BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan bagian terpenting dari aspek
kehidupan, terutama kita sebagai manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia
pasti menggunakan bahasa untuk mengungkapkan apa yang ada dalam hati maupun
pikirannya kepada orang lain. Dalam penyampaiannya, manusia melewati beberapa
proses dari sebuah pemikiran menjadi sebuah bahasa yang diungkapkan. Termasuk
dalam proses tersebut yaitu pemerolehan bahasa, pengolahan bahasa dalam otak,
penyampaian bahasa, dan lain sebagainya. Jika dilihat dari aspek psikologi,
bahasa sangat berhubungan dengan kondisi psikis seseorang. Akan sangat berbeda
bahasa yang digunakan orang yang sedang senang hati dengan orang yang sedang
marah atau sedih, orang yang sedang sakit dengan orang yang sehat, orang yang
dalam kondisi lelah dan orang yang berada dalam kondisi bugar, kesemuanya pasti
akan berbeda.
|
B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan
latar belakang masalah maka dapat dirumuskan tujuan penulisan makalah ini,
sebagai berikut:
1.
Mendeskripsikan
pengertian dan
tujuan bahasa.
2.
Mendeskripsikan pengertian dan tujuan
psikolinguistik.
3.
Mengklasifikasikan
aspek-aspek psikolinguistik.
4.
Menjelaskan
perkembangan
psikolinguistik.
5.
Menjelaskan
proses pemerolehan
bahasa anak.
C. Manfaat Penulisan
Secara
umum makalah ini dapat bermanfaat
untuk para pemerhati pendidikan seperti, dosen, mahasiswa, guru, instruktur
dan peneliti di bidang pendidikan. Sedangkan secara khusus, makalah ini
diperuntukkan untuk mahasiswa S3 pendidikan bahasa agar mendapatkan pemahaman
yang mendalam tentang: pengertian
dan tujuan bahasa, pengertian dan tujuan psikolingistik, aspek-aspek psikolinguistik, evolusi psikolinguistik dan proses pemerolehan bahasa anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Bahasa
1.
Pengertian Bahasa
|
Bahasa lisan dipandang
jauh lebih ekspresif dibandingkan dengan bahasa tulisan, dimana dalam bahasa
lisan terdapat mimik, intonasi, dan gerakan tubuh yang dapat bercampur menjadi
satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Selain menggunakan bahasa lisan
dan tertulis bahasa juga bisa disampikan
mengunakan media berupa alat bunyi-bunyian, kentongan, lukisan, gambar, simbol, sebagai contoh bunyi kentongan memberi tanda bahaya,
adanya asap menunjukkan bahaya kebakaran, alarm untuk tanda segera berkumpul,
gambar peta yang menunjukkan jalan dll. Semua bentuk gagasan, ide, maupun maksud dari penutur
disampaikan melalui bahasa.
Bahasa memiliki
beberapa fungsi yang dapat dibedakan berdasarkan tujuan yang ingin
disampikan oleh penggunanya, dalam hal ini adalah pembicara kepada pendengarnya, fungsi tersebut
meliputi :
a) Fungsi ekspresi
Pernyataan senang, benci, kagum, marah, jengkel, sedih, kecewa, dapat diungkapkan dengan bahasa, meskipun tingkah laku, gerak-gerik, dan mimik juga berperan dalam pengungkapan ekspresi batin.
Pernyataan senang, benci, kagum, marah, jengkel, sedih, kecewa, dapat diungkapkan dengan bahasa, meskipun tingkah laku, gerak-gerik, dan mimik juga berperan dalam pengungkapan ekspresi batin.
b) Fungsi informasi
fungsi untuk menyampaikan pesan amanat kepada orang lain.
fungsi untuk menyampaikan pesan amanat kepada orang lain.
c) Fungsi eksplorasi
Penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal, perkara, dan keadaan.
Penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal, perkara, dan keadaan.
d) Fungsi persuasi
Pengguanaan bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik.
Pengguanaan bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik.
e) Fungsi hiburan entertainment
Penggunaan bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan, atau memuaskan perasaan batin.
Penggunaan bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan, atau memuaskan perasaan batin.
2.
Tujuan Bahasa
Mencermati keadaan dan perkembangan bahasa dewasa ini, semakin terasa betapa
besar fungsi dan peran bahasa dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa kehidupan manusia
terasa hampa dan tidak berarti. Melalui
peran bahasa, manusia dapat menjadikan dirinya menjadi manusia berbudi pekerti,
berilmu dan bermartabat tinggi. Perlu kita pahami bersama bahwa proses pemerolehan
bahasa bukanlah proses yang sederhana, itu adalah
proses yang sangat dinamis, aktif dan kompleks di mana ada beberapa bagian dan komponen yang terlibat.[3] Komponen utama yang terlibat dalam
proses berbahasa adalah pembicara dan
pendengar. Pembicara bisa disebut komponen
yang berperan untuk memproduksi sebuah bahasa, dan pendengar adalah bagian komponen
penerima bahasa. Tidak akan ada proses komunikasi yang melibatkan bahasa dapat
berjalan secara memadai tanpa adanya dua komponen penting tersebut.
Seperti fungsi dari tujuan komunikasi yang digambarkan dalam diagram
berikut[4]:
Pembicara
|
Pendengar
|
Encode
|
Bahasa
Pesan
Informasi
|
Decode
|
Berdasarkan diagram di atas, dalam penyampaian bahasa
terdapat dua hal yang perlu dibedakan. Pertama dari segi pembicara yang memerlukan
proses Encoding, proses
tersebut merupakan proses membuat pesan yang sesuai
dengan kode tertentu, dan kedua dari segi
pendengar yang memerlukan proses decoding, dimana proses tersebut merupakan proses
menggunakan kode untuk memaknai pesan atau
informasi yang disampaikan. Selain dari proses encoding dan decoding di
atas, pemahaman proses berkomunikasi atau berbahasa juga dipengaruh beberapa
bagian kecil seperti :
a) Suara, dari pesan harus dipisahkan dan diakui.
b) Kata, harus diidentifikasi dan dihubungkan dengan maksud
mereka.
c) Struktur Gramatikal, dari pesan harus dianalisis dengan cukup untuk
menetukan aturan main dari setiap kata.
d) Hasil interpretasi, dari pesan harus dievaluasi dengan jelas dari pengalaman
sebelumnya dan dengan konteks terbaru.[5]
Dalam proses tersebut bahasa yang diproduksi maupun
bahasa yang diartikan harus sesuai maksud dan tujuan dari bahasa tersebut.
Disini peran dari bidang ilmu Psikolinguistik sebagai proses dari sudut
pandang fungsi bahasa, yang melandasi
kemampuan manusia untuk berbicara dan memahami bahasa.
B.
Hakikat Psikolinguistik
1.
Pengertian Psikolinguistik
Secara
etimologis, istilah Psikolinguistik berasal dari dua kata, yakni Psikologi dan
Linguistik. Seperti kita ketahui kedua kata tersebut masing-masing merujuk pada
nama sebuah disiplin ilmu. Secara umum, Psikologi sering didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari perilaku manusia dengan cara mengkaji hakikat stimulus,
hakikat respon, dan hakikat proses‑proses pikiran sebelum stimulus atau respon
itu terjadi. Pakar psikologi sekarang ini cenderung menganggap psikologi
sebagai ilmu yang mengkaji proses berpikir manusia dan segala manifestasinya
yang mengatur perilaku manusia itu. Tujuan mengkaji proses berpikir itu ialah
untuk memahami, menjelaskan, dan meramalkan perilaku manusia.
Linguistik
secara umum dan luas merupakan satu ilmu yang mengkaji bahasa. Bahasa dalam
konteks linguistik dipandang sebagai sebuah sistem bunyi yang arbriter,
konvensional, dan dipergunakan oleh manusia sebagai sarana komunikasi. Menurut Gleason
dan Ratner linguistik adalah disipiln ilmu yang mendeskripsikan struktur dari
bahasa, termasuk didalamnya tata bahasa, sistem bunyi, dan kosakata.[6] Hal ini berarti bahwa
linguistik secara umum tidak mengaitkan bahasa dengan fenomena lain. Bahasa
dipandang sebagai bahasa yang memiliki struktur yang khas dan unik. Munculnya
ilmu yang bernama psikolinguistik tidak luput dari perkembangan kajian
linguistik. Para linguistik, filsuf, psikolinguis telah lama menghargai bahwa
bahasa merupakan sistem yang kompleks yang dapat dipertimbangakan pada beberapa
tingkatan. Setiap bahasa manusia bisa dianalisis melalui beberapa istilah seperti
Phonology
(sistem suara), morphology (aturan dari formasi kata), lexicon (kosakata), syntax (aturan untuk mengabungkan kata
kedalam bagian struktur gramatikal yang dapat diterima), semantics (konvensi dari pemerolehan maksud dari kata atau
kalimat), dan Pragmatics (aturan
untuk kesesuaian pengunanan sosial dan interpretasi dari konteks bahasa).[7] Beberapa istilah di atas
biasa digunakan dalam anailis bahasa berdasarkan tujuan yang akan dianalisis,
setiap kajian memiliki cara dan teknik analisis yang berbeda namun kaitannya
tidak terlepas dari kajian linguistik yakni terkait tentang bahasa.
Pada mulanya
istilah yang digunakan untuk psikolinguistik adalah linguistic psychology (psikologi
linguistik) dan ada pula yang menyebutnya sebagai psychology of language (psikologi
bahasa). Kemudian sebagai hasil kerja sama yang lebih terarah dan sistematis,
lahirlah satu ilmu baru yang kemudian disebut sebagai psikolinguistik (psycholinguistic).
Psikolinguistik didasarkan pada prinsip umum dari psikologi sebagai ilmu
perilaku individu manusia serta pada prinsip-prinsip umum linguistik sebagai
ilmu bahasa yang dipelajari oleh manusia.
Psikolinguistik
merupakan ilmu yang menguraikan proses‑proses psikologis yang terjadi apabila
seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu
berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia.[8] Bidang Psikolinguistik
atau psikologi bahasa adalah berhubungan dengan proses psikologi manusia dalam
memperoleh dan menggunakan bahasa.[9] Sehingga dapat disimpulkan
bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana
sebenarnya para pembicara atau pemakai suatu bahasa membentuk, membangun dan
mengerti kalimat dalam suatu bahasa.
2.
Tujuan Psikolinguistik
Disiplin ilmu Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi
yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarkannya
pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh
manusia. Sehingga
seorang psikolinguis mencoba untuk menemukan struktur
dan proses yang melandasi kemampuan manusia untuk berbicara dan memahami
bahasa. Psikolinguis tidak tertarik pada interaksi bahasa di antara para
penutur bahasa, yang mereka kerjakan terutama
ialah menggali apa yang terjadi ketika individu berbahasa. Menurut
Gleason dan Ratner kajian Psikolinguistik membahas tiga masalah utama, yang
meliputi:
a) Sebuah pemahaman:
bagaimana orang memahami bahasa lisan dan tertulis. Termasuk investigasi tentang bagaimana sinyal percakapan
ditafsirkan oleh pendengar (speech
perception), bagaimana maksud dari setiap kata ditentukan (lexical access), bagaimana struktur
gramatikal dari sebuah kalimat dianalisis untuk diperoleh maksud dari bagian
unit terbesar (sentence processing),
dan bagaimana percakapan panjang atau teks secara tepat dirumuskan dan
dievaluasi (discourse).
b) Produksi ujaran:
bagaimana orang menghasilkan bahasa. Kita
belajar tentang kemungkinan alami tentang proses produksi ujaran dari kesalahan
pembicara (speech errors) dan dari
jeda dalam irama yang sedang berlangsung penghubungan pembicaran ( hesitation and pausal phenomena).
c) Akuisisi:
bagaimana orang belajar bahasa. Fokus utama dalam
domain adalah tentang bagimana anak-anak memperoleh bahasa pertamanya (developmental psycholinguistics).[10]
Maka berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara
linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakekat bahasa
dan pemerolehannya. Dengan kata lain psikolinguistik mencoba menerangkan
hakekat struktur bahasa dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada
waktu bertutur dan pada waktu memahami kalimat-kalimat peneturan itu.
C. ASPEK
PSIKOLINGUISTIK
Psikolinguistik merupakan ilmu yang menelaah bagaimana
otak manusia memproduksi bahasa, dengan
melihat cakupannya seperti: menurut Clark & Clark, 1977; Tanenhaus, 1989
dalam buku An Introduction to Psycholinguistics,
(Gleason, et.al:1998) menyatakan bahwa secara konvensional psikolinguistik
membicarakan tiga hal yaitu:
1) Pemahaman
Comprehension: Bagaimana orang memahami
bahasa lisan dan tertulis. Ini adalah area yang luas dalam penelitian terhadap proses
pemahaman di banyak tingkatan, termasuk penelitian tentang bagaimana sinyal
ujaran ditafsirkan oleh pendengar (persepsi ujaran speech perseption), bagaimana makna dari kata-kata yang menentukan
(akses leksikal lexical access),
bagaimana struktur gramatikal kalimat dianalisa untuk mendapatkan kesatuan kata
yang lebih besar makna (proses pembuatan kalimat sentence processing), dan bagaimana secara tepat percakapan atau
teks dirumuskan dan dievaluasi (wacana discourse).
Penyelidikan tentang pemahaman comprehension
dengan menyelidiki bagaimana bahasa
tertulis diproses juga merupakan domain penelitian pemahaman dalam kajian psikolinguistik.
2)
Produksi Ujaran: Bagaimana orang menghasilkan
bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa lebih mudah untuk mempelajari pemahaman bahasa
daripada produksi bahasa. Kita bisa menggunakan rangsangan bahasa dikendalikan
dan kemudian menganalisa pola akurasi dan kesalahan, respon waktu tanggapan,
dan perilaku lainnya untuk sampai pada proses pendengar. Namun, hal ini lebih
sulit untuk mendapatkan wawasan tentang bagaimana konsep yang dimasukkan ke
dalam bentuk bahasa atau ilmu linguistik; proses ini sebagian besar tersembunyi
dari pengamatan pada ungkapan 'lisan ekspresi pembicara, bahkan dalam
menyelidiki rangsangan ragam pembicaraan yang dikendalikan. Dalam penelitian
produksi ujaran juga melakukan pengamatan terhadap kesalahan pembicara,
permulaan awal pembicaraan yang salah (speech error atau false starts) dan
dari tahap berhenti dalam pembicaraan menuju tahapan interkoneksi ritme ujaran
dalam menyatakan keraguan dan fenomena jeda atau ketidaklancaran ujaran (hesitation
and pausal phenomena or speech disfluencies)
3) Pemerolehan
Bahasa: Bagaimana orang belajar bahasa. Fokus utama dalam domain ini terletak
pada bagaimana anak-anak memperoleh bahasa pertama (psikolinguistik
perkembangan, developmental psycholinguistics). Tidak hanya pemerolehan
bahasa pertama diteliti akan tetapi bagaimana bahasa kedua pertama kali diperoleh.
Psikolinguistik juga berkembang membuka cabang baru yaitu neurolinguistik yang
menyelidiki bentuk anatomi dan psikologi yang menghubungkan dengan sikap
berbahasa.
Selanjutnya menurut para
pakar pskolinguitik Chomsky, Joseph F. Kess, Gleason, Fernandez dan Clark
aspek-aspek psikolinguistik dirangkum menjadi tiga yaitu:
1. Bahasa sebagai suatu sistem
Bahasa
merupakan suatu kaidah yang mengatur suatu tata bahasa. Kaidah bahasa tertentu
tercermin dalam tatarannya. Kaidah tersebut tidak berdiri sendiri tetapi
merupakan seperangkat unsur yang menjalin dan membentuk suatu sistem.
Kaidah bahasa mempunyai sistem yang universal menurut Noam
Chomsky dalam Gleason et.al,
“The great variability found in human languages has prompted
the search for linguistic universals or constant features that might
characterize languages, their use, and their acquisition. As we noted in the
section on linguistics, a universal grammar (UG) is "a system of
principles, conditions, and rules that are elements or properties of all human
languages ... the essence of human language"[11]
Bahasa
itu variatif dan dinamis dengan pengertian bahwa bahasa itu berkembang sesuai
dengan perkembangan penutur bahasa. Itu sebabnya bahasa dapat pula mempunyai
persamaan yang umum. Sebagai suatu sistem bahasa menampakan wujudnya dalam
bunyi dan simbol-simbol, penggunaannya dan pemerolehannya. Bunyi dan simbol
mengikuti kaidah yang ditaati oleh penutur bahasa dan secara konvensional
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sistem bahasa tertentu yang merupakan
prinsip, kondisi dan peraturan sebagai bagian
dari penutur bahasa yang terwujud dalam performansi seseorang.
2. Bahasa sebagai tingkah laku personal
Sebagai
tingkah laku personal, bahasa menampakan wujudnya dalam pikiran seseorang yang
mencerminkan tindakan. Contoh dalam Fernandez et.al: apabila seseorang berkata,
“The girl pets the dog”, berbeda
dengan “The dog pets the girl”.[12]
Dengan kata lain, dengan bahasa kita dapat ketahui tingkah laku penutur
bahasa.. Hubungan antara situasi, konteks verbal pembicaraan dapat dipelajari
dan kita dapat mengambil kesimpulan makna yang terkandung dalam suatu tuturan,
seperti pada gambar Encoding Speaker
di bawah ini:[13]
c. Bahasa sebagai Tingkah Laku antar Personal
Bahasa dapat dilihat
melalui situasi komunikasi pada situasi tertentu. Apabila seseorang bertanya
dan lawan bicara menjawab dengan memuaskan berarti komunikasi berhasil baik.
Sebaliknya kalau seseorang memerintah kemudian lawan bicara diam saja, itu
tandanya komunikasi tidak berhasil. Sebab-sebabnya dapat dilihat dari :
pembicara, lawan bicara, dan situasi. Seperti pernyataan Clark dalam buku Psycholinguistics oleh Cowless,
“One of the key things to keep in mind when looking at
dialogue is that it is at heart a joint activity between speakers in which they
must cooperate in order to understand the dialogue. As mentioned earlier, there
is not a static speaker and a listener, but instead there is a dynamic situation
in which both speaking and listening are coordinated, with roles changing
frequently such that listener needs to listen with the possibility that he or
she will soon be the speaker.”[14]
Banyak
variabel yang ikut menentukan lancarnya komunikasi.
Dalam komunikasi terjadi banyak hambatan yang berhubungan dengan persepsi penutur antara lain : Informasi yang dikirim kurang jelas, ingatan dan kapasitas penutur dan pendengar berbeda, kedua pembicara menggunakan konvensi gramatikal yang berbeda, antara keduanya terjadi interferensi gramatikal yang bersifat regional, dan pengaruh alat bicara dan alat dengar yang tidak sempurna. Kalau kita ingin menggunakan bahasa tertentu, salah satu cara yakni mendengarkan tuturan penutur bahasa yang bersangkutan.
Dilihat dari dalam transfer psikolinguistik secara maka transfer bahasa menurut Ellis dalam tulisannya tentang Acquisition sangat di tentukan oleh transfer bahasa, tipologi jarak dan interaksi, jarak lingkungan lawan bicara bahasa target, usia pemerolehan bahasa, tingkat koginitif, pengembangan otak, motivasi, lingkungan pendidikan dan tingkat penggunaan bahasa.[15]
Dalam komunikasi terjadi banyak hambatan yang berhubungan dengan persepsi penutur antara lain : Informasi yang dikirim kurang jelas, ingatan dan kapasitas penutur dan pendengar berbeda, kedua pembicara menggunakan konvensi gramatikal yang berbeda, antara keduanya terjadi interferensi gramatikal yang bersifat regional, dan pengaruh alat bicara dan alat dengar yang tidak sempurna. Kalau kita ingin menggunakan bahasa tertentu, salah satu cara yakni mendengarkan tuturan penutur bahasa yang bersangkutan.
Dilihat dari dalam transfer psikolinguistik secara maka transfer bahasa menurut Ellis dalam tulisannya tentang Acquisition sangat di tentukan oleh transfer bahasa, tipologi jarak dan interaksi, jarak lingkungan lawan bicara bahasa target, usia pemerolehan bahasa, tingkat koginitif, pengembangan otak, motivasi, lingkungan pendidikan dan tingkat penggunaan bahasa.[15]
Berdasarkan
konsep-konsep tentang psikolinguistik di atas, maka aspek pskolinguistik
terdiri dari: 1) Bahasa sebagai suatu
sistem. Bahasa yang terdiri dari suatu sistem yang universal yang terdiri dari bahasa
menampakan wujudnya dalam bunyi dan simbol-simbol, penggunaannya dan
pemerolehannya. 2) Bahasa sebagai
tingkah laku personal. Bahasa merupakan wujud ungkapan yang berhubungan dengan
tindakan, misalnya saya marah, maka raut wajah marah akan terbentuk. 3) Bahasa
sebagai tingkah laku antar personal, merupakan tindakan antara si pembicara dan
si pendengar yang sangat dipengaruhi oleh transfer bahasa, tipologi jarak dan interaksi,
jarak lingkungan lawan bicara bahasa target, usia pemerolehan bahasa, tingkat
koginitif, pengembangan otak, motivasi, lingkungan pendidikan dan tingkat
penggunaan bahasa.
D. PERKEMBANGAN PSIKOLINGUISTIK
Psikolinguistik
adalah ilmu campuran blended yakni
ilmu yang merupakan gabungan antara dua ilmu: psikologi dan linguistik. Menurut
Gleason et.al., dalam bukunya An Introduction to Psycholinguistics Second
Edition menyatakan bahwa urutan tercetuskannya ilmu psikolinguistik dimulai
dari,
Namun
dalam akar sejarah bidang psikolinguistik relatif muda. Beberapa peneliti
menetapkan kelahirannya pada awal 1950-an (Brown, 1970; Tanenhaus, 1989;
Miller, 1990), ketika psikolog dan ahli bahasa bertemu untuk mendiskusikan
apakah kemajuan dalam psikologi eksperimental dapat diterapkan untuk
mempelajari kinerja bahasa dan pemahaman. Psikologi selama tahun 1950 itu
sangat diatur oleh kaum behavioris, atau teori belajar, prinsip-prinsip yang
ditekankan dalam ilmu perilaku. Meskipun
psikolog seperti Hull, Watson, dan Skinner berbeda dalam pandangan khusus
mereka. Semua pandangan teori mereka dilihat sebagai hasil dari stimulus penguatan
rantai teori perilaku.
Para
pakar teori perilaku hanya melakukan
kesimpulan berdasarkan probabilitas
(atau hipotesis statistik yang satu frasa cenderung mengikuti kesimpulan
yang lain) yang dikemukakan oleh Osgood (1963), Jenkins dan Palermo (1964).
Selanjutnya Staats (1971). Skinner (1957) merumuskan model perilaku fungsi
bahasa yang menjadi sangat kontroversial. Fokus utama adalah memprediksi kondisi
yang menimbulkan pengucapan kata yang diberikan. Seperti Fodor, Bever, dan
Garrett (1974) mengulas secara rinci. Teori yang diungkapkan para pakar tersebut
menghadapi banyak kesulitan dalam menjelaskan sifat kompleks produksi bahasa
dan pemahaman.[16]
Selanjutnya menurut Fernadez, psikolinguistik
merupakan studi interdisiplin ilmu untuk memahami bagaimana manusia memperoleh
bahasa, menggunakannya untuk berbicara, memahami antar se pendengar dan si
pembicara, dan bagaimana diproses di dalam otak.[17]
Sejarah linguistik
dalam buku karya Willem J.M. Levelt A History of Psycholinguistics The
Pre-Chomskyan Era di kenal mulai tahun 1936. Istilah
"psikolinguistik" dalam diperkenalkan pada tahun 1936 oleh Jacob
Kantor, tapi itu jarang digunakan sampai tahun 1946, ketika muridnya Nicholas
Pronko menerbitkan bukunya Bahasa artikel dan psikolinguist.[18]
Ulasan ini meliputi perluasan dan keragaman pendekatan untuk fenomena bahasa,
yang secara kasar berbagi fakta bahwa mereka fokus pada "fitur psikologis
penting dari linguistik." Pendekatan ini meliputi eksperimental,
statistik, dan orang-orang fonetik. Termasuk studi akuisisi bahasa, kemampuan
bahasa, bahasa gestural, afasia, dan banyak lagi. Pronko sangat menyadari
sejarah pendekatan seperti bahasa, tetapi juga keragaman teoretis mereka.
Tujuannya adalah untuk memberikan kerangka teoritis pemersatu dan ia menawarkan
Kantor "teori bahasa interbehavioral" sebagai solusi optimal. Istilah "psikolinguistik" di sini,
untuk pertama kalinya, yang digunakan untuk menunjukkan bidang interdisipliner
studi yang bisa secara teoritis yang koheren. Istilah ini diterima luas, paling
tidak karena tantangan program: untuk membuat yang baru, pendekatan terpadu
untuk komunikasi linguistik manusia.[19]
Menurut
Joseph F Kess membagi empat tahapan terbentuknya ilmu psikolinguistik: (1)
tahap formatif, (2) tahap linguistik, (3) tahap kognitif, dan (4) tahap teori
psikolinguistik, realita psikologis, dan ilmu kognitif.[20]
1. Tahap Formatif
Pada
pertengahan abad ke 20 John W. Gardner, seorang psikolog dari Carnegie
Corporation, Amerika, mulai menggagas hibridasi (penggabungan) kedua ilmu ini.
Ide ini kemudian dikembangkan oleh psikolog lain, John B. Carrol, yang pada
tahun 1951 menyelenggarakan seminar di Universitas Cornell untuk merintis
keterkaitan antara kedus disiplin ilmu ini. Pertemuan itu di lanjutkan pada
tahun 1953 di Universitas Indiana. Hasil pertemuan ini membuat gema yang begitu
kuat di antara para ahli ilmu jiwa maupun ahli bahasa sehingga banyak
penelitian yang kemudian dilakukan terarah pada kaitan antara kedua ilmu ini
(Osgood dan Sebeok, 1954). Pada saat itulah istilah psycholinguistics pertama kali dipakai. Kelompok ini kemudian
mendukung penelitian mengenai relativitas bahasa maupun universal bahasa.
Pandangan tentang relativitas bahasa seperti dikemukakan oleh Benjamin Lee
Whorf (1956) dan universal bahasa seperti dalam karya Greenberg (1963)
merupakan karya-karya pertama dalam bidang psikolinguistik.
2.
Tahap Linguistik
Perkembangan
ilmu linguistik, yang semula berorientasi pada aliran behaviorisme dan kemudian
beralih ke mentalisme (nativisme) pada tahun 1957 dengan diterbitkannya buku
chomsky, sytactic structures, dan kritik tajam dari Chomsky terhadap teori
behavioristik B>F Skinner (Chomsky 1959) telah membuat psikolinguistik
sebagai ilmu yang banyak diminati orang. Hal ini makin berkembang karena
pandangan Chomsky tentang universal bahasa makin mengarah pada pemerolehan
bahasa.Kesamaan dalam strategi ini didukung pula oleh berkembangnya ilmu neurolinguistik (Caplan
1987) dan biolinguistik (Lenneberg, 1967; Jenkins 2000). Studi dalam
neurolinguistik menunjukkan bahwa manusia ditakdirkan memiliki otak yang brbeda
dengan primat lain, baik dalam struktur maupun fungsinya. Dari segi biologi,
manusia juga ditakdirkan memiliki struktur biologi yang berbeda dengan
binatang.
Bilinguistik,
yang merupakan ilmu hibrida antara biologi dan linguistik, bergerak lebih luas
karena ilmu ini merujuk pada pengetahuan kebahasaan manusia yakni pengetahuan
seperti apa yang dimiliki manusia sehingga dia dapat berbahasa, dari mana
datangnya pengetahuan itu sudah ada sejak manusia dilahirkan atau diperoleh
dari lingkungan setelah manusia dilahirkan, pengetahuan yang kita miliki
parameter apa yang kita pakai untuk mengolah dan mencerna input yang masuk pada
kita, peran otak manusia yang membedakannya dengan otak binatang, dan dan
pemerolehan bahasa adalah unik untuk manusia (species specific) hanya manusialah yang dapat berbahasa.
3. Tahap Kognitif
Pada
tahap ini psikolinguistik mulai mengarah pada peran kognisi dan landasan
biologis manusia dalam pemerolehan bahasa. Pelopor seperti Chomsky mengatakan
bahwa linguis itu sebenarnya adalah psikolog kognitif. Pemerolehan bahasa pada
manusia bukanlah penguasaan komponen bahasa tanpa berlandaskan pada
prinsip-prinsip kognitif.
Pada
tahap ini orang juga mulai berbicara tentang peran biologi pada bahasa karena
mereka mulai merasa bahwa biologi merupakan landasan di mana bahasa itu tumbuh.
Orang-orang seperti Chomsky dan Lenneberg mengatakan bahwa pertumbuhan bahasa
seorang manusia itu terkait secara genetik dengan pertumbuhan biologinya.
4. Tahap Teori Psikolinguistik,
Realita Psikologis, dan Ilmu Kognitif
Pada tahap akhir ini, psikologi
tidak lagi berdiri sebagai ilmu yang terpisah dari ilmu‑ilmu
lain karena pemerolehan dan penggunaan bahasa manusia menyangkut banyak cabang
ilmu pengetahuan yang lain. Psikologi tidak lagi terdiri dari psiko dan
linguistik saja tetapi juga menyangkut ilmu‑ilmu
lain seperti neurologi, filsafat, primatologi dan genetika. Neurologi mempunyai
peran yang sangat erat dengan bahasa karena kemampuan manusia berbahasa
ternyata bukan karena lingkungan tetapi karena kodrat neurologis yang dibawanya
sejak lahir. Tanpa otak dengan fungsi‑fungsinya
yang kita miliki seperti sekarang ini,mustahillah manusia dapat berbahasa. Ilmu
filsafat juga kembali memegang peran karena pemerolehan pengetahuan merupakan
masalah yang sudah dari jaman purba menjadi perdebatan diantara para filosof apa
pengetahuan itu dan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan. Primatologi dan
genetika mengkaji sampai seberapa jauh bahasa itu milik khusus manusia dan
bagaimana genetika terkait dengan pertumbuhan bahasa. Dengan kata lain,
psikolinguistik kini telah menjadi ilmu yang ditopang oleh ilmu‑ilmu
yang lain.[21]
Berdasarkan
kajian teoretik tentang perkembangan ilmu psikolinguistik di atas, maka perkembangannya terdiri dari masa sebelum
pakar linguistik Chomsky, karena beliau merupakan pencetus ilmu psikolinguistik
modern. Sedangkan perkembangan ilmunya sehingga menjadi disebut psikolingustik
menurut Jess terdiri dari empat tahapan: tahap formatif, (2) tahap linguistik,
(3) tahap kognitif, dan (4) tahap teori psikolinguistik, realita psikologis,
dan ilmu kognitif. Tahap akhir dari penelitian psikolinguistik ini menjadi luas
interdisiplin dengan mengkaitkannya dengan
neurologi, filosofi, primatologi dan genelogi
E. PEMEROLEHAN BAHASA ANAK
Pemerolehan bahasa
(language acquisition) adalah
proses-proses yang berlaku
di dalam otak
seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk kode sosial yang
memiliki sistem yang digunakan dalam berkomunikasi.
Menurut Gleason et.al dalam bukunya Introduction
to Psycholinguistics menyatakan bahwa,
Kecepatan pemerolehan bahasa anak dalam memperoleh
bahasa menyebabkan kekaguman baik para orang tua dan peneliti selama ribuan
tahun. Meskipun banyak penyelidikan tentang sifat bahasa anak belajar dengan
menggunakan metode penelitian yang bervariasi dan terus berulang-ulang. Ada
beberapa pernyataan dari kaum nativists yang menyatakan bahwa bahasa yang pada dasarnya adalah bawaan sejak
anak-anak dilahirkan dengan bakat manusia khusus dan unik yang bisa menciptakan
tata bahasa tanpa instruksi atau tanpa dikoreksi secara langsung oleh orang tua.
Lainnya menekankan peran pengasuhan dari orang dewasa yang mengajarkan bahasa
kepada anak-anak dengan memberikan mereka dengan umpan balik ketika mereka
menggunakan bahasa dengan baik atau buruk.
Dalam
ulasan penting dari tulisan pada masa awal Chomsky (1957, 1965) adalah
penekanannya tentang peran teori linguistik dan psikologi behavioris dalam menjelaskan akuisisi
bahasa oleh anak-anak. Dia berargumen bahwa teori belajar Skinner tidak dapat
menjelaskan akuisisi pemerolehan bahasa yang tidak terbatas. Serangkaian studi
dari akuisisi bahasa anak (Berko, 1958; Brown, 1965; Braine 1965) lakukan, pada
kenyataannya, menunjukkan bahwa anak-anak mengembangkan sistem gramatikal yang
cukup teratur, tetapi berbeda pada tahap awal dari tata bahasa orang dewasa,
hal ini sering digunakan untuk mendukung pandangan Chomsky.[22]
Komponen
bahasa dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu kemampuan berbicara yang mencakup artikulasi, suara
dan kelancaran berbahasa serta sistem bahasa yang berkaitan dengan fonologi,
morfologi, sintak dan semantik yang perlu digunakan agar dapat mengekresikan
dan mengkomunikasikan berbagai konsep dan pikiran manusia.[23]
Dalam kesempatan lain Santrock mendefinisikan bahasa sebagai bentuk
komunikasi, entah itu lisan, tulisan atau tanda yang didasarkan pada sistem
simbol.[24] Bahasa yang diucapkan
terdiri dari fonem, morfologi, sintak, semantik dan pragmatik. Contoh fonem
dalam bahasa inggris adalah /k/, suara yang direpresentasikan dari huruf k
dalam kata ski, huruf c dalam kata cat, dan huruf ch dalam kata christmas. Fonologi adalah sistem suara
bahasa. Aturan fonologi mengizinkan beberapa sekuensi suara seperti sp, ba, ar dan melarang yang lainnya
seperti zx atau qp. Untuk mempelajari fonologi bahasa anak harus mempelajari
kandungan suaranya dan urutan suara yang diperbolehkan.
Morfologi adalah aturan untuk mengombinasikan morfem yang merupakan
rangkaian suara sebagai kesatuan bahasa terkecil. Sintak merupakan cara kata
dikombinasikan untuk membentuk frasa dan kalimat yang dapat diterima. Sedangkan
semantik adalah makna kata atau kalimat itu sendiri. Pragmatik adalah
penggunaan percakapan yang tepat.
Lovitt dalam buku Martini Jamaris menjelaskan
perkembangan bahasa dari sudut isi, bentuk dan penggunaan bahasa. Isi bahasa
adalah makna yang terkandung dalam bahasa berkaitan dengan objek dan peristiwa
yang ada disekitar anak dan interaksi antara anak dengan objek. [25] Bentuk bahasa berkaitan
dengan kemampuan anak menerima dan memproduksi bunyi. Penggunaan bahasa
berkaitan dengan kemampuan anak untuk berbicara menggunakan kalimat yang dapat
dimengerti oleh pendengarnya. Sedangkan menurut Fernandes
pemerolehan anak bahasa yaitu “one of the
most fascinating facets of human development. Children acquire knowledge of the
language or languages around them in a relatively brief time, and with little
apparent effort.”[26]
Pemerolehan bahasa anak merupakan hal yang paling menggembirakan dalam
perkembangan manusia dimana seorang anak bisa memperoleh bahasa dengan usaha
yang sedikit.
Selanjutnya menurut Brown pemerolehan
bahasa pertama anak terdiri dari tiga pendekatan:
Gambar tiga pendekatan pemerolehan
bahasa oleh Brown.[27]
a) Pendekatan behavioristik. Kaum behavioris
memusatkan perhatian pada pola tingkah laku berbahasa yang berdaya guna untuk
menghasilkan respon yang benar terhadap setiap stimulus. Apabila respon
terhadap stimulus telah disetujui kebenarannya, hal itu menjadi kebiasaan.
Misalnya seorang anak mengucapkan , "ma ma ma",dan tidak ada anggota
keluarga yang menolak kehadiran kata itu, maka tuturan "ma ma ma",
akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu akan diulangi lagi ketika anak tadi
melihat sesosok tubuh manusia yang akan disebut ibu yang akan dipanggil
"ma ma ma". Hal yang sama akan berlaku untuk setiap kata-kata lain
yang didengar anak. Teori akuisisi bahasa berdasarkan konsep behavioris
menjelaskan bahwa anak-anak mengakuisisi bahasa melalui hubungan dengan lingkungan,
dalam hal ini dengan cara meniru.
b)
Pendekatan Nativis. Pendekatan ini menyatakan bahwa pemerolehan bahasa dicapai
melalui faktor genetik, sudah ditentukan dari sananya. Kita lahir sesuai dengan
kapasitas genetik bawaan kita yang hasilnya adalah sebuah konstruksi sistem
bahasa yang tertanam dalam diri kita.
c)
Pendekatan Fungsional adalah pemerolehan bahasa yang terbangun dari interaksi sosial.
Contoh bentuk-bentuk bahasa adalah morfem, kata, kalimat dan kaidah yang
menganut semuanya. [28]
Berdasarkan konsep di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kecepatan pemerolehan bahasa anak dalam memperoleh bahasa
menyebabkan kekaguman baik para orang tua dan peneliti selama ribuan tahun.
Meskipun banyak penyelidikan tentang sifat bahasa anak belajar dengan menggunakan
metode penelitian yang bervariasi dan terus berulang-ulang. Ada beberapa
pernyataan dari kaum nativists yang menyatakan bahwa bahasa yang pada dasarnya adalah bawaan sejak
anak-anak dilahirkan dengan bakat manusia khusus dan unik yang bisa menciptakan
tata bahasa tanpa instruksi atau tanpa dikoreksi secara langsung. Hal lainnya
menekankan bahwa peran pengasuhan dari orang dewasa yang mengajarkan bahasa
kepada anak-anak dengan memberikan mereka dengan umpan balik ketika mereka
menggunakan bahasa dengan baik atau buruk.
Pemerolehan bahasa anak mencakup artikulasi, suara dan kelancaran berbahasa serta
sistem bahasa yang berkaitan dengan fonologi, morfologi, sintak dan semantik
secara otomatis dengan usaha yang kecil. Sedangkan pengamatan pemerolehan bahasa
anak bisa diketahui melalui pendekatan
behaviouristik, nativis, dan fungsional.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerolehan
bahasa, orang yang sejak kecil dididik menggunakan bahasa ibu dengan baik dan
benar, akan terbiasa menggunakan bahasa yang baik dan benar pula, berbanding
terbalik dengan orang yang sejak kecil tidak dididik untuk menggunakan bahasa
dengan baik dan benar, maka ia tidak akan terbiasa menggunakannya. Artinya kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dalam
proses atau kegiatan mental (otak). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan
pembelajaran bahasa, studi
linguistik perlu dilengkapi dengan studi psikologi.
Inilah yang lazim disebut dengan psikolinguistik
yang terdiri dari pengertian bahasa, psikolinguistik,
aspek-aspek psikolinguistik, dan perkembangan
psikolinguistik.
. Pengertian bahasa merupakan Encoding proses membuat pesan yang
sesuai dengan kode tertentu, dan kedua dari segi
pendengar yang memerlukan proses decoding, dimana proses tersebut merupakan proses
menggunakan kode untuk memaknai pesan atau
informasi yang disampaikan.
24
|
Pengertian psikolinguistik merupakan proses-proses uraian
psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang
didengarkannya pada waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu
diperoleh oleh manusia. Sehingga seorang psikolinguis
mencoba untuk menemukan struktur dan proses yang melandasi kemampuan manusia
untuk berbicara dan memahami bahasa.
Aspek
pskolinguistik terdiri dari: 1) Bahasa
sebagai suatu sistem. Bahasa yang terdiri dari suatu sistem yang universal yang
terdiri dari bahasa menampakan wujudnya dalam bunyi dan simbol-simbol,
penggunaannya dan pemerolehannya. 2) Bahasa
sebagai tingkah laku personal. Bahasa merupakan wujud ungkapan yang berhubungan
dengan tindakan, misalnya saya marah, maka raut wajah marah akan terbentuk. 3)
Bahasa sebagai tingkah laku antar personal, merupakan tindakan antara si
pembicara dan si pendengar yang sangat dipengaruhi oleh transfer bahasa, tipologi jarak dan interaksi,
jarak lingkungan lawan bicara bahasa target, usia pemerolehan bahasa, tingkat
koginitif, pengembangan otak, motivasi, lingkungan pendidikan dan tingkat
penggunaan bahasa.
Perkembangan
psikolinguistik terdiri dari masa sebelum pakar linguistik Chomsky, karena
beliau merupakan pencetus ilmu psikolinguistik modern. Sedangkan perkembangan
ilmunya sehingga menjadi disebut psikolingustik menurut Jess terdiri dari empat
tahapan: tahap formatif, (2) tahap linguistik, (3) tahap kognitif, dan (4)
tahap teori psikolinguistik, realita psikologis, dan ilmu kognitif. Tahap akhir
dari penelitian psikolinguistik ini menjadi luas interdisiplin dengan
mengkaitkannya dengan neurologi,
filosofi, primatologi dan genelogi
Terakhir, mengenai
penjelasan pemerolehan bahasa anak terdidir dari artikulasi, suara dan kelancaran berbahasa serta sistem bahasa yang
berkaitan dengan fonologi, morfologi, sintak dan semantik
secara otomatis dengan usaha yang kecil. Sedangkan pengamatan pemerolehan
bahasa anak bisa diketahui melalui pendekatan
behaviouristik, nativis, dan fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
Brown,
H. Douglas. Principles of Language
Learning. New York: Pearson Education,
2007.
Chomsky
dalam Nan Bernstein Ratner, Jean Berko Gleason & Bhuvana Narasimhan. An Introduction to Psycholinguistics: What
do Language Users Know?. Australia: Harcourt Brace College Publishers,
1998.
Clark
dalam H. Wind Cowles. Psycholinguistics
101. New York :Springer Publishing Company, LLC, 2011.
Fernández,
Eva M. and Helen Smith Cairns.
Fundamentals of Psycholinguistics. West Sussex:
A John Wiley & Sons, Ltd, 2011.
Gleason, Jean Berko and Ratner, Nan Bernstein. Psycholinguistics
Second Edition. America: Harcourt Brace College
Publishers,1998.
Jamaris, Martini. Orientasi
Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: Yayasan Panamas Murni, 2010.
Kess,
Joseph F.. Psycholinguistics: Psychology,
linguistics, and the study of natural
language. Philadelphia:
J. Benjamins Pub. Co., 1992.
Mukalel, Joseph C. Psychology
of Language Learning. New Delhi: Discovery
Publishing House, 2003.
Nick
C Ellis. ed. Judith F. Kroll & Annette M. B. De Groot. Handbook of Bilingualism.
New York: Oxford University Press,
2005.
Patede, Mansoer. 1990. Aspek-Aspek Linguistik.Yogyakarta: Nusa Indah.
Ratner, N.B, J.B Gleason, dan B.
Narasimhan. 1998. An Introduction to
Psycholinguistics: What Do Language Users Know?Psycholinguistics. Dalam
Jean Berko Gleason dan Nan Bernstein Ratner (Ed.). Fort Worth: Harcourt Brace
College Publishers.
Santrock, Jhon W. Educational Psycology.
New Jersey: McGrow Hill,
2008.
Simanjuntak, Mangantar. Psikolinguistik Perkembangan:
Teori teori Pemerolehan Fonologi. Jakarta: Gaya Media Pratama. 1990
Suriasumantri, J. S. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengatar
Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010.
Willem
J.M. Levelt. A History of Psycholinguistics The Pre-Chomskyan Era .Oxford:
Oxford University Press, 2013.
[1] Jean Berko Gleason, San
Bernstein Ratner, N.B, & B. Narasimhan. An Introduction to
Psycholinguistics: What Do Language Users Know? Psycholinguistics. Dalam Jean Berko Gleason dan Nan Bernstein Ratner.ed. (Fort Worth: Harcourt Brace
College Publishers, 1998) h. 5
[2]
J. S. Suriasumantri. Filsafat
Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010), h.
167.
[3] Joseph C. Mukalel. Psychology of Language Learning (New Delhi:
Discovey Publishing House, 2003), h. 1
[5] Jean
Berko Gleason and Nan Bernstein Ratner. Psycholinguistics
Second Edition (America: Harcout Brace
College Publishers, 1998), h. 8
[8]
M. Simanjuntak. Psikolinguistik Perkembangan:Teori teori
Pemerolehan Fonologi. (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1990), h. 1.
[9] Jean
Berko Gleason and Nan Bernstein Ratner. Psycholinguistics
Second Edition (America: Harcout Brace
College Publishers, 1998), h. 3
[10] Jean Berko Gleason and Nan
Bernstein Ratner. Psycholinguistics
Second Edition (America: Harcout Brace
College Publishers, 1998), h. 3-4.
[12] Eva M. Fernández &
Helen Smith Cairns. Fundamentals of
Psycholinguistics (West Sussex:
A John Wiley & Sons, Ltd, 2011), h. 136
[13] Eva M. Fernández and Helen
Smith Cairns.loc.cit.
[14] Clark dalam H. Wind
Cowles. Psycholinguistics 101 (New
York :Springer Publishing Company, LLC, 2011), h. 123-124.
[15] Nick C Ellis. ed. Judith
F. Kroll & Annette M. B. De Groot.
Handbook of Bilingualism (New York:
Oxford University Press, 2005), h. 3.
[16]Jean Berko Gleason and Nan
Bernstein Ratner.op.cit., h. 36.
[17]Eva M.
Fernández and Helen Smith Cairns ,op.cit.,
h. 1.
[18]Willem
J.M. Levelt A History of Psycholinguistics The Pre-Chomskyan Era (Oxford:
Oxford University Press, 2013)
h. 1.
[20] Joseph F. Kess. Psycholinguistics: Psychology, linguistics,
and the Study of Natural Language (Philadelphia: J. Benjamins Pub. Co., 1992), h.
16.
[21] Joseph F. Kess., op.cit., h.16-22.
[23] Martini Jamaris. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan.
(Jakarta: Yayasan Panamas Murni, 2010). h. 360.
[26]Eva M. Fernández and Helen
Smith Cairns ,op.cit., h. 97.
[27] H. Douglas Brown. Principles of Language Learning (New
York: Pearson Education, 2007), h.
35
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus