Sabtu, 06 Agustus 2016

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM CERPEN THE SISTERS KARYA JAMES JOYCE (Sebuah Kajian Psiko Analisis)

A.  PENDAHULUAN
Sastra merupakan hasil pekerjaan seni yang kreatif yang merupakan hasil ciptaan manusia dengan penggunaan bahasa sebagai mediumnya. Objek sastra dapat berupa persoalan-persoalan kehidupan manusia yang erat hubungannya dengan sosial budaya, agama, politik, psikologi, dan kesenian (Semi, 1989: 2). Berangkat dari persoalan-persoalan tersebut, makan karya sastra dapat terbentuk melalui konflik batin yang berhubungan dengan kehidupan sosial maupun keadaan psikis dari pengarang sendiri yang dapat menjadi sebuah inspirasi dalam menghasilkan karya sastra.
Seiring dengan berkembangnya produk-produk sastra seperti, serpen, novel, puisi, film, maupun drama, maka munculah ilmu sastra. Ilmu sastra merupakan ilmu yang mengkaji karya sastra sebagai objek ilmu. Dalam pengkajiannya, dibutuhkan metode penelitian sastra untuk mengetahui aspek-aspek yang terkandung dalam suatu karya sastra (Rohman, 2012: 17).
Kehadiran karya sastra mempunyai kesan tersendiri bagi tiap individu, karena persoalan-persoalan yang sering hadir dalam karya sastra merupakan persoalan seputar kehidupan manusia itu sendiri yang sering dihubungkan dengan masalah yang melingkupinya. Dari persoalan-persoalan tersebut, nilai sebuah karya sastra akan muncul jika pembaca menikmati karya sastra tersebut. Bahkan sebuah karya sastra dapat membuka serta memengaruhi pikiran dan tingkah laku pembacanya. Sehingga, dalam hal ini kemampuan pengarang untuk menciptakan konflik yang berhubungan dengan persoalan kehidupan manusia, serta memunculkan kata0kata penggugah hati. Hal ini secara tidak langsung dapat memberikan sebuah pelajaran yang berharga bagi pembaca dalam menghadapi problematika di kehidupan, kadangkala besifat persuasif dalam hal meniru sikap, karakter dan gaya dari tokoh yang terdapat dalam karya sastra, seperti cerpen, novel, dan film.
Dalam kaijan sastra ini, penulis akan mengkaji sebuah cerita pendek berbahasa Inggris dengan judul The Sisters yang dikarang oleh James Joyce. Cerpen ini menceritakan kegundahan tokoh – tokoh serta konflik batin yang terjadi karena kepergian seorang pendeta. Setelah membaca cerpen tersebut, penulis tertarik untuk menjadikannya sebagai objek kajian sastra. Penulis ingin melihat konflik batin yang dialami oleh tokoh - tokoh dalam cerpen tersebut merujuk pada pendekatan psikologi sastra. Aspek psikologi disini berkaitan dengan pemahaman aspek kejiwaan, tingkah laku, serta pikiran pada manusia.

a.    Hakikat Konflik Batin dalam Karya Sastra
Permasalahan yang hadir dalam kehidupan bukan suatu hal yang asing bagi kehidupan manusia. Setiap masalah yang hadir akan menimbulkan suatu perselisihan antara makhluk hidup serta memunculan konflik batin di dalam setiap individu.
Demikian pula halnya dengan permasalahan yang muncul dalam cerita pada sebuah karya sastra. Konflik batin dapat terjadi ketika terjadi pertikaian antara tokoh-tokoh di dalam sebuah cerita. Sehubungan dengan konflik batin yang sering muncul dalam sebuah cerita maka, Wellek dan Warren (Wellek & Warren, 1992: 235) menjelaskan bahwa konflik batin adalah sesuatu yang ‘dramatik’ yang mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang, menyiratkan adanya aksi balasan.
Selanjutnya dalam KBBI, batasan konflik batin pada sastra adalah ketegangan atau pertentangan  dalam cerita rekaan atau drama. Pertentangan tersebut dapa berupa pertentangan antara kedua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, dan pertentangan dengan tokoh lain (KBBI, 2007: 587).
Sarwono mendefinisikn konflik merupakan suatu pertentangan antara dua belah pihak atau lebih. Sebuah konflik dapat terjadi antar-individu, antar-kelompok maupun antarbangsa dan Negara (Wirawan, 2000: 128).
Berdasarkan batasan pengertian konflik batin menurut ahli sastra maupun ahli psikologi bahwa konflik batin dapat datang kapan saja, baik itu dari diri sendiri maupun dipengaruhi oleh orang lain, lingkungan, keadaan, dan kelompok.
Dalam kehidupan nyata, konflik merupakan hal negatif yang disebabkan oleh suatu hal yang tidak menyenangkan dan cenderung untuk dihindari guna menapatkan ketentraman hidup. Akan tetapi, konflik yang hadir dalam cerita fiksi merupakan hal yang penting karena dapat menghidupkan susana cerita sekaligus membentuk plot sehingga dapat terlihat keunikan dari karya sastra tersebut.
Konflik batin terbagi menjadi dua yaitu, konflik internal (kejiwaan) dan konflik eksternal. Konflik internal (kejiwaan) yaitu konflik yang terjadi pada manusia dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi dalam hati atau jiwa seorang tokoh, misalnya konflik berupa pertentangan karena adanya dua keyakinan atau pendapat yang berbeda. Konflik ekternal (Nurgiantoro, 1988: 124) yaitu konflik yang terjadi antara tokoh dengan sesuatu di luar dirinya, konflik ini terjadi karena adanya masalah-masalah yang muncul antar manusia dalam kehidupan sosial (konflik sosial).
Dengan adanya konflik batin yang dialami oleh sesorang biasanya akan mempengaruhi jalan pikiran, tindakan dan emosi. Adapun ciri-ciri seseorang yang sedang mengalami konflik  batin antara lain: emosi yang tidak stabil, depresi, jengkel , marah, dan lainnya. Masalah psikis atau pergolakan batin seseorang dapat berupa depresi, ketidakmampuan, frutasi, ketergantungan, jengkel, bimbang harapan, tidak puas, ingin penghargaan, perhatian dan kepuasan (Muis, 2009: 63).
b.    Bentuk Konflik Batin
Menurut Saludin Muis, masalah psikis atau pergolakan batin seseorang dapat berupa: depresi, obsesi, cemas, takut, tidak aman, rasa bersalah, tidak mampu, frustasi, bimbang harapan, ketergantungan, jengkel, marah, sakit hati, tidak puas, penghargaan, perhatian, kepercayaan, merawat, dan pemenuhan/kepuasan (Muis, 2009: 63).
Rasa tertekan atau depresi dapat terjadi jika sesorang sedang sedih, murung, kecewa, dan menghadapi kesulitan. Keadaan seperti ini akan menyebabkan seseorang patah semangat dan putus asa. Dalam keadaan depresi, amarah tidaklah tampak secara jelas namun hanya ada di dalam diri orang tersebut. Jika semua penyebab merupakan bentuk pertahanan ego, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai gejala depresi. Sehingga dapat dikatakan bahwa depresi merupakan hasil yang terbentuk oleh super ego dikarenakan tindakan pemikiran yang tidak dapat diterima orang lain serta kegagalan dalam suatu hal atau keinginan hidup.
Perasaan marah dapat timbul pada individu yang merasa sakit hati, tersinggung, atu jengkel terhadap orang lain. Betuk kemarahan dapat berupa ungkapan kata-kata yang tidak sopan yang diutarakan maupun tidak dan dapat berujung pada kegiatan fisik.
Perasaan jengkel akan timbul jika individu merasa tidak nyaman, terganggu dan tersinggung dengan sikap atau pernyataan orang lain. Individu tersebut tidak dapat menerima sikap dan peryataan tersebut dan hanya menyimpannya dalam hati. Hal inilah yang menimbulkan perasaan jengkel dalam hati. Penyebab utama dari rasa jengkel ini berasal dari ego individu. Jika individu menganggap rasa jengkel ini dapat mengganggu kenyamananya maka super ego berperan pada individu dalam mempertimbangkan nilai-nilai moral.
Rasa frustasi merupakan gejala dimana seorang individu merasa kecewa dan tidak puas. Rasa ini dapat terjadi dikarenakan individu merasa tidak puas dengan keadaan dirinya sekarang, atau gagal dalam merencanakan apa yang telah direncanakan. Tentunya hal ini juga turut menimbulkan ketegangan dan amarah.
Rasa tidak aman dapat muncul ketika individu merasa dirinya tidak aman dan kurangnya keyakinan diri untuk menghadapi ketidakpastian dari situasi yang dialaminya. Hal tersebut dapat dapat menimbulkan ketegangan dan kebimbangan serta perasaan ketergantungan kepada orang lain daripada menyelesaikannya sendiri.
Rasa takut muncul jika individu dalam keadaan gelisah, khawatir dan ragu . seseorang akan lebih mudah curiga dan khawatir dengan apa yang diyakininya akan terjadi. Dalam kondisi ini, individu aakan menghindar dari kenyataan. rasa takut juga dibarengi dengan perasaan cemas.
Perasaan cemas dapat muncul apabila perasaan seseorang sedang kalut sehingga seseorang merasa khawatir jika hal yang diinginkannya tidak dapat berjalan dengan baik. Akibat yang ditimbulkan dari rasa ini adalah jiwa merasa terganggu, merasa kecewa, dan murung. Selain itu, dapat meluas pada perubahan-perubahan tingkah laku seperti perubahan nafsu makan, perubahan cara berbicara dan sulit tidur. Hal ini dapat terjadi karena kurang harmonisnya antara super ego dengan tuntutan id.
Perasaan obsesi muncul dikarenakan pikiran-pikiran yang menguasai diri seseorang. Orang tersebut tidak dapat mengendalikan diri dari semua dorongan-dorongan untuk melakukan tindakan yang sangat diinginkannya. Dorongan yang kuat tersebut memicu terjadinya pemikiran-pemikkran yang sangat ingin terealisasikan serta munculnya hukuman bagi diri sendiri berupa rasa cemas dan takut jika hal yang diinginkan belum terealisasi. Sehingga, perasaan obsesi melampiaskannya secara emosional dan menyakiti fisik sendiri.
Rasa bersalah ini timbul jika perilaku atau pikirannya dianggap tercela atau jahat. Rasa bersalah ini timbul diakibatkan dari penilaian pikiran atau perilaku oleh superego individu seperti, kegagalan individu untuk hidup ideal atau terlalu memberi hati pada dorongan id. Maka superego akan memerintahkan individu meskipun mendapatkan konsekuaensi hukuman.
Perasaan tidak mampu terjadi jika seseorang berfikir dirinya tidak sanggup dan tidak memiliki kualitas dalam memenuhi kebutuhan dirinya. Persaan tidak mampu merupakan gambaran psikologis seseorang yang merasa dirinya gagal dalam mencapai suatu hal.
c.    Tokoh dan Penokohan dalam Cerpen
Tokoh-tokoh dalam karya sastra sangat erat kaitannya untuk mengetahui aspek psikologis dalam sebuah karya sastra. Penokohan turut mendukung penggambaran watak pada tokoh. Untuk mengetahui gambaran psikologi dari tokoh dapat ditinjau dari ucapan, kebiasaan, serta tindak tanduk dari tokoh yang bersangkutan (Esten, 1987: 40). Semi (Semi, 1989: 29) juga mengemukakan bahwa tokoh dalam karya sastra merupakan gambaran dari perwatakan tertentu yang dibentuk oleh pengarang.
d.    Psikologi Sastra
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagi suatu proses kejiwaan. Psikologi sastra beranggapan bahwa pengarang melibatkan cipta, rasa, dan karya dalam menciptakan karya sastra. Sedangkan, pembaca juga turut menanggapi karya sastra tanpa terlepas dari proses kejiwaan masing-masing individu (Edraswara, 2008: 96).
Sebuah karya sastra memunculkan aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Refleksi pengalaman pengarang juga dapart mempengaruhi munculnya aspek-aspek psikologis yang dituangkan dalam teks sastra (Edraswara, 2008: 96).
Kajian Psikologi sastra menurut Wellek terbagi menjadi empat kemungkinan, yaitu: 1) studi psikologi pengarang sebagai tipe/ pribadi, 2) studi proses kreatif, 3) studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, 4) mempelajari dampak  sastra pada pembaca (psikologi pembaca) (Wellek, 1990: 90).
Psikologi sastra akan ditopang tiga pendekatan sekaligus. Pertama, pendekatan tekstual yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra, kedua, pendekatan reseptif-pragmatis, yang mengkaji aspek psikologi pembaca sebagai peninkmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya sastra yang dibacanya, ketiga,pendekatan ekpresif yang mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat hasil karya sastranya (Edraswara, 2008: 97).
Berdasarkan ketiga pendekatan di atas, penelitian ini akan lebih tertuju pada pendekatan pertama yaitu pendekatan tekstual. Hal ini dikarenakan objek penelitian ini merupakan sebuah karya sastra berupa cerpen dan di dalamnya terdapat tokoh sebagai pemegang peran.

B. METODOLOGI PENELITIAN
                Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat sumber tertentu. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psiko analisis, pendekatan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala psikologis seperti gejala oedipus kompleks yang terjadi pada tokoh utama dalam cerpen the sisters.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.) 
If he was died, I thought, I would see the reflection of candles on the darkened blind for I knew that two candles must be set at the head of a corpse. (hlm.1)

Bentuk konflik batin: Rasa frustasi


C.1 (penyebab konflik batin)
He had often said to me: “ I am not long for this world, and I had thought his words idle.
Deskripsi:
Latar waktu           : malam hari.
Latar tempat         : kamar tidur
Perilaku     : “the boy” sedang berbaring dikamarnya memikirkan kata-kata yang diucapkan oleh sahabatnya (Father Flynn) bahwa hidupnya tidak akan lama lagi.
Peristiwa khusus: ungkapan hati tersebut menunjukkan kekecewaan dan ketidakpuasan “the boy” atas meninggalnya Father Flynn. Menurutnya, jika memang Father Flynn telah meninggal maka, bayangan dari cahaya lilin yang mengilustrasikan kepala dan badan dari orang yang telah meninggal.
Berdasarkan paparan deskrpisi di atas, “the boy” mengalami konflik batin internal dimana ia bergelut dengan pikirannya sendiri. Ia masih belum percaya jika sahabatnya telah meninggal. Ia terus memikirkan kata-kata terakhir dari Father Flynn. “The boy” merasa frustasi engan keadaanya sekarang. Rasa frustasi pada seseorang dapat muncul dikarenakan orang tersebut merasa kecewa dan tidak puas terhadap apa yang telah dialaminya. Hal ini tampak pada “the boy” yang tidak puas dengan penyebab kematian Father Flynn.
2.) 
It filled me with fear, and yet I longed to be nearer to it and to look upon its deadly work. (hlm.1)
Bentuk konflik batin: Rasa Ketakutan


C.1 (penyebab konflik batin)
Every night as I gazed up at the window I said softly to myself the word paralysis. It had always sounded strangely in my ears, like the word gnomon in the Euclid and the word simony in the Catechism. But now it sounded to me like the name of some maleficent and sinful being.
Deskripsi:
Latar waktu           : malam hari
Latar tempat         : kamar tidur
Perilaku     : “the boy” sedang melihat ke arah luar jendela sambil mengucapkan kata-kata kepada dirinya sendiri.
Peristiwa khusus: “The boy” merasa aneh dengan kata-kata yang diucapkannya sendiri. Kata-kata tersebut terdengar seperti nama orang yang penuh dosa. Sehingga ia merasa ketakutan dan merasa dekat dengan dunia kematian.
Dari penyebab dia atas, “the boy” merasa takut dan cemas. Ia merasa seakan ada yang ingin disampaikan oleh Father Flynn sebelum meninggal dunia pada dirinya. Konflik batin yang dialami “the boy” merupakan jenis konflik batin internal. Rasa takut dan cemas yang dialami oleh “the boy” disebabkan dirinya yang sedang sedih dan kecewa terhadap hal yang sedang dialaminya.
3.) 
Tiresome old fool! When we knew him first he used to be rather interesting, talking of faints and worms; but I soon grew tired of him and his endless stories about the distillery. (hlm.1)
Bentuk konflik batin: perasaan jengkel


C.1 (penyebab konflik batin)
“No, I wouldn’t say he was exactly... but there was something queer... there was something uncanny about him. I’ll tell you my opinion ...”. (hlm.1)
Deskripsi:
Latar waktu           : malam hari ketika sedang makan malam keluarga
Latar tempat         : ruang makan
Perilaku: “the boy” sedang makan tengah malam (supper) dengan keluarga.
Peristiwa khusus: kedatangan Old Cotter salah satu kerabat “The boy” membuat “the boy” merasa kesal dengan pernyataannya. Menurut Old Cotter, ada hal yang ganjil sebelum kematian Father Flynn.
“The boy” merasa jengkel dengan Old Cotter yang menyatakan adanya keanehan sebelum kematian Father Flynn. Ungkapan hati “the boy” tersebut menunjukkan kejengkelan hatinya. Konflik batin ini termasuk jenis konflik batin internal karena “the boy” tidak mengungkapkan langsung kejengkelan hatinya tersebut. Hal ini disebabkan dirinya yang masih muda dan tetap menjaga etika terhadap orang yang lebih tua darinya.
4.)  Bentuk konflik batin: perasaan tertekan
I felt that his little beady black eyes were examining me but I would not satisfy him by looking up from my plate. (hlm.1)
 



C.1 (penyebab konflik  batin)
“well, so your old friend is gone, you’ll be sorry to hear.”
“who?” said I.
“Father Flynn.”
“Is he dead?”
“Mr.Cotter has jus told us. He was passing by the house.” (hlm.1)
Deskripsi:
Latar waktu  : malam hari
Latar tempat  : ruang makan
Perilaku         : “the boy” sedang makan malam dengan paman dan bibinya di ruang makan.
Peristiwa khusus:  kedatangan Cotter saat itu membuat “the boy” merasa tersudut dan tertekan. Cotter menceritakan tentang kematian Flynn kepada paman dan bibi “the boy”.
Tokoh utama mengalami konflik batin internal. Ia merasa tertekan dengan tatapan Cotter padanya. “The boy” merasa ada hal yang ingin Cotter tanyakan seputar kematian Flynn padanya. Sehingga ketika paman “the boy” memberitahu tentang kematian Flynn, “the boy” seolah-olah baru mengetahuinya. Ia tidak ingin memuaskan rasa ingin tahu Cotter.
5.) 
I crammed my mouth with strirabout for fear I might give utterance to my anger. Tiresome old red-nose imbecile! (hlm.2)
Bentuk konflik batin: perasaan marah
C.1 (Penyebab konflik batin)
“ what I mean is,” said old Cotter, “it’s bad for children. My idea is: let a young lad run about and play with youn lads of his own age and not be ... Am I right, Jack?” (hlm.2)


C.2
“it’s bad for children,” said old Cotter, because their mind are so impressionable. When children see things like that, you know, it has an effect....” (hlm.2)
Deskripsi:
Latar waktu         : malam hari
Latar tempat       : ruang makan
Perilaku              : Old Cotter sedang berbincang-bincang dengan paman “the boy”.
Peristiwa khusus: Saat itu Cotter menyarankan kepada paman agar seharusnya “the boy” bermain dengan teman sebayanya bukan dengan orang yang lebih tua seperti Flynn. Menurut Cotter, memiliki teman yang lebih jauh usianya akan menimbulkan efek psikis karena pikiran anak-anak mudah dipengaruhi.
Berdasarkan ungkapan hati “the boy” yang tertuju pada Cotter meupakan bentuk konflik batin. “The boy” merasa marah dengan ucapan Cotter tentang pertemanan dirinya dan Father Flynn. Disini “the boy” tidak mengungkapkan langsung kemarahannya dengan kata-kata akan tetapi dengan tindakan yaitu terus menjejalkan makanan ke mulutnya. “The boy” masih menjaga nilai-nilai moral kesopanan sehingga ungkapan marahnya tidak diutarakan secara langsung.

6.) 
... I puzzled my head to extract meaning from his unfinished sentences. (hlm.2)
Bentuk konflik batin: perasaan obsesi

C.1 (penyebab konflik batin)
It was late when I fell asleep. Though I was angry with old Cotter for alluding to me as a child ...(hlm.2)
Deskripsi:
Latar waktu    : malam hari
Latar tempat  : kamar tidur
Perilaku         : “The boy” teringat kembali akan ucapan old Cotter pada saat makan malam. Pikirannya terus menerawang kata-kata old Cotter mengenai persahabatan dirinya dan Flynn.
Peristiwa khusus      : “The boy” mencoba memejamkan mata akan tetapi pikirannya masih saja berkecamuk untuk terus berpikir atas ucapan old Cotter yang masih menggantung. Di dalam kamarnya yang gelap, “the boy” mengalihkan pikirannya dan membayangkan tentang Christmas. Akan tetapi bayangan wajah seseorang terus membayangi dirinya. Seolah-olah ada hal yang ingin disampaikan pada dirinya.
Berdasakan paparan di atas, “the boy” merasa terobsesi untuk mengetahui maksud dari kalimat old Cotter. Obsesi dapat terjadi ketika individu tidak mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang menguasai diri. Perasaan obsesi yang dialami “the boy” membuatnya terus berimajinasi. Dorongan yang kuat dari perasaan obsesi akan menimbulkan perasaan gusar.
7.)  Bentuk konflik batin: perasaan tidak aman
I found it strange that neither I nor the day seemed in a mourning mood and I felt even annoyed at discovering in myself a sensation of freedom as if I had been freed from something by his death. (hlm.3)


C.1 (penyebab konflik batin)
The reading of the card persuaded me that he was dead and I was didturbed to find myself at check. (hlm.2)
      C.2
I wished to go in and look at him but I had no the courage to knock. I walked away slowly along the sunny side of the street, reading all theatrical advertisements in the shop-windows as I went. (hlm.3)
Deskripsi:
Latar tempat       : di depan rumah Father Flynn di Great Britain street (C.1)  dan di spanjang jalan Great Britain (C.2).
Latar waktu         : pagi hari
Perilaku  : “The boy” sedang berdiri di depan karangan bunga yang bertuliskan nama Father Flynn. Kemudian ia pergi menyusuri jalan di Great Britain sambil melihat iklan-iklan yang terpampang di sepanjang jalan dengan menikmati sinar matahari pagi.
Peristiwa khusus: “The boy” mengunjungi kediaman Father Flynn untuk menyampaikan bela sungkawa. “The boy” ingin masuk ke dalam ruangan tempat Flynn disemayamkan, akan tetapi “the boy” tidak mempunyai keberanian untuk itu.
Dari paparan penyebab konflik di atas, tokoh utama mengalami konflik batin internal yakni benuk rasa tidak aman. Perasaan ini dapat muncul ketika kurangnya keyakinan diri untuk menghadapi ketidakpastian dari situasi yang sedang dialaminya. Hal ini dapat dilihat ketika “the boy” merasa jiwanya terganggu untuk melihat secara langsung jasad Flynn. “The boy” juga merasa aneh akan dirinya yang merasa terbebas setelah kematian Flynn padahal Flynn adalah sahabat tuanya. Ketika “the boy” merasa tidak aman dengan gejolah batinnya, ia mengurungkan niat untuk melihat langsung jasad Flynn.





D. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis pendekatan psiko analisis sastra cerita pendek “The Sisters” karya James Joyce, dapat ditarik kesimpulan bahwa tokoh utama yakni seorang anak laki-laki (“the boy”) yang mengalami konflik batin karena kematian sahabatnya Father Flynn dan juga persahabatannya dengan Flynn yang berbeda usia. Dalam penelitian ini hanya ditemukan tujuh bentuk konflik batin antara lain: frustasi, perasaan ketakutan, rasa jengkel, rasa marah, perasaan obsesi, perasaan tertekan, dan rasa tidak aman
Hal yang menyebabkan terjadinya konflik batin tokoh utama seperti kematian Flynn yang membuatnya depresi dan tidak percaya atas kematian sahabatnya itu. Kemudian ungkapan old Cotter yang terus membuatnya jengkel dan marah. Hal ini terjadi karena menurut Cotter anak laki-laki seharusnya bermain dan memiliki teman seusianya. “The boy” juga merasa tertekan atas ungkapan Cotter pada dirinya.
Semua konflik batin yang dialami “the boy” merupakan jenis konflik batin internal. Hal ini terjadi karena konflik tersebut hanya terjadi dan bergejolak pada diri “the boy” itu sendiri.




DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. KBBI. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Edraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Medpress, 2008.
Esten, Mursal. Kritik Sastra Indonesia. Padang: Angkasa Raya, 1987.
Muis, Saludin. Kenali Kepribadian Anda dan Permasalahannya dari Sudut Pandang Teori Psokoanalisis. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1988.
Rohman, Saifur. Pengantar Metodologi Pengajaran Sastra Pengantar Metodologi Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Semi, M.Attar. Kritik Sastra.Bandung: Angkasa , 1989.
Wellek, Renne & Austiin Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia, 1992.
__________. Teori Kesusastraan, Jakarta: PT.Gramedia,1990.
Wirawan , Sarlito. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Grafindo, 2000.







LAMPIRAN

SinopsisThe Sisters”


The sisters adalah cerita pendek karangan James Joyce, seorang literatur asal Irlandia. Cerpen ini menceritakan tentang seorang anak laki-laki (tokoh utama) yang memikirkan tentang penyakit stroke yang diidap oleh temannya Father Flynn dan kematian yang seakan tidak lama lagi akan merenggut nyawa temannya itu. Suatu hari, ketika the boy sedang makan malam dengan paman dan bibinya, datanglah Old Cotter, salah satu anggota keluarga yang lain. Old Cotter melontarkan kata-kata yang menyinggung hati The boy, dia menyarankan bahwa anak laki-laki seharusnya berteman dengan teman sebayanya daripada dengan laki-laki tua. The boy merasa kesal setelah keadatangan Old Cotter semalam. Akan tetapi, Old Cotter –lah yang memberi informasi tentang kematian Father Flynn. Sehingga keesokan harinya, The boy mendatangi kediaman Father Flynn di sebuah desa kecil di Great Britain. The boy melihat kerumunanorang berdiri di depan karangan bunga dengan pita yang menempel bertuliskan nama “Father Flynn”. Hal ini semakin meyakinkan the boy bahwa Father Flynn telah meninggal. Pada sore harinya, the boy dan sang bibi pergi ke rumah duka untuk melihat jasad Father Flynn. Disana ia bertemu dengan Nannie dan Eliza, saudara peempuan Father Flynn. Nannie meyuruh the boy untuk masuk ke sebuah ruangan kecil, tempat jasad Father Flynn disemayamkan. Sedangkan, Eliza berbicara dengan bibi, dia menceritakan bahwa ada hal yang aneh sebelum kematian Flynn. Semenjak piala (berbentuk tongkat yang dipakai dalam misa orang Kristen) milik Flynn patah, dia menjadi orang yang tertutup. Dia tidak berbicara dengan orang lain dan suka bepergian sendiri. Suatu malam ketika Flynn pergi ke suatu kunjungan, akan tetapi ia tidak dapat ditemui dimanapun. Akhirnya, Father O’Rourke menemukannya. Ia sangat terkejut melihat Flynn seorang diri pada kegelapan di dalam kotak pengakuan dosa dan tertawa seseorang diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar