BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keanekaragaman kebudayaan pada bangsa Jepang dapat kita lihat dari
kegiatan-kegiatan religi dan cara hidup masyarakatnya. Banyak hal yang
mempengaruhi keanekaragaman kebudayaan bangsa Jepang, salah satu diantaranya
iklim dan bentang alam yang indah. Kedua hal tersebut memainkan
peran besar dalam pembentukan kebudayaan Jepang yang unik. Pegunungannya yang
tertutup dengan pohon-pohon yang hijau, dataran rendahnya yang semerbak oleh
kebun-kebun bunga, kesemuanya ini telah mempengaruhi seni dan segala aspek
kehidupan. Seni merangkai bunga, upacara minum teh, persajakan, kimono, dan
sebagainya, dikembangkan selaras dengan perubahan musim.
Dari
sekian banyak kebudayaan tersebut, upacara minum teh atau yang sekarang kita
kenal dengan sebutan Chanoyu, terus berkembang sebagai bagian dari
kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang. Upacara minum teh bukan sekadar
kegiatan yang dilangsungkan dengan tuan rumah sebagai penjamu, dan tamu sebagai
orang yang dijamu. Tetapi lebih kepada tata cara yang diatur sedemikian halus
dan teliti untuk menghidangkan dan meminum teh. Teh yang digunakan pun bukan
teh yang biasa. Upacara minum teh di Jepang menggunakan teh hijau yang telah
digiling halus disebut dengan matcha.
Kebiasaan
minum teh telah menjadi semacam “ritus” dikalangan masyarakat Jepang dan China.
Bahkan hingga kini upacara minum teh di tengah masyarakat Jepang merupakan
suatu hal yang sakral. Di China, budaya minum teh sudah dikenal sejak 3000
tahun sebelum Masehi, pada zaman Kaisar Shen Nung berkuasa, dan upacara minum
teh juga memiliki sejarah dan tradisi yang panjang di Jepang. Seringkali
sejarah upacara ini dikaitkan dengan orang-orang yang dianggap berpengaruh
seperti para rohaniwan. Dengan adanya keterkaitan antara upacara minum teh dengan
orang-orang ini kemudian membuat upacara minum teh dianggap sebagai sebuah
kebudayaan tertinggi di masyarakat Jepang.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Upacara Minum Teh
di Jepang
Seni
minum teh merupakan salah satu unsur budaya asing yang berawal dari China dan
menyebar ke Jepang dan kemudian oleh masyarakat Jepang dijadikan sebagai
kebudayaan yang khas. Jepang sendiri sebelumnya tidak pernah mengenal tanaman
teh sebelum menyebar di negara China terutama pada era Dinasti Tang (618-907),
dimana pada saat itu hubungan antara Jepang dengan China mencapai puncaknya.
Peradaban dari Dinasti Tang mengalir masuk ke Jepang dan salah satunya adalah teh.
Adapun yang konon pembawa budaya ini adalah seorang pendeta Jepang yang bernama
pendeta Eichu. Beliau menyebrang ke China dan dalam perjalanannya bersama
dengan pasukan Dinasti Tang, pendeta Eichu kemudian tinggal di China selama
kurang lebih 30 tahun. Ketika beliau kembali ke Jepang, ia membawa kebiasaan
minum teh yang merupakan salah satu kebiasaan di negara China.
Upacara
minum teh ini kemudian pertama kali dilakukan dalam suatu jamuan resmi oleh
Kaisar Shomu (724-749) dengan
menyertakan para biarawan-biarawan untuk ikut serta dalam upacara tersebut.
Lambat laun, teh kemudian berkembang menjadi kegiatan seni dan menjadi pusat
semua kelas masyarakat. Bahkan ketika itu, berkembang pula suatu pandangan,
yaitu mereka yang tidak mempunyai pengetahuan tentang teh dianggap miskin
pengetahuan.
B. Tradisi
Upacara Canoyu dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Jepang
Budaya
minum teh telah dilakukan selama kurang lebih 2000 tahun. Sebagai pengadopsi
budaya China, upacara minum teh merupakan suatu kebiasaan umum. Akan tetapi,
orang-orang di Jepang sudah menganggap budaya minum teh adalah suatu tradisi
yang menyeluruh yang dilakukan secara khidmat. Pada umumnya teh yang dibuat
harus memperhatikan tiga hal terpenting, yakni tidak dengan gula, teh diminum
dalam keadaan panas, dan tidak boleh ada kotoran sedikit pun atau dalam kondisi
segar dan steril. Minum teh bagi masyarakat Jepang merupakan suatu kebutuhan
sehari-hari yang dapat dilakukan dan masyarakat Jepang sangat menggemari
kebiasaan minum teh, baik di rumah atau di kedai teh. Begitu juga ketika rapat
dan mengobrol bersama teman-teman, teh biasanya disajikan setiap hari, setiap
tamu berkunjung, hingga setiap hari raya atau acara-acara khusus di Jepang.
Walaupun teh pada setiap acara hanya sebagai pelengkap atau makna simbolik,
tetapi keberadaan teh dalam rangkaian acara tersebut dianggap sakral dan
penting. Teh juga dapat disajikan khusus pada acara pernikahan, tahun baru, dan
sebagainya.[2]
C. Makna Dibalik Upacara Canoyu
Budaya
minum teh tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Jepang. Akan tetapi
kegiatan menyeduh teh dan menikmatinya tidak hanya menjadi sebuah rutinitas
biasa, melainkan minum teh memiliki makna penting yang terkandung didalamnya.
Makna tersebut antara lain:
1.
Sebagai
tanda hormat, generasi muda selalu menunjukkan rasa hormat kepada generasi tua.
Hal tersebut merupakan suatu cara untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada
orang yang lebih tua.
2.
Untuk
mengumpulkan keluarga, apabila anak laki-laki dan peremuan meninggalkan rumah
untuk bekerja dan menikah, mereka mungkin jarang untuk menemui orang tua
mereka. Kemudian mereka pergi ke rumah makan dan minum teh dengan keluarga
merupaka suatu kegiatan penting untuk mengumpulkan keluarga. Fenomena tersebut
mencerminkan nilai-nilai keluarga yang erat dan tetap terjaga sampai
keturunan-keturunan berikutnya.
3.
Untuk
meminta maaf, orang-orang serius membuat permintaan maaf mereka kepada orang
lain dengan menuangkan teh untuk mereka. Misalnya, pada anak-anak yang melayani
orang tua mereka dengan menuangkan teh sebagai tanda menyesal akan kesalahan
yang sudah diperbuatnya dan upacara tersebut berlangsung secara khidmat.
4.
Sebagai
lambang dari kesetiaan, apabila dalam pernikahan atau pertunangan, teh dapat
dijadikan hadiah yang dipersembahkan oleh kedua mempelai pengantin. Memberikan
teh merupakan hadiah pernikahan sebagai bentuk doa dan harapan kepada kedua
mempelai agar kesetiaan satu sama lain tetap kuat dan terus terjaga. [3]
D. Penerapan
Kebudayaan Canoyu di Indonesia
Jepang
merupakan negara yang maju dan kaya akan kebudayaan leluhurnya yang secara
bekelanjutan dipertahankan dan diwariskan dari generasi ke generasi secara bertahap.
Kebudayaan Jepang hingga saat ini yang masih bertahan dan terus dipergunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Rahasia utama yang dimiliki Jepang adalah
memadukan pelajaran dan motivasinya yang dikombinasikan dengan unsur seni pada
berbagai hal yang bersifat rumit, sehingga suatu masyarakat tidak dapat
dipisahkan dari kebudayaannya. Tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan dan tidak
ada kebudayaan yang melayang-layang diangkasa tanpa masyarakat sebagai
pendukungnya.[4]
Pada
masyarakat, kebudayaan sering diartikan sebagai the general body of arts,
yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, pengetahuan
filsafat atau nilai-nilai keindahan dari kehidupan manusia. Dapat disimpulkan
bahwa kebudayaan merupakan hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan
dalam hidup, baik segala sesuatu yang diciptakan dalam bentuk konkret maupun
abstrak. [5]
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, maka berikut dapat dipaparkan mengenai kebiasaan
minum teh di masyarakat Jepang sebagai salah satu pemenuhan aspek yang
terkandung dalam penerapan kebudayaan Jepang, yakni:
1.
Seni
Sastra, kebiasaan minum teh dalam masyarakat Jepang telah mengispirasi para
pujangga kuno untuk menuangkannya ke dalam puisi, pepatah, dan novel.
2.
Seni
Musik, musik merupakan sebuah karya seni yang terdiri dari bunyi-bunyian
instrumental atau vokal maupun keduanya, yang menghasilkan sebuah karya yang
indah dan harmonis. Bentuk kesenian musik ini merupakan suatu bentuk kesenian
yang paling agung karena di dalam musik mengungkapkan perasaan manusia yang
penuh kebajikan.
3.
Seni
Rupa, hasil konkret dari bentuk seni rupa ini adalah lukisan. Lukisan-lukisan
yang menggambarkan seseorang yang sedang melakukan upacara minum teh, lukisan
tersebut tidak hanya digambar pada kain kanvas saja melainkan pada kipas, dan
pada perangkat minum teh.
4.
Pengetahuan
Filsafat atau nilai keindahan dari kehidupan manusia, pengetahuan filsafat
secara mendasar menjadi landasan pokok terciptanya kebiasaan minum teh dengan
beberapa upacara teh yang ada. Adanya keselarasan dalam seluruh rangkaian
upacara dan kepercayaan masyarakat Jepang kepada ajaran Shinto dan kemudian
diungkapkan dalam bentuk rasa syukur kepada sang pencipta.
Mensosialisasikan suatu kebudayaan asing
khususnya kebudayaan Canoyu merupakan
suatu cara yang dapat dilakukan agar kebudayaan Jepang dapat diterapkan dan
dinikmati oleh masyarakat secara umum, khususnya di Indonesia, serta kebudayaan
Canoyu juga dapat dijadikan sebagai alat untuk menerapkan dan mempelajari
bahasa asing khususnya bahasa Jepang[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jepang merupakan salah satu
negara yang mempunyai bermacam-macam kebudayaan. Meskipun peradaban Jepang kuno
sebagian dibangun diatas budaya-budaya yang diperkenalkan dari daratan Asia,
selama 1000 tahun terakhir bangsa Jepang telah menyerap unsur-unsur budaya ini
dan menciptakannya kembali menjadi budaya Jepang sendiri. Sepanjang sejarahnya,
Jepang telah menyerap banyak gagasan dari negara-negara lain, diantaranya
adalah teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan kebudayaan
lainnya. Jepang telah mengembangkan kebudayannya yang unik sambil
mengintegrasikan masukan-masukan dari luar itu. Kita dapat melihat bahwa gaya
hidup orang Jepang dewasa ini merupakan perpaduan budaya tradisional dibawah
pengaruh Asia dan budaya modern barat. Bangsa Jepang juga sangat bangga akan hasil karya mereka. Mereka
bangga menggunakan karya cipta dan keanekaragaman kebudayaan mereka. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya kebudayaan dari Jepang yang telah mendunia.
Daftar
Pustaka
Castile, Rand. 1971. The
Way of Tea. Tokyo: Weatherhill
E.Mutschow,
Herbert. 1986. Historical Canoyu.
Tokyo: The Japan Times
Erwin,
K. 2009. Sejarah dari Secangkir Teh.
Jakarta: Gramedia
Kakuzo,
Okura. The Book of Tea. 1976.
Rutland: Charles Tuttle
Tastsusaburo, Mayashiya. 1974. Japanese Arts and the Tea Ceremony. New
York: Weatherhill
Tidak ada komentar:
Posting Komentar