan yang berikutnya. Bila koefisien positif dan signifikan maka instrumen tersebut dapat dinyatakan reliabel.
Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrumen beberapa kali pada responden. Dalam hal ini bentuk instrumenya sama, respondennya sama, dan waktunya yang berbeda. Reliabilitasnya diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan percobaan yang berikutnya. Bila koefisien positif dan signifikan maka instrumen tersebut dapat dinyatakan reliabel.
b. Ekuivalen
Pengujian
instrumen reliabilitas dengan cara hanya dilakukan dengan sekali uji coba,
dengan menggunkan dua instrumen yang berbeda, pada responden yang sama, waktu
yang sama. Reliabilitas instrumen ini dihitung dengan cara mengkorelasikan
antara data instrumen yang satu dengan data instrumen yang dijadikan
equivalent. Bila korelasi positif dan signifikan, maka instrumen dapat
dinyatakan reliabel.
c. Gabungan
Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan
cara mencobakan dua instrumen yang equivalent itu beberapa kali, kepada
responden yang sama. Pengujian ini mengabungkan antara cara pertama dan kedua.
Reliabilitas instrumen dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrumen, jika
dengan dua kali pengujian dalam waktu yang berbeda, akan dianalisis koefisien
reliabilitas. Bila koefisien korelasinya positif dan signifikan, maka dapat
dinyatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
d. Internal Consistency
Pengujian reliabilitas dengan cara ini, dilakukan
dengan cara mencobakan instrumen penelitian sekali saja, kemudian data yang
diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan
untuk memprediksi reliabilitas instrumen. Pengujian reliabilitas instrumen
dapat dilakukan dengan teknik belah dua dari Spearman Brown (Split half), KR-20, KR 21 dan Anova Hoyt.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam suatu penelitian yang berasal dari tahapan bentuk konsep, konstruk dan variabel sesuai dengan kajian teori yang mendalam .
Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia dan dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk mengumpulkan data variabel-variabel tertentu.
Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia dan dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk mengumpulkan data variabel-variabel tertentu.
Instrumen
penelitian memiliki kualitas yang baik bila memenuhi dua kriteria pokok instrument
yaitu validitas dan reliabilitas. Validitas
diartikan sejauh mana suatu instrumen melakukan fungsinya atau mengukur apa
yang seharusnya diukur. Artinya sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
instrumen dalam melakukan fungsinya. Sedangkan Reliabilitas menunjukkan sejauh
mana instrumen dapat dipercaya. Makin cocok dengan sekor sesungguhnya makin
tinggi reliabilitasnya. Reliabilitas juga merupakan derajat kepercayaan dimana
skor yang didapat pada setiap individu relatif konsisten terhadap tes yang
dilakukan secara berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 2000.
Creswell, J.W. Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Reesearch.
New Jersey: Pearson Education, Inc,
2008.
Djaali
dan Muljono, Pudji. Pengukuran dalam
Bidang pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo, 2008.
Eko
Putro Widoyoko, Teknik Penyusunan
Instrumen Penelitian.Yogyakarta :Pustaka
Pelajar, 2013.
Gay, L. R., Mills, G. E., &Airasian, P. W. Educational research: Competencies for analysis and
application, 10th Edition.
Boston: Pearson Education. 2013.
Purwanto, Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan: Pengembangan dan
Pemanfaatan .Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007.
Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan :Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta. 2012.
[1] John.W. Creswell. Educational
Research: Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and
Qualitative Reesearch, 4th
Edition. (New Jersey: Pearson Education, Inc, 2008), h. 114.
[2] Gay. L.r., Mills. G. E., Airasian. P.,
Educational Research: Competencies for
Analysis and Applications. Ninth
Edition. (New
Jersey: Pearson Education, 2009),
h. 150.
[3] Vicki L. Plano Clark
& John W. Creswell.,Understanding Research: A Consumer’s Guide. Second Edition. (New Jersey: Pearson
Education, 2015), h. 166.
[5]
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan
R&D (Bandung: Alfabeta, 2010) h. 38.
[9] Eko Putro
Widoyoko, Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian (Yogyakarta :Pustaka Pelajar, 2013), h. 12.
[10] Purwanto, Instrumen Penelitian Sosial dan Pendidikan: Pengembangan
dan Pemanfaatan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar ,2007), h.
9.
[11] Suharsimi Arikunto. Manajemen
Penelitian. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 134.
[12] Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: CV.alfabeta, 2009), h. 305
[13] Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran dalam Bidang Pendidikan
(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008), h. 63.
[14] Sugiono. Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: CV.alfabeta, 2009), hal.305
[15] Djaali dan Pudji Muljono, op. cit., h.. 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar