A. PENDAHULUAN
Sastra merupakan hasil pekerjaan seni yang
kreatif yang merupakan hasil ciptaan manusia dengan penggunaan bahasa sebagai
mediumnya. Objek sastra dapat berupa persoalan-persoalan kehidupan manusia yang
erat hubungannya dengan sosial budaya, agama, politik, psikologi, dan kesenian (Semi, 1989: 2). Berangkat dari
persoalan-persoalan tersebut, makan karya sastra dapat terbentuk melalui
konflik batin yang berhubungan dengan kehidupan sosial maupun keadaan psikis
dari pengarang sendiri yang dapat menjadi sebuah inspirasi dalam menghasilkan
karya sastra.
Seiring dengan berkembangnya produk-produk
sastra seperti, serpen, novel, puisi, film, maupun drama, maka munculah ilmu
sastra. Ilmu sastra merupakan ilmu yang mengkaji karya sastra sebagai objek
ilmu. Dalam pengkajiannya, dibutuhkan metode penelitian sastra untuk mengetahui
aspek-aspek yang terkandung dalam suatu karya sastra (Rohman, 2012: 17).
Kehadiran karya sastra mempunyai kesan
tersendiri bagi tiap individu, karena persoalan-persoalan yang sering hadir
dalam karya sastra merupakan persoalan seputar kehidupan manusia itu sendiri
yang sering dihubungkan dengan masalah yang melingkupinya. Dari
persoalan-persoalan tersebut, nilai sebuah karya sastra akan muncul jika
pembaca menikmati karya sastra tersebut. Bahkan sebuah karya sastra dapat
membuka serta memengaruhi pikiran dan tingkah laku pembacanya. Sehingga, dalam
hal ini kemampuan pengarang untuk menciptakan konflik yang berhubungan dengan
persoalan kehidupan manusia, serta memunculkan kata0kata penggugah hati. Hal
ini secara tidak langsung dapat memberikan sebuah pelajaran yang berharga bagi
pembaca dalam menghadapi problematika di kehidupan, kadangkala besifat
persuasif dalam hal meniru sikap, karakter dan gaya dari tokoh yang terdapat dalam
karya sastra, seperti cerpen, novel, dan film.
Dalam kaijan sastra ini, penulis akan
mengkaji sebuah cerita pendek berbahasa Inggris dengan judul The Sisters yang dikarang oleh James
Joyce. Cerpen ini menceritakan kegundahan tokoh – tokoh serta konflik batin
yang terjadi karena kepergian seorang pendeta. Setelah membaca cerpen tersebut,
penulis tertarik untuk menjadikannya sebagai objek kajian sastra. Penulis ingin
melihat konflik batin yang dialami oleh tokoh - tokoh dalam cerpen tersebut
merujuk pada pendekatan psikologi sastra. Aspek psikologi disini berkaitan
dengan pemahaman aspek kejiwaan, tingkah laku, serta pikiran pada manusia.
a.
Hakikat
Konflik Batin dalam Karya Sastra
Permasalahan yang hadir dalam kehidupan bukan
suatu hal yang asing bagi kehidupan manusia. Setiap masalah yang hadir akan
menimbulkan suatu perselisihan antara makhluk hidup serta memunculan konflik
batin di dalam setiap individu.
Demikian pula halnya dengan permasalahan yang
muncul dalam cerita pada sebuah karya sastra. Konflik batin dapat terjadi
ketika terjadi pertikaian antara tokoh-tokoh di dalam sebuah cerita. Sehubungan
dengan konflik batin yang sering muncul dalam sebuah cerita maka, Wellek dan
Warren (Wellek & Warren, 1992: 235) menjelaskan
bahwa konflik batin adalah sesuatu yang ‘dramatik’ yang mengacu pada
pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang, menyiratkan adanya aksi balasan.
Selanjutnya dalam KBBI, batasan konflik batin
pada sastra adalah ketegangan atau pertentangan
dalam cerita rekaan atau drama. Pertentangan tersebut dapa berupa
pertentangan antara kedua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, dan
pertentangan dengan tokoh lain (KBBI, 2007: 587).
Sarwono mendefinisikn konflik merupakan suatu
pertentangan antara dua belah pihak atau lebih. Sebuah konflik dapat terjadi
antar-individu, antar-kelompok maupun antarbangsa dan Negara (Wirawan, 2000: 128).
Berdasarkan batasan pengertian konflik batin
menurut ahli sastra maupun ahli psikologi bahwa konflik batin dapat datang
kapan saja, baik itu dari diri sendiri maupun dipengaruhi oleh orang lain,
lingkungan, keadaan, dan kelompok.
Dalam kehidupan nyata, konflik merupakan hal
negatif yang disebabkan oleh suatu hal yang tidak menyenangkan dan cenderung
untuk dihindari guna menapatkan ketentraman hidup. Akan tetapi, konflik yang
hadir dalam cerita fiksi merupakan hal yang penting karena dapat menghidupkan
susana cerita sekaligus membentuk plot sehingga dapat terlihat keunikan dari
karya sastra tersebut.
Konflik batin terbagi menjadi dua yaitu,
konflik internal (kejiwaan) dan
konflik eksternal. Konflik internal (kejiwaan) yaitu konflik yang
terjadi pada manusia dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi dalam hati
atau jiwa seorang tokoh, misalnya konflik berupa pertentangan karena adanya dua
keyakinan atau pendapat yang berbeda. Konflik ekternal (Nurgiantoro, 1988: 124)
yaitu konflik yang terjadi antara tokoh dengan sesuatu di
luar dirinya, konflik ini terjadi karena adanya masalah-masalah yang muncul
antar manusia dalam kehidupan sosial (konflik sosial).
Dengan adanya konflik batin yang dialami
oleh sesorang biasanya akan mempengaruhi jalan pikiran, tindakan dan emosi.
Adapun ciri-ciri seseorang yang sedang mengalami konflik batin antara lain: emosi yang tidak stabil,
depresi, jengkel , marah, dan lainnya. Masalah psikis atau pergolakan batin
seseorang dapat berupa depresi, ketidakmampuan, frutasi, ketergantungan,
jengkel, bimbang harapan, tidak puas, ingin penghargaan, perhatian dan kepuasan (Muis, 2009: 63).
b.
Bentuk
Konflik Batin
Menurut Saludin Muis, masalah psikis atau
pergolakan batin seseorang dapat berupa: depresi, obsesi, cemas, takut, tidak
aman, rasa bersalah, tidak mampu, frustasi, bimbang harapan, ketergantungan,
jengkel, marah, sakit hati, tidak puas, penghargaan, perhatian, kepercayaan,
merawat, dan pemenuhan/kepuasan (Muis, 2009: 63).
Rasa
tertekan atau depresi dapat terjadi jika sesorang
sedang sedih, murung, kecewa, dan menghadapi kesulitan. Keadaan seperti ini
akan menyebabkan seseorang patah semangat dan putus asa. Dalam keadaan depresi,
amarah tidaklah tampak secara jelas namun hanya ada di dalam diri orang
tersebut. Jika semua penyebab merupakan bentuk pertahanan ego, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai gejala depresi. Sehingga
dapat dikatakan bahwa depresi merupakan hasil yang terbentuk oleh super ego dikarenakan tindakan pemikiran
yang tidak dapat diterima orang lain serta kegagalan dalam suatu hal atau
keinginan hidup.
Perasaan
marah dapat timbul pada individu yang merasa sakit
hati, tersinggung, atu jengkel terhadap orang lain. Betuk kemarahan dapat
berupa ungkapan kata-kata yang tidak sopan yang diutarakan maupun tidak dan
dapat berujung pada kegiatan fisik.
Perasaan
jengkel akan timbul jika individu merasa tidak
nyaman, terganggu dan tersinggung dengan sikap atau pernyataan orang lain.
Individu tersebut tidak dapat menerima sikap dan peryataan tersebut dan hanya
menyimpannya dalam hati. Hal inilah yang menimbulkan perasaan jengkel dalam
hati. Penyebab utama dari rasa jengkel ini berasal dari ego individu. Jika
individu menganggap rasa jengkel ini dapat mengganggu kenyamananya maka super
ego berperan pada individu dalam mempertimbangkan nilai-nilai moral.
Rasa
frustasi merupakan gejala dimana seorang individu
merasa kecewa dan tidak puas. Rasa ini dapat terjadi dikarenakan individu
merasa tidak puas dengan keadaan dirinya sekarang, atau gagal dalam
merencanakan apa yang telah direncanakan. Tentunya hal ini juga turut menimbulkan
ketegangan dan amarah.
Rasa
tidak aman dapat muncul ketika individu merasa
dirinya tidak aman dan kurangnya keyakinan diri untuk menghadapi ketidakpastian
dari situasi yang dialaminya. Hal tersebut dapat dapat menimbulkan ketegangan
dan kebimbangan serta perasaan ketergantungan kepada orang lain daripada
menyelesaikannya sendiri.
Rasa
takut muncul jika individu dalam keadaan gelisah,
khawatir dan ragu . seseorang akan lebih mudah curiga dan khawatir dengan apa
yang diyakininya akan terjadi. Dalam kondisi ini, individu aakan menghindar
dari kenyataan. rasa takut juga dibarengi dengan perasaan cemas.
Perasaan
cemas dapat muncul apabila perasaan seseorang
sedang kalut sehingga seseorang merasa khawatir jika hal yang diinginkannya
tidak dapat berjalan dengan baik. Akibat yang ditimbulkan dari rasa ini adalah
jiwa merasa terganggu, merasa kecewa, dan murung. Selain itu, dapat meluas pada
perubahan-perubahan tingkah laku seperti perubahan nafsu makan, perubahan cara
berbicara dan sulit tidur. Hal ini dapat terjadi karena kurang harmonisnya
antara super ego dengan tuntutan id.
Perasaan
obsesi muncul dikarenakan pikiran-pikiran yang
menguasai diri seseorang. Orang tersebut tidak dapat mengendalikan diri dari
semua dorongan-dorongan untuk melakukan tindakan yang sangat diinginkannya.
Dorongan yang kuat tersebut memicu terjadinya pemikiran-pemikkran yang sangat
ingin terealisasikan serta munculnya hukuman bagi diri sendiri berupa rasa
cemas dan takut jika hal yang diinginkan belum terealisasi. Sehingga, perasaan
obsesi melampiaskannya secara emosional dan menyakiti fisik sendiri.
Rasa
bersalah ini timbul jika perilaku atau pikirannya
dianggap tercela atau jahat. Rasa bersalah ini timbul diakibatkan dari
penilaian pikiran atau perilaku oleh superego individu seperti, kegagalan
individu untuk hidup ideal atau terlalu memberi hati pada dorongan id. Maka
superego akan memerintahkan individu meskipun mendapatkan konsekuaensi hukuman.
Perasaan
tidak mampu terjadi jika seseorang berfikir dirinya
tidak sanggup dan tidak memiliki kualitas dalam memenuhi kebutuhan dirinya.
Persaan tidak mampu merupakan gambaran psikologis seseorang yang merasa dirinya
gagal dalam mencapai suatu hal.
c.
Tokoh
dan Penokohan dalam Cerpen
Tokoh-tokoh dalam karya sastra sangat
erat kaitannya untuk mengetahui aspek psikologis dalam sebuah karya sastra.
Penokohan turut mendukung penggambaran watak pada tokoh. Untuk mengetahui
gambaran psikologi dari tokoh dapat ditinjau dari ucapan, kebiasaan, serta
tindak tanduk dari tokoh yang bersangkutan
(Esten, 1987: 40). Semi (Semi, 1989: 29) juga mengemukakan bahwa
tokoh dalam karya sastra merupakan gambaran dari perwatakan tertentu yang
dibentuk oleh pengarang.
d.
Psikologi
Sastra
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang
memandang karya sastra sebagi suatu proses kejiwaan. Psikologi sastra
beranggapan bahwa pengarang melibatkan cipta, rasa, dan karya dalam menciptakan
karya sastra. Sedangkan, pembaca juga turut menanggapi karya sastra tanpa
terlepas dari proses kejiwaan masing-masing individu (Edraswara, 2008: 96).
Sebuah karya sastra memunculkan aspek
kejiwaan melalui tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Refleksi pengalaman
pengarang juga dapart mempengaruhi munculnya aspek-aspek psikologis yang
dituangkan dalam teks sastra (Edraswara, 2008:
96).
Kajian Psikologi sastra menurut Wellek
terbagi menjadi empat kemungkinan, yaitu: 1) studi psikologi pengarang sebagai
tipe/ pribadi, 2) studi proses kreatif, 3) studi tipe dan hukum-hukum psikologi
yang diterapkan pada karya sastra, 4) mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca) (Wellek, 1990: 90).
Psikologi sastra akan ditopang tiga
pendekatan sekaligus. Pertama,
pendekatan tekstual yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra, kedua, pendekatan reseptif-pragmatis,
yang mengkaji aspek psikologi pembaca sebagai peninkmat karya sastra yang
terbentuk dari pengaruh karya sastra yang dibacanya, ketiga,pendekatan ekpresif
yang mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika melakukan proses kreatif
yang terproyeksi lewat hasil karya sastranya
(Edraswara, 2008: 97).
Berdasarkan ketiga pendekatan di atas,
penelitian ini akan lebih tertuju pada pendekatan pertama yaitu pendekatan
tekstual. Hal ini dikarenakan objek penelitian ini merupakan sebuah karya
sastra berupa cerpen dan di dalamnya terdapat tokoh sebagai pemegang peran.
B.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu
metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat sumber tertentu. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan psiko analisis, pendekatan dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala psikologis seperti gejala
oedipus kompleks yang terjadi pada tokoh utama dalam cerpen the sisters.
C.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.)
If he was died, I thought, I would see
the reflection of candles on the darkened blind for I knew that two candles
must be set at the head of a corpse. (hlm.1)
|
C.1 (penyebab konflik batin)
He had
often said to me: “ I am not long for this world, and I had thought his words
idle.”
Deskripsi:
Latar
waktu :
malam hari.
Latar
tempat :
kamar tidur
Perilaku : “the boy” sedang berbaring dikamarnya
memikirkan kata-kata yang diucapkan oleh sahabatnya (Father Flynn) bahwa
hidupnya tidak akan lama lagi.
Peristiwa
khusus: ungkapan hati tersebut menunjukkan
kekecewaan dan ketidakpuasan “the boy” atas meninggalnya Father Flynn.
Menurutnya, jika memang Father Flynn telah meninggal maka, bayangan dari cahaya
lilin yang mengilustrasikan kepala dan badan dari orang yang telah meninggal.
Berdasarkan paparan deskrpisi di atas,
“the boy” mengalami konflik batin internal dimana ia bergelut dengan pikirannya
sendiri. Ia masih belum percaya jika sahabatnya telah meninggal. Ia terus
memikirkan kata-kata terakhir dari Father Flynn. “The boy” merasa frustasi
engan keadaanya sekarang. Rasa frustasi pada seseorang dapat muncul dikarenakan
orang tersebut merasa kecewa dan tidak puas terhadap apa yang telah dialaminya.
Hal ini tampak pada “the boy” yang tidak puas dengan penyebab kematian Father
Flynn.
2.)
It filled me with fear, and yet I longed
to be nearer to it and to look upon its deadly work.
(hlm.1)
|
C.1 (penyebab konflik batin)
Every
night as I gazed up at the window I said softly to myself the word paralysis.
It had always sounded strangely in my ears, like the word gnomon in the Euclid
and the word simony in the Catechism. But now it sounded to me like the name of
some maleficent and sinful being.
Deskripsi:
Latar waktu : malam hari
Latar tempat : kamar tidur
Perilaku : “the boy” sedang melihat ke arah luar
jendela sambil mengucapkan kata-kata kepada dirinya sendiri.
Peristiwa
khusus: “The boy” merasa aneh dengan kata-kata yang
diucapkannya sendiri. Kata-kata tersebut terdengar seperti nama orang yang
penuh dosa. Sehingga ia merasa ketakutan dan merasa dekat dengan dunia
kematian.
Dari penyebab dia atas, “the boy” merasa
takut dan cemas. Ia merasa seakan ada yang ingin disampaikan oleh Father Flynn
sebelum meninggal dunia pada dirinya. Konflik batin yang dialami “the boy”
merupakan jenis konflik batin internal. Rasa takut dan cemas yang dialami oleh
“the boy” disebabkan dirinya yang sedang sedih dan kecewa terhadap hal yang
sedang dialaminya.
3.)
Tiresome
old fool! When we knew him first he used to be rather interesting, talking
of faints and worms; but I soon grew tired of him and his endless stories
about the distillery. (hlm.1)
|
C.1 (penyebab konflik batin)
“No, I
wouldn’t say he was exactly... but there was something queer... there was
something uncanny about him. I’ll tell you my opinion ...”. (hlm.1)
Deskripsi:
Latar waktu : malam hari ketika sedang makan
malam keluarga
Latar tempat : ruang makan
Perilaku:
“the boy” sedang makan tengah malam (supper)
dengan keluarga.
Peristiwa
khusus: kedatangan Old Cotter salah satu kerabat
“The boy” membuat “the boy” merasa kesal dengan pernyataannya. Menurut Old
Cotter, ada hal yang ganjil sebelum kematian Father Flynn.
“The boy” merasa jengkel dengan Old
Cotter yang menyatakan adanya keanehan sebelum kematian Father Flynn. Ungkapan
hati “the boy” tersebut menunjukkan kejengkelan hatinya. Konflik batin ini
termasuk jenis konflik batin internal karena “the boy” tidak mengungkapkan
langsung kejengkelan hatinya tersebut. Hal ini disebabkan dirinya yang masih
muda dan tetap menjaga etika terhadap orang yang lebih tua darinya.
4.) Bentuk konflik batin:
perasaan tertekan
I
felt that his little beady black eyes were examining me but I would not
satisfy him by looking up from my plate. (hlm.1)
|
C.1 (penyebab konflik
batin)
“well, so
your old friend is gone, you’ll be sorry to hear.”
“who?”
said I.
“Father
Flynn.”
“Is he
dead?”
“Mr.Cotter
has jus told us. He was passing by the house.” (hlm.1)
Deskripsi:
Latar waktu : malam hari
Latar tempat : ruang makan
Perilaku
:
“the boy” sedang makan malam dengan paman dan bibinya di ruang makan.
Peristiwa
khusus: kedatangan Cotter saat itu membuat “the boy”
merasa tersudut dan tertekan. Cotter menceritakan tentang kematian Flynn kepada
paman dan bibi “the boy”.
Tokoh utama mengalami konflik batin
internal. Ia merasa tertekan dengan tatapan Cotter padanya. “The boy” merasa
ada hal yang ingin Cotter tanyakan seputar kematian Flynn padanya. Sehingga
ketika paman “the boy” memberitahu tentang kematian Flynn, “the boy”
seolah-olah baru mengetahuinya. Ia tidak ingin memuaskan rasa ingin tahu
Cotter.
5.)
I
crammed my mouth with strirabout for fear I might give utterance to my
anger. Tiresome old red-nose imbecile! (hlm.2)
|
C.1 (Penyebab konflik batin)
“
what I mean is,” said old Cotter, “it’s bad for children. My idea is: let a young
lad run about and play with youn lads of his own age and not be ... Am I right,
Jack?” (hlm.2)
C.2
“it’s
bad for children,” said old Cotter, because their mind are so impressionable.
When children see things like that, you know, it has an effect....” (hlm.2)
Deskripsi:
Latar waktu : malam hari
Latar tempat : ruang makan
Perilaku : Old Cotter sedang
berbincang-bincang dengan paman “the boy”.
Peristiwa
khusus: Saat itu Cotter menyarankan kepada paman
agar seharusnya “the boy” bermain dengan teman sebayanya bukan dengan orang
yang lebih tua seperti Flynn. Menurut Cotter, memiliki teman yang lebih jauh
usianya akan menimbulkan efek psikis karena pikiran anak-anak mudah
dipengaruhi.
Berdasarkan ungkapan hati “the boy” yang
tertuju pada Cotter meupakan bentuk konflik batin. “The boy” merasa marah
dengan ucapan Cotter tentang pertemanan dirinya dan Father Flynn. Disini “the
boy” tidak mengungkapkan langsung kemarahannya dengan kata-kata akan tetapi
dengan tindakan yaitu terus menjejalkan makanan ke mulutnya. “The boy” masih
menjaga nilai-nilai moral kesopanan sehingga ungkapan marahnya tidak diutarakan
secara langsung.
6.)
...
I puzzled my head to extract meaning from his unfinished sentences. (hlm.2)
|
C.1 (penyebab konflik batin)
It was
late when I fell asleep. Though I was angry with old Cotter for alluding to me
as a child ...(hlm.2)
Deskripsi:
Latar
waktu :
malam hari
Latar
tempat :
kamar tidur
Perilaku : “The boy” teringat kembali akan
ucapan old Cotter pada saat makan malam. Pikirannya terus menerawang kata-kata
old Cotter mengenai persahabatan dirinya dan Flynn.
Peristiwa
khusus :
“The boy” mencoba memejamkan mata akan tetapi pikirannya masih saja berkecamuk
untuk terus berpikir atas ucapan old Cotter yang masih menggantung. Di dalam
kamarnya yang gelap, “the boy” mengalihkan pikirannya dan membayangkan tentang
Christmas. Akan tetapi bayangan wajah seseorang terus membayangi dirinya.
Seolah-olah ada hal yang ingin disampaikan pada dirinya.
Berdasakan paparan di atas, “the boy”
merasa terobsesi untuk mengetahui maksud dari kalimat old Cotter. Obsesi dapat
terjadi ketika individu tidak mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang
menguasai diri. Perasaan obsesi yang dialami “the boy” membuatnya terus
berimajinasi. Dorongan yang kuat dari perasaan obsesi akan menimbulkan perasaan
gusar.
7.) Bentuk konflik batin:
perasaan tidak aman
I
found it strange that neither I nor the day seemed in a mourning mood and I
felt even annoyed at discovering in myself a sensation of freedom as if I
had been freed from something by his death. (hlm.3)
|
C.1 (penyebab konflik batin)
The
reading of the card persuaded me that he was dead and I was didturbed to find
myself at check. (hlm.2)
C.2
I wished
to go in and look at him but I had no the courage to knock. I walked away
slowly along the sunny side of the street, reading all theatrical
advertisements in the shop-windows as I went. (hlm.3)
Deskripsi:
Latar tempat : di depan rumah Father Flynn di Great
Britain street (C.1) dan di spanjang jalan Great Britain (C.2).
Latar waktu : pagi hari
Perilaku : “The boy” sedang berdiri di depan karangan
bunga yang bertuliskan nama Father Flynn. Kemudian ia pergi menyusuri jalan di
Great Britain sambil melihat iklan-iklan yang terpampang di sepanjang jalan
dengan menikmati sinar matahari pagi.
Peristiwa
khusus: “The boy” mengunjungi kediaman Father Flynn
untuk menyampaikan bela sungkawa. “The boy” ingin masuk ke dalam ruangan tempat
Flynn disemayamkan, akan tetapi “the boy” tidak mempunyai keberanian untuk itu.
Dari paparan penyebab konflik di atas, tokoh utama
mengalami konflik batin internal yakni benuk rasa tidak aman. Perasaan ini
dapat muncul ketika kurangnya keyakinan diri untuk menghadapi ketidakpastian
dari situasi yang sedang dialaminya. Hal ini dapat dilihat ketika “the boy”
merasa jiwanya terganggu untuk melihat secara langsung jasad Flynn. “The boy”
juga merasa aneh akan dirinya yang merasa terbebas setelah kematian Flynn
padahal Flynn adalah sahabat tuanya. Ketika “the boy” merasa tidak aman dengan
gejolah batinnya, ia mengurungkan niat untuk melihat langsung jasad Flynn.
D. SIMPULAN
Berdasarkan hasil
analisis pendekatan psiko analisis
sastra cerita pendek “The Sisters” karya James Joyce, dapat ditarik kesimpulan
bahwa tokoh utama yakni seorang anak laki-laki (“the boy”) yang mengalami
konflik batin karena kematian sahabatnya Father Flynn dan juga persahabatannya
dengan Flynn yang berbeda usia. Dalam penelitian ini hanya ditemukan tujuh
bentuk konflik batin antara lain: frustasi, perasaan ketakutan, rasa jengkel,
rasa marah, perasaan obsesi, perasaan tertekan, dan rasa tidak aman
Hal yang menyebabkan
terjadinya konflik batin tokoh utama seperti kematian Flynn yang membuatnya
depresi dan tidak percaya atas kematian sahabatnya itu. Kemudian ungkapan old
Cotter yang terus membuatnya jengkel dan marah. Hal ini terjadi karena menurut
Cotter anak laki-laki seharusnya bermain dan memiliki teman seusianya. “The
boy” juga merasa tertekan atas ungkapan Cotter pada dirinya.
Semua konflik batin yang dialami “the boy” merupakan
jenis konflik batin internal. Hal ini terjadi karena konflik tersebut hanya
terjadi dan bergejolak pada diri “the boy” itu sendiri.
Departemen Pendidikan Nasional. KBBI. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Edraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Medpress, 2008.
Esten, Mursal. Kritik Sastra Indonesia. Padang: Angkasa Raya, 1987.
Muis, Saludin. Kenali Kepribadian Anda dan Permasalahannya dari Sudut Pandang Teori
Psokoanalisis. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009
Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1988.
Rohman, Saifur. Pengantar Metodologi Pengajaran Sastra Pengantar Metodologi Pengajaran
Sastra. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Semi,
M.Attar. Kritik Sastra.Bandung: Angkasa
, 1989.
Wellek, Renne & Austiin Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT.
Gramedia, 1992.
__________.
Teori Kesusastraan, Jakarta: PT.Gramedia,1990.
Wirawan , Sarlito. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Grafindo, 2000.
Sinopsis “The Sisters”
The sisters adalah cerita pendek
karangan James Joyce, seorang literatur asal Irlandia. Cerpen ini menceritakan
tentang seorang anak laki-laki (tokoh utama) yang memikirkan tentang penyakit stroke yang diidap oleh temannya Father Flynn dan kematian yang seakan
tidak lama lagi akan merenggut nyawa temannya itu. Suatu hari, ketika the boy sedang makan malam dengan paman
dan bibinya, datanglah Old Cotter, salah satu anggota keluarga yang lain. Old
Cotter melontarkan kata-kata yang menyinggung hati The boy, dia menyarankan bahwa anak laki-laki seharusnya berteman
dengan teman sebayanya daripada dengan laki-laki tua. The boy merasa kesal setelah keadatangan Old Cotter semalam. Akan
tetapi, Old Cotter –lah yang memberi informasi tentang kematian Father Flynn.
Sehingga keesokan harinya, The boy
mendatangi kediaman Father Flynn di sebuah desa kecil di Great Britain. The boy melihat kerumunanorang berdiri di depan
karangan bunga dengan pita yang menempel bertuliskan nama “Father Flynn”. Hal
ini semakin meyakinkan the boy bahwa
Father Flynn telah meninggal. Pada sore harinya, the boy dan sang bibi pergi ke
rumah duka untuk melihat jasad Father Flynn. Disana ia bertemu dengan Nannie
dan Eliza, saudara peempuan Father Flynn. Nannie meyuruh the boy untuk masuk ke sebuah ruangan kecil, tempat jasad Father
Flynn disemayamkan. Sedangkan, Eliza berbicara dengan bibi, dia menceritakan
bahwa ada hal yang aneh sebelum kematian Flynn. Semenjak piala (berbentuk
tongkat yang dipakai dalam misa orang Kristen) milik Flynn patah, dia menjadi
orang yang tertutup. Dia tidak berbicara dengan orang lain dan suka bepergian
sendiri. Suatu malam ketika Flynn pergi ke suatu kunjungan, akan tetapi ia
tidak dapat ditemui dimanapun. Akhirnya, Father O’Rourke menemukannya. Ia sangat
terkejut melihat Flynn seorang diri pada kegelapan di dalam kotak pengakuan
dosa dan tertawa seseorang diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar